Implementasi Kemitraan Tanpa Riba pada Pertanian Terpadu yang Mempertimbangkan Keberlanjutan
View/ Open
Date
2022Author
Sodikun
Sukardi
Ismayana, Andes
Anggraeni, Elisa
Metadata
Show full item recordAbstract
Penerapan pembiayaan tanpa riba pada kemitraan pertanian terpadu untuk
mendukung pembangunan agroindustri berkelanjutan harapannya dapat memberikan
dampak positif bagi pihak yang terlibat, yaitu diantaranya menumbuhkan peningkatan
produksi dan produktivitas, peningkatan aliran investasi, kelancaran distribusi dan
pemasaran, aksesibilitas dan mobilitas penduduk, dan peningkatan keterkaitan
pembangunan ekonomi dan interaksi sosial.
Bentuk implementasi kemitraan tanpa riba pada masyarakat saat ini banyak
menggunakan sistem gaduh, pertanian terpadu yang akan di identifikasi dalam penelitian
ini dibagi menjadi tiga bentuk kemitraan tanpa riba, yaitu: (1) Bentuk kemitraan SDK1
yaitu investor menyediakan bibit domba, sedangkan pengelola ternak menyediakan
kandang, pakan, tenaga perawatan ternak (bukan pertanian terpadu dan hanya bersifat
sebagai pembanding); (2) Bentuk kemitraan SDK2 yaitu investor menyediakan kandang,
tanah lokasi kandang, bibit domba, dan pakan, sedangkan pengelola ternak sebagai
tenaga perawatan ternak (pertanian terpadu); dan (3) Bentuk kemitraan SDK3 yaitu
investor menyediakan tanah serta kandang sebagai lokasi kandang, sedangkan pengelola
ternak menyediakan pakan dan tenaga perawatan ternak (bukan pertanian terpadu dan
hanya bersifat sebagai pembanding). Bentuk kemitraan SDK2 kemudian dibagi menjadi
tiga bentuk kemitraan tanpa riba pada pertanian terpadu, yaitu SDK2.1, SDK2.2, dan
SDK2.3. Ketiga bentuk kemitraan tersebut dibedakan berdasarkan harga beli bibit domba
(domba bakalan), upah pengelola peternakan (tenaga kerja), volume waktu
penggemukan, dan harga jual domba pasca penggemukan.
Penelitian ini dilakukan pada lima lingkup kajian, yaitu: (1) Tahap studi literatur
dengan metode pengumpulan data pustaka; (2) Tahap identifikasi potensi implementasi
kemitraan tanpa riba pada pertanian terpadu dengan metode SWOT (Strength–Weakness–
Opportunities–Threats); (3) Tahap analisis profitabilitas implementasi kemitraan tanpa
riba pada pertanian terpadu dengan menggunakan metode rasio profitabilitas; (4) Tahap
penilaian dampak lingkungan (carbon footprint) yang dihasilkan dalam implementasi
kemitraan tanpa riba pada pertanian terpadu dengan menggunakan metode Life Cycle
Assessment (LCA); dan (5) Tahap estimasi bentuk implementasi kemitraan tanpa riba
pada pertanian terpadu yang disarankan dengan menggunakan metode analisis deskriptif.
Berdasarkan analisis SWOT, alternatif strategi yang direkomendasikan dalam
usaha pengembangan peternakan domba di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi adalah
Strategi SO yang mendukung pertumbuhan yang agresif. Strategi SO atau Strategi
Keunggulan Komparatif dimaksudkan untuk menarik keuntungan dari peluang yang
tersedia dalam lingkungan eksternal, dengan strategi sebagai berikut: (1)
Mengembangkan pola kemitraan untuk penyediaan modal kerjasama dengan berbagi
risiko; (2) Mengembangkan kemampuan peternak dalam memanfaatkan sumberdaya
yang ada agar meningkatkan produksi ternak; dan (3) Memanfaatkan limbah pertanian
sebagai sumber pakan domba. Oleh karena itu, implementasi kemitraan tanpa riba pada
iii
pertanian terpadu di Kecamatan Setu, Kabupaten Bekasi sangat berpotensi untuk
diterapkan.
