Pati Talas Termodifikasi Sebagai Kandidat Prebiotik dan Mikroenkapsulan Lactobacillus plantarum SU-LS36 Kering Semprot
View/ Open
Date
2021-01Author
Setiarto, R. Haryo Bimo
Kusumaningrum, Harsi Dewantari
Suryaatmadja, Sri Laksmi
Khusniati, Tatik
Metadata
Show full item recordAbstract
Umbi talas (Colocasia esculenta) adalah sumber daya pangan lokal khas Bogor yang tersedia dalam jumlah besar namun belum dimanfaatkan secara optimal. Diversifikasi umbi talas Bogor sebagai pangan fungsional melalui modifikasi pati talas dengan pemanasan annealing, heat moisture treatment (HMT) dan autoclaving-cooling perlu dikaji lebih lanjut. Pati talas termodifikasi (PTTm) dengan teknik pemanasan (annealing, HMT dan autoclaving-cooling) diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai sumber prebiotik dan mikroenkapsulan untuk probiotik L. pantarum SU-LS36. Sifat prebiotik pati talas termodifikasi (PTTm) masih belum pernah dikaji sebelumnya, sehingga perlu dilakukan evaluasi lebih lanjut khususnya terkait parameter indeks, efek dan aktivitas prebiotik serta resistensinya terhadap simulasi cairan lambung. Pati talas termodifikasi (PTTm) sebagai bahan enkapsulan perlu diuji dan divalidasi kualitasnya dalam proses mikroenkapsulasi L. plantarum SU-LS36. Pengujian kualitas mikrokapsul L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi pati talas termodifikasi (PTTm) dilakukan berdasarkan efisiensi enkapsulasi, mikrostruktur, sintasan hidup pada suhu tinggi maupun dalam simulasi cairan lambung, cairan usus halus dan cairan kolon, serta analisis viabilitasnya selama penyimpanan pada suhu ruang. Informasi mengenai waktu dan proses pelepasan L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi menjadi sangat penting untuk membuktikan bahwa PTTm sebagai bahan enkapsulan mampu memberikan perlindungan yang optimal terhadap L. plantarum SU-LS36 selama dalam kondisi cairan asam lambung, garam empedu, enzim pencernaan di usus halus hingga dilepaskan dalam kolon.
Tantangan utama bagi industri berbasis probiotik adalah menjaga sintasan dan viabilitas probiotik terkait dengan masa simpan produk karena kultur probiotik sangat sensitif terhadap faktor lingkungan seperti asam, garam empedu, enzim dan oksigen. Terjadinya penurunan sintasan probiotik khususnya pada produk yang mengandung sel probiotik tanpa enkapsulasi dapat terjadi baik selama penyimpanan maupun dalam saluran pencernaan. Salah satu teknik untuk mempertahankan sintasan probiotik selama pengolahan hingga mencapai sistem pencernaan adalah mikroenkapsulasi dengan teknik pengeringan semprot. Ketersediaan bahan enkapsulan yang ideal sangat diperlukan untuk melindungi probiotik terhadap kondisi lingkungan yang buruk. Tujuan penelitian ini adalah a) Melakukan karakterisasi fisikokimia pati talas yang dimodifikasi dengan teknik annealing, HMT, dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan, b) Mengevaluasi sifat prebiotik pati talas termodifikasi, c) Mengkarakterisasi kualitas mikrokapsul L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi PTTm, serta menganalisis viabilitasnya dalam penyimpanan suhu ruang maupun pada pemanasan suhu tinggi, d) Menentukan sintasan, viabilitas, proses dan waktu pelepasan L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi PTTm dalam simulasi saluran pencernaan secara in-vitro.
Pada tahap pertama penelitian ini dianalisis pengaruh perlakuan annealing, siklus pemanasan bertekanan-pendinginan dan heat moisture treatment (HMT) terhadap mikrostruktur dan karakteristik fisikokimia pati talas. Pati talas diberikan perlakuan annealing (24 jam, 50oC), heat moisture treatment (HMT) (kelembaban 25%, 3 jam, 110oC), dan pemanasan bertekanan (15 menit, 121oC) - pendinginan (24 jam, 4oC) dengan 1, 2 dan 3 siklus. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) mengubah mikrostruktur pati talas menjadi struktur yang kompak dan padat sehingga sulit dihidrolisis oleh enzim porcine pancreatin. Analisis pasting properties dan profil gelatinisasi menunjukkan bahwa perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) meningkatkan resistensi pati talas terhadap proses pemanasan, pengadukan, dan memiliki karakteristik retrogradasi yang rendah. Perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) meningkatkan water binding capacity (WBC) (73.84%), kelarutan (44.58%), dan swelling power (16.71%) dari pati talas. WBC memiliki korelasi positif dengan kelarutan dan swelling power. Perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) meningkatkan kandungan amilosa (27.40%) dan menurunkan kadar gula pereduksi (6.36%) dari pati talas. Pati talas termodifikasi pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) memiliki nilai tambah sebagai kandidat prebiotik dan bahan mikroenkapsulan jika dibandingkan dengan pati talas HMT dan annealing berdasarkan karakteristik fisikokimia.
