Kerentanan Produktivitas Kelapa Sawit terhadap Kondisi Iklim yang Tidak Favorable : Dampak Kabut Asap Akibat Kebakaran terhadap Fluks Karbon dan Air
Abstract
Iklim di Indonesia, sebagai negara yang terletak di garis ekuator, sangat dipengaruhi oleh interaksi antara suhu permukaan laut, sirkulasi angin, dan curah hujan sehingga sangat berpeluang mengalami variabilitas iklim, salah satunya El Nino. Tahun 2015, Indonesia mengalami kekeringan sebagai dampak dari peristiwa El Nino. Kekeringan tersebut memicu terjadinya kebakaran hutan dan lahan di sebagian besar wilayah Sumatera dan Kalimantan. Kebakaran hutan mengakibatkan beberapa wilayah di Indonesia bahkan negara di sekitar lokasi kebakaran tertutup oleh kabut asap, termasuk perkebunan kelapa sawit PT Perkebunan Nusantara VI Jambi. Kebakaran hutan berdampak besar pada pelemahan radiasi matahari yang masuk ke permukaan bumi akibat tertutupnya atmosfer oleh kabut asap yang cukup tebal sehingga berpengaruh terhadap fluks karbon dan air pada tanaman kelapa sawit. Penelitian ini bertujuan menganalisis intensitas kabut asap berdasarkan radiasi hambur pada tahun 2015, menganalisis menganalisis pengaruh kabut asap terhadap pola produksi primer kotor (GPP), evapotranspirasi, dan efisiensi penggunaan air (uWUE) pada saat terjadi kabut asap di tahun 2015, serta menganalisis pengaruh produksi primer terhadap produktivitas kelapa sawit tahun 2015-2017. Hasil dari penelitian menunjukkan bahwa peristiwa tertutupnya atmosfer oleh kabut asap akibat kebakaran menimbulkan pengurangan radiasi global hingga jumlahnya hampir sama dengan jumlah radiasi hambur pada periode tersebut. Transmisivitas atmosfer terbesar terjadi pada 17 Agustus 2015 yaitu sebesar 0,45 dan terkecil terjadi pada 25 Januari 2015 sebesar 0,04. Fraksi difus pada saat kebakaran hutan mencapai lebih dari 0,8 di mana bertepatan dengan peningkatan konsentrasi PM10 akibat kebakaran hutan. Semakin besar fraksi difus, semakin berkurang penguapan air di permukaan lahan dan tanaman serta semakin berkurangnya CO2 yang diserap oleh tanaman kelapa sawit karena berhubungan kuat dengan stomata sebagai jalur untuk menyerap CO2 dan melepaskan uap air dengan transpirasi pada tanaman. Efisiensi penggunaan air tanaman saat terjadi kebakaran hutan semakin besar, karena adanya peningkatan VPD yang menyebabkan tanaman mengalami water stress. Tutupan kabut asap akibat kebakaran hutan menyebabkan penurunan karbon yang diserap oleh tanaman yang juga rentan terhadap penurunan produktivitas kelapa sawit. Penurunan produktivitas tidak terjadi secara langsung melainkan terdapat waktu tunda (time lag), analisis ini menggunakan metode korelasi silang. Berdasarkan hasil korelasi silang, Tanaman I (16-18 tahun), lag-3 dan lag-4 memiliki korelasi tertinggi yaitu -0,49 dan -0,43, sedangkan untuk Tanaman II (11-13 tahun) lag-5 memiliki korelasi tertinggi yaitu -0,52, atau penurunan karbon yang diserap selama periode kebakaran hutan akan menurunkan produktivitas kelapa sawit pada 3 sampai 5 bulan setelah kejadian tersebut.