Berdasarkan hasil analisis profitabilitas, secara keseluruhan usaha penggemukan
ternak domba tanpa riba yang dijalankan baik pada bentuk kemitraan SDK1, SDK2
(SDK2.1; SDK2.2; dan SDK2.3), maupun SDK3 mempunyai kelebihan dan kekurangan
masing masing. Pada bentuk kemitraan SDK1, total pendapatan lebih besar dibandingkan
dengan SDK2 dan SDK3, serta keuntungan masing-masing mitra lebih besar
dibandingkan dengan SDK2 dan SDK3. Namun pada analisis bentuk kemitraan SDK1
dan SDK3, biaya pembuatan kandang, pembelian pakan, tenaga perawatan, obat-obatan,
dan peralatan tidak teridentifikasi. Sedangkan untuk bentuk kemitraan SDK2, semua
biaya pengadaan barang dan energi teridentifikasi. Pada bentuk kemitraan SDK2,
keuntungan per ekor bibit domba untuk investor pada bentuk kemitraan SDK2.1 dan
SDK2.2 menunjukkan nilai negatif atau rugi dibandingkan pengelola ternak yang
menunjukkan nilai positif atau untung. Sedangkan pada bentuk kemitraan SDK2.3,
keuntungan per ekor bibit domba untuk investor dan pengelola ternak menunjukkan nilai
positif. Selain itu, nilai rasio tunai dan rasio total pada bentuk kemitraan SDK2.1 dan
SDK2.2 lebih kecil jika dibandingkan SDK2.3. Oleh karena itu, dari ketiga bentuk
kemitraan SDK2, bentuk kemitraan SDK2.3 yang terbaik.
Hasil penilaian LCA menunjukkan nilai carbon footprint yang diperoleh setelah
normalisasi adalah sebesar 4.25E-12 kg CO2 eq (28,71%) pada bentuk kemitraan SDK1,
1.63E-10 kg CO2 eq (32,36%) pada bentuk kemitraan SDK2.3, dan 4.79E-12 kg CO2 eq
(38,94%) pada bentuk kemitraan SDK3. Tingginya dampak lingkungan yang dihasilkan
pada bentuk kemitraan SDK2.3 dan SDK3 ini disebabkan oleh aktivitas pengangkutan
bahan pembersih dengan nilai carbon footprint setelah normalisasi sebesar 1.16E-12 kg
CO2 eq dan 1.16E-12 kg CO2 eq masing-masing memberikan kontribusi 67,13 dan
61,23% dari total dampak lingkungan. Oleh karena itu, dilakukan perbaikan pada bentuk
kemitraan SDK2.3 dan SDK3 dengan meminimalisasi jarak transportasi bahan
pembersih. Setelah perbaikan diperoleh nilai carbon footprint setelah perbaikan sebesar
4.25E-12 kg CO2 eq (20,87%) pada bentuk kemitraan SDK1, 3.69E-12 kg CO2 eq
(20,79%) pada bentuk kemitraan SDK2.3-Skenario, dan 5.76E-12 kg CO2 eq (58,34%)
pada bentuk kemitraan SDK3-Skenario. Hasil perbaikan bentuk kemitraan SDK2.3
menunjukkan penurunan nilai carbon footprint setelah dinormalisasi dan menjadikannya
sebagai bentuk kemitraan yang memberikan kontribusi dampak lingkungan paling kecil
dibandingkan bentuk kemitraan lainnya.
Berdasarkan hasil identifikasi menggunakan metode analisis deskriptif dari ketiga
bentuk kemitraan tanpa riba pada aktivitas peternakan domba, dapat disimpulkan
beberapa hal, yaitu: (1) Bentuk kemitraan SDK2.3 sangat berpotensi untuk
dikembangkan, namun manajemen pelaksanaan perlu ditingkatkan; (2) Bentuk kemitraan
SDK3 sedikit riskan untuk dikembangkan, namun jika manajemen dapat diatur dengan
baik dan saling keterbukaan antar sesama mitra, maka bentuk kemitraan SDK3 dapat
dipertimbangkan untuk dikembangkan; dan (3) Bentuk kemitraan SDK1 berpotensi untuk
peternakan tidak terpadu dan modal terbatas.