Tahap kedua dari penelitian ini dilakukan analisis daya cerna dan komposisi sifat ketercernaan pati talas termodifikasi serta evaluasi sifat prebiotik pati talas dengan perlakuan pemanasan yang berbeda (annealing, HMT dan siklus pemanasan bertekanan-pendinginan). Hasil penelitian menunjukkan bahwa kandungan pati resisten/ resistant starch (RS) dan pati yang lambat dicerna/ slowly digestible starch (SDS) pada pati talas termodifikasi (PTTm) meningkat secara signifikan untuk semua perlakuan pemanasan. Selanjutnya, pati talas termodifikasi (PTTm) dengan perlakuan pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) menunjukkan sifat prebiotik unggul yang ditunjukkan dengan resistensinya yang tinggi dalam cairan simulasi asam lambung (90.19%), efek prebiotik tinggi (2.45), indeks prebiotik tinggi (1.96) serta aktivitas prebiotik (0.072) terhadap Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). Pati talas termodifikasi (PTTm) ini juga memiliki kandungan resistant starch (RS) (21.34%) dan slowly digestible starch (SDS) (27.17%) yang tinggi serta daya cerna yang rendah (64.41%). Oleh karena itu pati talas termodifikasi (PTTm) pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) cukup prospektif diaplikasikan sebagai kandidat prebiotik jika dibandingkan dengan PTTm annealing dan PTTm HMT.
Pada tahap ketiga penelitian ini, pati talas termodifikasi (PTTm) digunakan sebagai bahan enkapsulan alternatif untuk mikroenkapsulasi L. plantarum SU-LS 36 dengan teknik pengeringan semprot. Pati talas termodifikasi yang digunakan adalah pati talas dengan perlakuan heat moisture treatment (HMT) dan pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C). Mikroenkapsulasi L. plantarum SU-LS 36 dengan spray dryer dilakukan pada inlet udara konstan (125oC) dan suhu outlet (50oC), laju aliran umpan (4 mL/ menit), laju aliran udara pengeringan (20 m3/jam) dan udara tekanan (0.196 MPa). Pati talas termodifikasi (PTTm) AC-2C sebagai bahan enkapsulan mampu menghasilkan mikrokapsul dengan bentuk bulat dan memberikan perlindungan optimal selama pengeringan semprot. Pati talas termodifikasi (PTTm) pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) cukup prospektif digunakan sebagai bahan enkapsulan L. plantarum SU-LS36 karena menunjukkan yield produksi yang lebih baik (40.19%), efisiensi enkapsulasi tinggi (89.83%), melindungi Lactobacillus plantarum SU-LS 36 terenkapsulasi terhadap pemanasan suhu tinggi (70oC), dan mampu mempertahankan viabilitas selama 6 minggu pada penyimpanan suhu ruang (27oC).
