Analisis Kontrol Optimum Efektif Biaya pada Model Koinfeksi Demam Berdarah Dengue dan Demam Tifoid
Date
2021Author
Marpaung, Nurmalina
Bakhtiar, Toni
Jaharuddin, Jaharuddin
Metadata
Show full item recordAbstract
Demam berdarah dengue (DBD) disebabkan oleh virus dengue dari genus
Flavivirus, famili Flaviridae. Virus masuk ke dalam tubuh manusia melalui gigitan
nyamuk Aedes aegypty betina yang infektif, kemudian manusia yang terinfeksi
menjadi sumber virus bagi nyamuk yang tidak terinfeksi. Untuk mencegah
penularan dapat dilakukan dengan menghindari kontak antara manusia dan nyamuk
yaitu dengan menggunakan obat nyamuk atau kelambu saat tidur, atau dengan
mengurangi populasi nyamuk serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak
berisiko untuk terjadinya penularan.
Demam tifoid (tifus) adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan
oleh Salmonella typhi dari genus Salmonella, famili Enterobacteriaceae. Bakteri S.
typhi masuk ke dalam tubuh manusia melalui konsumsi makanan dan minuman
yang tercemar. Feces dan muntahan dari penderita demam tifoid maupun carrier
ditularkan melalui makanan atau minuman yang terkontaminasi dengan perantara
lalat yang hinggap di makanan kemudian dikonsumsi oleh orang sehat. Untuk
mengendalikan wabah demam tifoid, WHO merekomendasikan vaksinasi,
pendidikan kesehatan, peningkatan kualitas air dan sanitasi, dan pelatihan para
profesional kesehatan dalam mendiagnosis dan merawat pasien dengan gejala
demam.
Koinfeksi DBD dan demam tifoid merupakan kondisi di mana seseorang
terinfeksi oleh virus dengue sekaligus bakteri S. typhi. Saat seseorang menderita
penyakit DBD dengan demam berkepanjangan akan menjadi faktor risiko terjangkit
oleh penyakit lain. DBD juga mengakibatkan kerusakan sawar (pembatas) mukosa
usus sehingga lebih rentan terinfeksi bakteri S. typhi penyebab demam tifoid. Dalam
menginfeksi manusia, virus dengue dan bakteri S. typhi dapat hidup bersamaan
lebih dari sepuluh hari. Ini memungkinkan seseorang terinfeksi kedua penyakit
secara bersamaan.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membangun model matematika yang
mampu menggambarkan dinamika koinfeksi penyakit DBD dan demam tifoid yang
melibatkan empat variabel kontrol, yaitu pemberantasan sarang nyamuk dengan
cara fogging, penggunaan penolak nyamuk, pengobatan tuntas, dan pendidikan
kesehatan masyarakat, masing-masing dilambangkan dengan ݑଵ, ݑଶ, ݑଷ, dan ݑସ.
Pada penelitian ini, model memiliki sepuluh kompartemen yang terdiri dari
tiga populasi yaitu populasi manusia, nyamuk, dan bakteri. Populasi manusia
terbagi menjadi tujuh subpopulasi yaitu individu rentan penyakit DBD dan tifoid,
individu terinfeksi DBD, individu terinfeksi tifoid, individu pembawa kuman
penyebab tifoid (carrier), individu terinfeksi kedua penyakit (koinfeksi), individu
carrier (karier) yang terinfeksi DBD, dan individu yang sembuh. Pada populasi
nyamuk terdiri dari dua subpopulasi yaitu nyamuk rentan dan nyamuk terinfeksi
virus dengue. Dengan teori kontrol optimum akan dicari fungsi kontrol yang
optimal yang dapat menekan jumlah individu yang terinfeksi, karier dan koinfeksi.
Ada sembilan strategi yang dikaji dalam penelitian ini, berkaitan dengan
penerapan kontrol yang diberikan. Strategi (1,2,3,4) menerapkan dua kontrol yang
mengkombinasikan masing-masing satu upaya pencegahan dari DBD dan tifoid.
Pada strategi 1, fogging dan pengobatan tuntas diterapkan secara bersamaan (ݑଵdan
ݑଷ), pada strategi 2 pengobatan tuntas diterapkan bersamaan dengan penggunaan
penolak nyamuk oleh individu rentan dan terinfeksi DBD (ݑଶ dan ݑଷ). Pada strategi
3, fogging dan edukasi kesehatan masyarakat diterapkan secara bersamaan (ݑଵ dan
ݑସ ), pada strategi 4 edukasi kesehatan mayarakat diterapkan secara bersamaan
dengan penggunaan penolak nyamuk (ݑଶ dan ݑସ). Pada strategi (5,6,7,8)
menerapkan tiga kontrol, yaitu pada strategi 5 menerapkan fogging dengan
pengobatan tuntas dan edukasi kesehatan masyarakat secara bersamaan (ݑଵ, ݑଷ dan
ݑସ ) sedangkan strategi 6 menerapkan penggunaan penolak nyamuk dengan
pengobatan tuntas dan edukasi kesehatan masyarakat secara bersamaan (ݑଶ, ݑଷ dan
ݑସ ). Kemudian pada strategi 7 menerapkan fogging dan penggunaan penolak
nyamuk dengan pengobatan tuntas (ݑଵ, ݑଶ dan ݑଷ), sedangkan strategi 8
menerapkan fogging dan penggunaan penolak nyamuk dengan edukasi kesehatan
masyarakat secara bersamaan (ݑଵ, ݑଶ dan ݑସ). Pada strategi 9 menerapkan keempat
kontrol secara bersamaan (ݑଵ, ݑଶ, ݑଷ, dan ݑସ).
