engaruh Reboisasi dengan Tumpangsari Terhadap Konservasi Tanah dan Air Serta Pendapatan Petani di Sub DAS Manting, Malang, Jawa Timur
View/ Open
Date
1992Author
Trisaptono, Ongko
Manan, Syafii
Mudikdjo, Kooswardhono
Bunasor
Metadata
Show full item recordAbstract
Pengelolaan merupakan salah satu ha! yang sangat mendasar dalam upaya
konservasi tanah dan air dalam suatu DAS. Salah satu faktor yang perlu diperhatikan
dalam pengelolaan DAS adalah perbedaan ketersediaan air disepanjang waktu
musim, yang dapat memberikan manfaat besar atau bahkan dapat merugikan baik
terhadap DAS itu sendiri, ataupun bagi orang yang memanfaatkan DAS dalam menunjang kehidupan.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan keseimbangan air dan
erosi yang terjadi dengan adanya reboisasi, mengetahui apakah reboisasi yang tel ah
dilaksanakan sesuai dari segi konservasi tanah dan air, serta mengetahui pendapatan
petani dari usahatani tumpangsari. Hasil analisis ini diharapkan dapat memberikan
gambaran kecenderungan keadaan erosi dan keseimbangan air yang tersedia, sehingga
dapat dipakai sebagai masukan baik bagi pengelola hutan dalam menetapkan
kebijakan reboisasi selanjutnya, maupun bagi petani penggarap lahan hutan dalam
usaha tumpangsari sehingga dapat meningkatkan pendapatan.
Penelitian ini dilaksanakan di sub DAS Manting, merupakan salah satu sub
DAS Konto Hulu, yang terletak di desa Tawangsari Kecamatan Pujon, Kabupaten
Malang, dengan luas areal 459.72 Ha. Seluruh daerah ini merupakan kawasan hutan
negara, yang secara administrasi termasuk kawasan RPH (Resort Palisi Hutan) Pujon
Lor, BKPH (Bagian Kesatuan Pemangkuan Hutan) Pujon, KPH (Kesatuan Pemangkuan
Hutan) Malang.
Hasil evaluasi model erosi menunjukkan bahwa secara umum erosi terbesar
terjadi pada hutan tanaman dengan tingkat erosi berkisar antara l 2. 9 sampai 69. 6 kg
/Ha; tumpangsari den gan tingkat erosi antara 8. 7 sampai 65. 6 kg/ha.; semak dengan
tingkat erosi antara 8.6 sampai 39.2 kg /ha,; dan hutan alam dengan tingkat erosi antara
2.7 sampai 35.0 kg/ha.
Hasil evaluasi dari model keseimbangan air menunjukan bahwa pada sekitar
bulan Agustus sampai September air mengalami defisit, defisit terbesar terjadi bulan
September yaitu sebesar 2mm. Di Jawa li sekitar bulan Juli curah hujan mulai tidak
mampu mengimbangi besarnya evapotranspirasinya ; keadaan ini memuncak pada
bulan September, dimana nilai hujan dikurangi dengan evapotranspirasi potensial (PPE)
i alah -68 mm. Akumulasi kekurangan air (defisit) ini akan terimbangi segera
setelah hujan yangjatuh mampu mengimbangi besarnya evapotranspirasi, yaitu
terjadi pada bulan Oktober dengan nilai PPE sebesar +84 mm,
Pada daerah penelitian , secara umum terdapat 3 (tigaJ musim tanam dalam
satu tahun, dan pada saat-saat tertentu petani cenderung memberikan tanah garapannya.
Musim tanam I umumnya tanaman yang di usahakan ialah kubis (Brassika o!eraceae),
sawi (Brassikajuncea), dan wortel (Beta vulgaris). Pada musim tanam 2
adalah buncis (Phaseolus vulgaris), kubis (Brassika oleraceaeJ, bawang prei (Allium
porrum), dan tembakau (Nicoriana rabacum L.), sedang mus im tanam 3 ialah buncis
(Phaseolus vulgaris), kubis (Brassika oleraceae), bawang prd (Allium porrum), jagung
(Zea mays) dan wortel (Bera vulgar is). Berdasarkan t()tal penerimaan, total
pendapatan bersih dan perbandingan total biaya produksi dengan total penerimaan
(RC ratio) maka pola tanam yang paling menguntungkan adalah kubis - tembakau
kubis.
dst ...