Tahap keempat dari penelitian ini bertujuan mengevaluasi sintasan dan proses pelepasan Lactobacillus plantarum SU-LS36 terenkapsulasi dalam Simulasi Cairan Lambung (SCL), Simulasi Cairan Usus (SCU), dan Simulasi Cairan Kolon (SCK). Profil FTIR pada penyerapan bilangan gelombang 1654.03 – 1023.28 cm-1 menunjukkan keberadaan ikatan medium, stretching yang membentuk senyawa amina sebagai penyusun peptidoglikan dinding sel L. plantarum SU-LS 36. Vibrasi inframerah 1868.31 cm-1 yang ditunjukkan oleh PTTm AC-2C membuktikan keberadaan C = O stretching anhydride dan CH bending aromatic. L. plantarum SU-LS 36 terenkapsulasi PTTm AC-2C menunjukkan sintasan hidup tertinggi dalam SCL (6.95 Log CFU gram-1) (77.19%), SCU (7.09 Log CFU gram-1) (78.52%), SCK (7.85 Log CFU gram-1) (87.03%) setelah masa inkubasi 4 jam. Durasi waktu pelepasan L. plantarum SU-LS 36 terenkapsulasi pati talas termodifikasi (PTTm) pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) dalam kondisi SCL selama 2 jam, kondisi SCU selama 3 jam, dan kondisi SCK selama 1 jam. PTTm AC-2C memiliki resistensi terhadap kondisi SCL dan SCU, tetapi mudah dilarutkan (terdisolusi) dalam kondisi SCK sehingga sel L. plantarum SU-LS 36 terenkapsulasi PTTm AC-2C dapat terlepas (release) yang dibuktikan dengan analisis SEM. Proses pelepasan L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi pati talas termodifikasi (PTTm) pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) terjadi melalui proses disolusi (pelarutan) yang ditunjukkan dengan tidak terlihatnya bahan enkapsulan pada SEM setelah 2 jam dalam kondisi SCL. Proses pelepasan L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi PTTm pemanasan bertekanan-pendinginan 2 siklus (AC-2C) terjadi melalui proses degradasi (rupture) yaitu bahan enkapsulan pati talas termodifikasi (PTTm) mengalami kerusakan oleh aktivitas enzim porcine pancreatin yang terlihat pada SEM setelah 3 jam dalam kondisi SCU. Proses pelepasan L. plantarum SU-LS36 terenkapsulasi terjadi melalui proses disolusi (pelarutan) yang ditunjukkan dengan tidak terlihatnya bahan enkapsulan pada SEM setelah 1 jam dalam kondisi SCK. PTTm AC-2C memiliki kapasitas perlindungan yang baik karena mampu mempertahankan viabilitas sel L. plantarum SU-LS36 sampai di kolon sebesar 6.04 Log CFU gram-1. Jumlah tersebut sudah cukup untuk memenuhi nilai MBV (minimum biovalue) probiotik yang dipersyaratkan oleh US FDA yaitu minimal 106 CFU gram-1. PTTm AC-2C berfungsi sebagai pelindung untuk L. plantarum SU-LS36 karena tahan terhadap kondisi hidrolisis SCL dan SCU sehingga hanya sebagian kecil sel L. plantarum SU-LS36 yang terlepas. PTTm AC-2C mudah larut dalam SCK sehingga sel L. plantarum SU-LS 36 dapat terlepas cepat (fast release) dari bahan enkapsulannya di kolon. Taro tuber (Colocasia esculanta) is Bogor indigenous food resource which is available in large quantities but has not been utilized optimally. The diversification of Bogor taro tubers as functional food through modification of taro starch by heating annealing, heat moisture treatment (HMT), and autoclaving-cooling needs to be studied further. Modified taro starch (MTS) with heating techniques (annealing, HMT, and autoclaving-cooling) is expected to be used as a source of prebiotics and microencapsulants for the probiotic L. plantarum SU-LS36. The prebiotic properties of modified taro starch (MTS) has never been studied before, so it is necessary to carry out further evaluation, especially regarding the index, effects, and prebiotic activity as well as their resistance to simulation gastric juice. Modified taro starch (MTS) as an encapsulant material needs to be tested and validated for its quality in the microencapsulation process of L. plantarum SU-LS36. Testing quality of the encapsulated L. plantarum SU-LS36 was carried out based on the encapsulation efficiency, microstructure, survivability at high temperature as well as simulations gastric juice (SGJ), simulation intestine juice (SIJ), and simulation colonic juice (SCJ), as well as analysis of their viability during storage at room temperature. Information about the time and process of releasing encapsulated L. plantarum SU-LS36 is very important to prove that modified taro starch (MTS) as an encapsulant is able to provide optimal protection against L. plantarum SU-LS36 during conditions of gastric acid, bile salts, and digestive enzymes in the small intestine until released in the colon.
The main challenge for the probiotic-based industry is maintaining the survival and viability of probiotics concerning the shelf life of the product because probiotic cultures are very sensitive to environmental factors such as acids, bile salts, enzymes, and oxygen. Reduction in probiotic survival, especially in products containing probiotic cells without encapsulation, can occur both during storage and in the digestive tract. The one technique to maintain probiotic survival during processing until it reaches the digestive system is microencapsulation using a spray drying technique. The availability of ideal encapsulant material is needed to protect probiotics against adverse environmental conditions. The objectives of this study were a) Characterization the physicochemical of taro starch which modified by annealing, HMT, and autoclaving-cooling cycle, b) Evaluation the prebiotic properties of modified taro starch (MTS), c) Characterization the quality of L. plantarum SU-LS36 encapsulated MTS, and analyzing its viability in room temperature storage as well as at high-temperature heating, d) Determination the survival, viability, process and release time of L. plantarum SU-LS36 encapsulated modified taro starch (MTS) in the digestive tract simulation in-vitro.
