Model Dinamik Pengolahan Dan Rantai Pasokan Mie Berbasis Pati Sagu Kasus Kotamadya Sukabumi
Abstract
Tanaman sagu sebagai tanaman penghasil karbohidrat, memegang peranan sangat penting dalam mendukung program diversifikasi pangan pendamping beras, selain jagung dan umbi-umbian lainnya. Kandungan kalori sagu sekitar 357 kalori untuk setiap 100 gr, relatif sama dengan kandungan kalori jagung yaitu sekitar 349 kalori maupun beras giling dengan kandungan kalori sekitar 366 kalori. Bahkan lebih tinggi dari kandungan kalori ubi kayu dan kentang yang masing-masing hanya mengandung 98 dan 71 kalori (Sunaryo, 1989; dalam Novarianto dan Mahmud, 1989). Indonesia merupakan pemilik areal sagu terbesar dengan luas areal sekitar 1.128 juta ha atau 51.3% dari 2.201 juta ha areal sagu dunia, kemudian disusul oleh Papua New Guinea 43.3% (Deptan, 2004). Riau adalah merupakan daerah yang memproduksi tepung sagu terbesar yaitu sekitar 40 000 ton, diikuti Maluku sebesar 3 000 ton, Kalimantan Barat 1 700 ton, Sulawesi Utara 1 300 ton, dan sisanya dihasilkan oleh daerah lainnya (Suharto dan Amos, 1996). Salah satu produk lanjutan dari pati sagu adalah produk mie gleser atau mie berbasis pati sagu, yang merupakan makanan tradisional. Jenis mie ini lebih banyak dikonsumsi oleh penduduk di daerah sekitar kota Bogor, Sukabumi, dan Cianjur (Djoefrie, 1999). Pemanfaatan lainnya dari tanaman sagu selain menjadi bahan pangan adalah bahan pakan ternak. Menurut Haryanto dan Pangloli (1992), tepung sagu dengan kadar serat 5% dapat digunakan sebagai makanan babi dan ayam, sedangkan tepung sagu dengan kadar serat 7% tidak baik untuk makanan ayam. Tepung sagu yang dengan kadar serat lebih dari 12% hanya cocok untuk makanan hewan ruminansia. Seluruh rantai pengolahan mie gleser ini membentuk sebuah sistem yang terdiri dari berbagai pelaku yang saling berkaitan satu sama lainnya. Dimana setiap pelaku memiliki fungsi masing-masing yang menentukan berfungsi dengan baik atau tidak sistem pengolahan sagu yang ada tersebut. Maka analisis secara sistem diperlukan untuk melihat apakah ada pelaku yang tidak menjalankan fungsinya dengan baik sehingga dapat mengakibatkan tidak berjalannya sistem yang ada. Penggunaan simulasi dengan model dinamik dilakukan untuk melihat kecenderungan konsumsi mie gleser ini sehingga diperoleh suatu kebijakan yang dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan produksi dari mie gleser ini. Selain untuk melihat kecenderungan konsumsi mie gleser simulasi juga dapat digunakan untuk melihat penyediaan sagu sebagai bahan baku pembuatan mie gleser. Pemilihan Kotamadya Sukabumi sebagai tempat untuk melakukan penelitian karena Kotamadya Sukabumi sebagai salah satu sentra produksi mie sagu. Di daerah ini mie sagu menjadi makanan tradisional yang cukup populer, ditandai dengan berkembangnya beberapa pabrik pengolahan mie sagu baik pabrik pengolahan mie sagu secara manual maupun pengolahan secara mekanis. Dengan produksi per hari untuk pabrik manual adalah sebesar 700 kg/hari dan untuk pabrik mekanis produksi per harinya sebesar 1100 kg/hari. Hal ini juga menjadi salah satu alasan mengapa dipilihnya Kotamadya Sukabumi sebagai tempat penelitian. Analisis sistem merupakan kajian mengenai suatu sistem yang bertujuan untuk : 1. Mengidentifikasi unsur-unsur penyusun sistem atau sub-sistem. 2. Memahami proses-proses yang terjadi di dalam sistem. Memprediksi kemungkinan-kemungkinan keluaran sistem yang terjadi sebagai akibat adanya perubahan di dalam sistem. Secara garis besar, sistem pengolahan mie berbasis pati sagu ini terdiri dari dua sub-sistem yang besar yaitu, sub-sistem ketersediaan mie dan sub-sistem ketersediaan sagu. Masing-masing sub-sistem tersebut akan diidentifikasi menjadi komponen-komponen yang lebih spesifik dan akan berinteraksi secara dinamis berdasarkan waktu dan kondisi. Komponen pada sub-sistem ketersediaan mie adalah sub-sistem penyediaan mie berbasis pati sagu dan sub-sistem permintaan mie. Sub-sistem penyediaan mie berbasis pati sagu ini dipengaruhi oleh jumlah produksi yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan mie gleser yang ada. Untuk sub-sistem permintaan mie ini sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi mie per kapitanya dan populasi penduduk, karena kedua komponen tersebut menentukan jumlah permintaan terhadap mie gleser. Untuk sub-sistem ketersediaan sagu komponen yang berpengaruh adalah sub-sistem produksi sagu dan sub-sistem permintaan sagu. Sub-sistem produksi sagu dipengaruhi oleh jumlah produksi per harinya yang dihasilkan oleh pabrik pengolahan sagu dan juga oleh jumlah pengiriman batang sagu. Pengiriman batang sagu untuk pabrik pengolahan sagu berasal dari luar Kotamadya Sukabumi, sehingga berada diluar sistem yang sedang dikaji. Karena berada diluar sistem maka pengaruhnya terhadap sistem dapat diabaikan. Sub-sistem permintaan sagu dipengaruhi oleh komponen permintaan sagu untuk konsumsi yang terdiri dari komponen permintaan sagu untuk mie dan permintaan sagu non- mie. Permintaan sagu dari sektor industri untuk sementara tidak dikaji.