Pengembangan Model Prediksi Jumlah Hotspot di Kalimantan dengan Pendekatan Bayes menggunakan Indikator Iklim Lokal, ENSO, dan IOD
Abstract
Kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Indonesia merupakan salah satu bencana alam yang terjadi secara berulang setiap tahunnya. Faktor pendorong tingkat keparahan karhutla dapat dibagi menjadi dua faktor yakni iklim lokal dan global. Kendati karhutla terjadi hampir setiap tahun yang dipengaruhi oleh iklim lokalnya, kemunculan El Niño yaitu fase hangat El Niño Southern Oscillation (ENSO) serta Indian Ocean Dipole (IOD) positif baik secara individu atau bersama-sama dapat meningkatkan skala fenomena karhutla secara signifikan, khususnya di wilayah Kalimantan yang merupakan lungs of the world. Intensitas fenomena ENSO/IOD ekstrem berpotensi meningkatkan ENSO/IOD ekstrem di masa yang akan datang sebagai dampak perubahan iklim global. Hal tersebut berdasarkan tren perubahan fenomena ENSO/IOD yang menyebabkan ENSO/IOD ekstrem lebih sering terjadi dalam beberapa dekade terakhir sehingga diperlukan adanya suatu sistem peringatan dini karhutla yang baik.
Pengembangan model prediksi karhutla di masa depan dapat meningkatkan kualitas sistem peringatan dini karhutla. Terdapat dua jenis pengembangan model prediksi, yakni model deterministik dan probabilistik. Model probabilistik memprediksi kejadian dengan mempertimbangkan adanya pengaruh acak variabel sehingga model prediksi probabilistik dapat memberikan tingkat akurasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan model deterministik. Salah satu pendekatan untuk mengembangkan model prediksi probabilistik adalah pendekatan Bayes. Pendekatan Bayes dapat menjadi alternatif untuk meningkatkan inferensi menjadi lebih baik dengan menggabungan dua pengetahuan yakni pengetahuan saat ini (posterior) dan sebelumnya (prior).
Berdasarkan uraian di atas, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan model prediksi jumlah hotspot dengan pendekatan Bayes di wilayah Kalimantan menggunakan indikator iklim, antara lain Hari Tanpa Hujan (HTH), curah hujan, IOD, dan ENSO. Penelitian ini juga bertujuan untuk menganalisis pengaruh fenomena iklim global terhadap performa model prediksi serta menentukan tahun yang direkomendasikan sebagai inisiasi model (prior) dan mengembangkan model (posterior) menggunakan pendekatan Bayes. Model prediksi probabilistik yang diusulkan diharapkan mampu meningkatkan performa prediksi fenomena karhutla sehingga dapat membantu pemerintah dalam mempersiapkan penanggulangan kejadian karhutla khususnya di wilayah Kalimantan.
Penelitian ini diawali dengan mendefinisikan area rentan karhutla di pulau Kalimantan. Area tersebut didefinisikan berdasarkan jumlah hotspot lebih dari sepuluh hotspot setiap bulan selama musim kemarau. Hari tanpa hujan diboboti dengan fungsi logistik menggunakan indeks Nino3.4 dan DMI sehingga diperoleh hari tanpa hujan relatif terhadap fenomena ENSO dan IOD. Pengembangan model prediksi jumlah hotspot di wilayah Kalimantan dalam penelitian ini menggunakan konsep Bayes yang membutuhkan suatu informasi baru untuk memperbarui pengetahuan agar hasil prediksi akurat. Dalam penelitian ini, model prior yang digunakan merujuk pada model prediksi berbasis regresi. Koefisien regresi diperoleh menggunakan metode Principal Model Analysis (PMA). Hasil prediksi mengeluarkan nilai error serta koefisien regresi yang memiliki sebaran normal. Dalam penelitian ini, distribusi prior yang digunakan adalah sebaran dari nilai error dan koefisien regresi yang diperoleh dari model prior. Selanjutnya, distribusi posterior diperoleh melalui pendekatan Bayes menggunakan Bayesian Linear Model (BLM) dengan memanfaatkan distribusi prior yang telah diperoleh sebelumnya. Distribusi prior tersebut diestimasi menggunakan nilai β yang dihasilkan dari metode PMA. Selanjutnya, distribusi posterior dapat diperoleh dari nilai ekspektasi pada distribusi β dengan pengetahuan yang telah diperbarui tersebut.
Pada penelitian ini, tahun prior yang digunakan diperoleh dengan menguji performa tahun 2000 – 2020 untuk memprediksi jumlah hotspot yang terjadi pada tahun 1997 – 2000 (tahun testing). Selanjutnya, tahun training diuji menggunakan metode leave p out cross-validation dengan memilih tiga tahun sebagai tahun yang digunakan sebagai tahun posterior. Selanjutnya, pengembangan model prediksi probabilistik menggunakan BLM diuji untuk memprediksi jumlah hotspot setiap tahunnya menggunakan prinsip cross-valditaion. Tahun testing yang digunakan adalah kombinasi tiga tahun acak dari tahun 1997 – 2020. Terdapat C(24,3) model yang terdiri dari tahun testing dan training dengan 253 model unik. Pemilihan data posterior yang digunakan sesuai dengan urutan tahun posterior terbaik dalam memprediksi jumlah hotspot pada tahun 1997 – 2000.
Secara keseluruhan, model prediksi menggunakan BLM dapat meningkatkan tingkat akurasi model prediksi dibandingkan dengan metode PMA. Pada metode PMA persentase performa yang menghasilkan nilai R^2>0.9 sebesar 28.65% sedangkan persentase performa model menggunakan konsep Bayesian meningkat dua kali lipat. Konsep Bayesian mampu menghasilkan 61.11% model dengan nilai R^2>0.9 dari total analisis seluruh tahun. Karakter setiap tahun dalam proses pengembangan model prediksi jumlah hotspot probabilistik juga berpengaruh terhadap hasil prediksi. Untuk mendapatkan performa model prediksi yang baik, tahun dengan jumlah hotspot yang tinggi serta bertepatan dengan terjadinya El Niño dan IOD lebih baik digunakan sebagai model prior dengan metode PMA. Tahun – tahun dengan jumlah hotspot yang rendah seperti pada tahun normal dan La Niña lebih baik digunakan dalam pengembangan model posterior dengan BLM untuk mengoreksi prediksi hotspot yang terlalu tinggi.