Setelah dilakukan simulasi numerik dan analisis efektivitas biaya bahwa
strategi 1, 5, dan 9 efektif dalam biaya. Strategi yang paling murah dari segi biaya
adalah strategi yang menerapkan fogging dan pengobatan tuntas (strategi 1). Dengue fever is caused by the Dengue virus of the genus Flavivirus, family
Flaviridae. The viruses enter the human body through the bite of an infective female
Aedes aegypty mosquito. Then humans are the source of the virus for uninfected
mosquitoes. Avoiding transmission can be undertaken by preventing contact
between humans and mosquitoes, namely by using mosquito repellent or mosquito
nets while sleeping, or by reducing the mosquito population as low as possible to
prevent transmission.
Typhoid fever is an acute infectious disease caused by Salmonella typhi of
the genus Salmonella, family Enterobacteriaceae. S. typhi bacteria enter the human
body through the consumption of contaminated food and drinks. Feces and vomit
from typhoid fever sufferers or carriers transmitted through food or drink
contaminated by flies that alight on food then consumed by healthy people. To
control the typhoid fever outbreak, WHO conducts vaccinations, health education,
air quality improvement and sanitation, and training of health professionals in
diagnosing and treating patients with fever complications.
Coinfection of dengue fever and typhoid fever is a condition where someone
is infected by Dengue virus as well as S. typhi bacteria. When someone suffers from
dengue fever with prolonged fever will be a risk factor for contracting another
disease. Dengue fever also results in damage to the intestinal mucosa barrier,
making it more susceptible to S. typhi bacteria that cause typhoid fever. In infecting
humans, Dengue viruses and S. typhi bacteria can live more than ten days. This
allows one to release both diseases simultaneously.
The purpose of this study was to build a mathematical model which is able to
describe the dynamics of coinfection between Dengue fever and typhoid fever using
control variables, namely eradication of mosquito nests by fogging, use of mosquito
repellent, complete treatment, and community health education, denoted by ݑଵ, ݑଶ,
ݑଷ, and ݑସ, respectively.
In this research, the model has ten compartments consisting of three
populations namely human, mosquito, and bacterial. The human population is
divided into seven subpopulations, namely dengue fever and typhoid susceptible
individuals, dengue fever infected individuals, typhoid infected individuals, carriers,
individuals infected with both diseases (co-infected), dengue fever infected carriers,
and recovered individuals. The mosquito population consists of two subpopulations
namely susceptible mosquitoes and mosquitoes infected with Dengue virus. The
optimal control theory is used to find the optimal controls which can minimize the
number of infected, carriers, and co-infected.
There are nine strategies examined in this study, related to the application of
the controls provided. Strategy (1,2,3,4) applies two controls that combine each of
the prevention efforts of dengue fever and typhoid. In strategy 1, fogging and
complete treatment are applied simultaneously (ݑଵ and ݑଷ), in strategy 2 complete
treatment is implemented simultaneously with the use of mosquito repellent by
vulnerable and infected dengue fever individuals (ݑଶ and ݑଷ). In strategy 3, fogging
iii
and public health education are implemented simultaneously (ݑଵand ݑସ), in strategy
4 public health education is implemented simultaneously with the use of mosquito
repellents (ݑଶ and ݑସ ). In strategy (5,6,7,8) applying three controls, namely in
strategy 5 applying fogging with complete treatment and public health education
simultaneously (ݑଵ, ݑଷ , and ݑସ ) while strategy 6 applies the use of mosquito
repellent with complete treatment and health education community simultaneously
(ݑଶ, ݑଷ, and ݑସ). Then in strategy 7 applying fogging and using mosquito repellent
with complete treatment (ݑଵ, ݑଶ, and ݑଷ), while strategy 8 applies fogging and the
use of mosquito repellent with public health education simultaneously (ݑଵ, ݑଶ, and
ݑସ. In strategy 9 apply all four controls simultaneously (ݑଵ, ݑଶ, ݑଷ, and ݑସ).
Numerical simulations are executed and cost effectiveness analysis, the result
show that strategies 1, 5, and 9 are cost effective. The least expensive strategy in
terms of cost is a strategy that implements fogging and complete treatment (strategy
1).