Rancang bangun sistem alih risiko komoditi bahan baku agroindustri
View/ Open
Date
2006Author
Yudistira, IG.A. Anom
Jamaran, Irawadi
Sanim, Bunasor
Aman, Amril
Hardjomidjojo, Hartisari
Sembel, Roy
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan suatu model, dalam mengalihkan risiko akibat adanya ketidakpastian (fluktuasi) harga komoditi, yang merupakan bahan baku agroindustri. Sehingga penelitian ini bermanfaat bagi petani dan pengusaha agroindustri di Indonesia, dalam menghadapi pasar komoditi yang semakin liberal. Komoditi yang dicobakan dalam penelitian ini adalah Tandan Buah Segar (TBS), harganya mengacu kepada harga spot CPO di bursa derivatif Malaysia (MDEX). Sistem alih risiko yang dikembangkan ini, memanfaatkan pasar finansial untuk meredam risiko di pasar komoditi. Risiko di pasar komoditi dialihkan melalui suatu instrumen alih risiko. Instrumen alih risiko ini akan memberikan akumulasi loss, akumulasi gain atau netral, pada suatu rentang periode waktu tertentu. Rumusan instrumen ini diturunkan dari teori gerak Brownian geometrik, seperti dijelaskan oleh Hull (2000). Rumusan yang diberikan merupakan batas atas dan batas bawah harga komoditi, pada rentang waktu yang akan datang. Bila harga jatuh di bawah batas bawah, maka akan terjadi loss, sedangkan bila harga naik sampai di atas batas atas, maka akan terjadi gain. Gain atau loss tidak terjadi jika harga ada diantara batas bawah dan batas atas. Instrumen alih risiko ini dikemas dalam bentuk efek (security) dari Kontrak Investasi Kolektif (Mutual Funds). Kontrak Investasi Kolektif ini diberi nama Kontrak Investasi Kolektif Alih Risiko (KIK-AR). Berdasarkan hasil simulasi diketahui bahwa total kinerja KIK-AR dua kali lebih besar dari pada total kinerja deposito, dan rata-rata kinerjanya tiga kali lebih besar. Besarnya kinerja ini dibayar oleh risiko yang semakin besar dari KIK-AR. Nilai Rasio Sharpe dari KIK-AR semakin meningkat, dengan semakin besarnya lebar bawah pita risiko. Hal sebaliknya terjadi, jika lebar atas pita risiko yang meningkat. Harga yang dibayar petani atas lebih stabilnya harga komoditi yang diterimanya, adalah Rp3,26 / Kg TBS yang dihasilkannya. Harga tersebut merupakan hasil simulasi dengan lebar atas 0,25 dan lebar bawah 0,50.