Kajian Penanda Genetik, Performa, Profil Hormon Testosteron dan Kualitas Semen Sapi Pasundan
Date
2022Author
Santoso
Sumantri, Cece
Gunawan, Asep
Arifiantini, R. Iis
Herdis
Metadata
Show full item recordAbstract
Sapi pasundan salah satu plasma nutfah sapi lokal Indonesia yang perlu
dikembangkan dan dilestarikan. Sapi pasundan merupakan hasil persilangan antara
Bos
javanicus (sapi bali) dan Bos indicus (sapi ongole dan sapi madura). Perbaikan
mutu genetik sapi pasundan diupayakan oleh pemerintah melalui program
inseminasi buatan (IB) menggunakan semen beku. Pemilihan pejantan unggul
melalui breeding soundness examination (BSE) mensyaratkan kualitas semen baik.
Kualitas semen ditentukan oleh usia ketika hewan tersebut telah mencapai pubertas.
Prediksi fertilitas pejantan belum cukup akurat berdasarkan penilaian
kualitas semen menggunakan parameter konvensional. Pengujian secara molekuler
menjadi salah satu upaya dalam mendeteksi kualitas sperma. Teknik seleksi secara
genomik terhadap kualitas semen yang cepat, tepat, dan akurat belum
dikembangkan. Gen yang diekspresikan terkait dengan kualitas semen belum
banyak dilaporkan dan perlu dilakukan konfirmasi, khususnya sapi pasundan belum
pernah dilaporkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengembangkan metode deteksi
molekular dalam penilaian kualitas semen sapi pejantan.
Penelitian terdiri atas 4 bagian. Penelitian bagian pertama bertujuan untuk
melakukan kajian terhadap morfometrik tubuh serta korelasinya dengan konsentrasi
testosteron pada kelompok sapi jantan prepubertas berumur <6 bulan (I), peripubertas
berumur 6-12 bulan (II), post-pubertas (III) dan pejantan (IV) sapi
pasundan berumur >12 bulan. Hasil penelitian menunjukkan lebar dada, tinggi
panggul, panjang kepala, dan lebar kepala berbeda (P<0,05) antara kelompok I
dengan II. Parameter morfomotrik seluruhnya berbeda nyata (P<0,05) pada
kelompok III dan IV. Persentase peningkatan rerata morfometrik tubuh sebesar
59,05% (fase prepubertas ke peri-pubertas) dan 71,38% (fase peri-pubertas ke postpubertas).
Indeks morfometrik height slope, length index (2), depth index, dan
foreleg length berbeda (P<0,05) antara III dengan IV. Rerata konsentrasi hormon
testosteron berbeda (P<0,05) antara kelompok I (3,25±0,76 ng ml-1), II (9,13±0,85
ml-1) dan III (12,16±0,40 ng ml-1). Umur berkorelasi (P<0,05) dengan lingkar
skrotum pada fase prepubertas (R² = 0,9973) dan post-pubertas (R² = 0,4150), tetapi
tidak dapat dijadikan sebagai penentu kadar testosteron.
Penelitian bagian kedua bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik tubuh,
libido, dan konsentrasi testosteron serta korelasinya antar parameter pada sapi
jantan pasundan. Sapi pasundan dikelompokkan berdasarkan motilitas sperma
semen segar ke dalam kelompok A (70-79%) dan B (80-89%). Hasil penelitian
menunjukkan fenotipik dan umur tidak berbeda (P>0,05) antara kelompok A dan
B. Perbedaan morfometrik (P<0,05) dijumpai pada lebar kepala (A: 23,04±0,24 cm
dan
B: 21,60±0,60 cm). Rerata konsentrasi testosteron sebesar 13,38±0,21 ng ml-1.
Waktu consummation kelompok A (108,20±20,16 sa) lebih cepat (P<0,05)
dibandingkan dengan kelompok B (184,60±26,66 sa). Panjang badan berkorelasi
dengan waktu courtship sebesar (R2=0,9596) dan consummation (R2=0,9487) pada
kelompok A. Disimpulkan bahwa konsentrasi testosteron, umur, dan lingkar
skrotum tidak dapat digunakan untuk menduga motilitas sperma.
SAN
Kua
GU
dik
mu
inse
mel
Kua
kua
men
gen
dik
ban
per
mo
mel
test
pub
pas
pan
den
kelo
59,
pub
fore
test
ng
skro
tida
libi
jant
sem
men
P
Wa
dib
den
kelo
skro
Penelitian ketiga bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik semen dan
potensi produksi semen beku pejantan sapi pasundan. Hasil penelitian
menunjukkan pH semen segar kelompok B lebih rendah (P<0,05) dibandingkan
dengan kelompok A. Konsentrasi sperma per ejakulat pada kedua kelompok tidak
berbeda (P>0,05) dengan kisaran 4312,36x106 - 6303,52 x106 sperma.
Abnormalitas, viabilitas dan keutuhan DNA sperma semen segar tidak berbeda
(P>0,05) antara kelompok A (9,41±1,21%; 84,41±0,99%; 91,19±0,79%) dan
kelompok B (10,22±0,66%; 86,35±2,16%; 92,58±0,35%). Keutuhan DNA sperma
semen beku kelompok B (89,81±1,18%) lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan
dengan kelompok A (86,83±0,60%). Motilitas sperma semen beku kelompok A
(<40%) lebih rendah dibandingkan dengan kelompok B. Parameter kinematik
motilitas sperma yaitu curvilinear velocity (VCL), straight-line velocity (VSL),
average pathway velocity (VAP), amplitude of lateral displacement (ALH), dan
beat cross frequency (BCF) tidak berbeda (P<0,05) antara kelompok A dan B.
Produksi semen beku pejantan pasundan antara 144,18 sampai 191,29
straw/ejakulat. Penelitian disimpulkan bahwa kelompok B memenuhi syarat
sebagai sumber semen untuk dibekukan dan digunakan dalam IB.
Penelitian bagian keempat bertujuan mengisolasi RNA dari sperma serta
mempelajari profil ekspresi gen protamin 1 (PRM1), protamin 2 (PRM2) dan
deleted in azoospermia-like (DAZL). Hasil transkrip PRM1, PRM2, DAZL, dan ß-
Actine (ACTB) diperlihatkan dalam sperma menggunakan primer PCR yang
sesuai. Ekspresi gen PRM1, PRM2, dan DAZL dievaluasi menggunakan qRT-PCR
dan ACTB digunakan sebagai kontrol. Motilitas progresif sperma semen segar 80-
89% memperlihatkan tingkat ekspresi mRNA PRM1 dan PRM2 secara signifikan
lebih tinggi (P<0,05) dibandingkan dengan motilitas progresif sperma 70-79%. Hal
ini menunjukkan adanya peran gen terhadap parameter motilitas progresif sperma.
Hasil kajian penanda genetik mampu menjelaskan gen yang berperan dalam
kualitas sperma. Gen yang dikaji merupakan penanda genetik spesifik dan metode
akurat untuk seleksi pejantan. Ekspresi gen PRM1 dan PRM2 dengan tingkat
ekspresi relative >1,0 dapat digunakan sebagai parameter biomulekular dalam
seleksi pejantan unggul sapi pasundan.
Collections
- DT - Animal Science [343]