The first stage of this research has investigated the effects of annealing, autoclaving-cooling, and heat moisture treatment on the microstructure and physicochemical characteristics of taro starch. The taro starch was treated by the annealing process (24 hours, 50oC), the heat moisture treatment (HMT) (moisture 25%, 3 hours, 110oC), and the autoclaving (15 minutes, 121oC) - cooling (24 hours, 4oC) with 1, 2 and 3 cycles. The results show that the autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) changed the microstructure of taro starch into compact and dense structure that cannot be hydrolyzed by pancreatic enzymes. Pasting properties analysis showed that the autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) improved shear stress resistance, heat resistance, and low retrogradation modified taro starch (MTS). The autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) treatment increased water binding capacity (73.84%), solubility (44.58%), and swelling power (16.71%) of modified taro starch (MTS). The water-binding capacity had a positive correlation with solubility and swelling power. The autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) treatment increased amylose content (27.40%) and decreased reducing sugar level (6.36%) of MTS. Modified taro starch autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) more prospective to be applied as prebiotic candidate and microencapsulan compared to HMT and annealing based on physicochemical characteristics.
The second stage of this research has investigated the composition of digestible starch and prebiotic properties of taro starch due to different heating treatments. The results showed that resistant starch (RS) and slowly digestible starch (SDS) contents in the modified taro starches (MTS) by all heat treatments increased significantly. Furthermore, MTS by autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) showed the best prebiotic properties indicated by high resistance in simulated gastric acid (90.19%), high prebiotic effect (2.45), high prebiotic index (1.96) as well as prebiotic activity (0.072) towards Enteropathogenic Escherichia coli (EPEC). This MTS also has high resistant starch (RS) (21.34%) and slowly digestible starch (SDS) (27.17%) content as well as low digestibility (64.41%). Hence, autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) MTS is more prospective to be used as the prebiotic candidate than MTS annealing and HMT.
The third stage of this research, taro starch was modified and used as alternative encapsulant for microencapsulation of L. plantarum SU-LS 36 by spray drying. Modification of taro starch was conducted by heat moisture treatment (HMT) and autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C). Microencapsulation of L. plantarum SU-LS 36 by spray dryer was done at constant air inlet (125oC) and outlet temperature (50oC), feed flow rate (4 mL/min), drying air flow rate (20 m3/hour) and air pressure (0.196 MPa). The modified taro starch autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) as encapsulant material, was able to produce microcapsules with round shaped and provides optimal protection during spray drying. The modified taro starch autoclaving-cooling 2 cycles (AC-2C) is prospective to be used as encapsulant for L. plantarum SU-LS36 since it showed better production yield (40.19%), high encapsulation efficiency (89.83%), protected the encapsulated bacteria to heat temperature (70oC), and showed the lowest viability decreasing during storage up to 6 weeks at room temperature.
The fourth stage of this research aimed to evaluate the survivability and release process of encapsulated L. plantarum SU-LS36 in Simulated Gastric Juice (SGJ), Simulated Intestinal Juice (SIJ), and Simulated Colon Juice (SCJ). Three taro starch types were native taro starch (NTS), modified by high moisture treatment (HMT MTS) and autoclaving cooling-2 cycles (AC-2C-MTS), as well as, maltodextrin were used for microencapsulation. FTIR profile on the absorption of wave numbers 1654.03 - 1023.28 cm-1 shows the presence of medium, stretching bonds that form amine compounds. Infrared vibration 1868.31 cm-1 shown by MTS AC-2C proved the existence of C = O stretching anhydride and CH bending aromatic. L. plantarum SU-LS 36 encapsulated by AC-2C MTS showed the highest survivability in SGJ (6.95 Log CFU gram-1) (77.19%), SIJ (7.09 Log CFU gram-1) (78.52%), SCJ (7.85 Log CFU gram-1) (87.03%) after an incubation period of up to 4 hours. The duration of release of the encapsulated L. plantarum SU-LS 36 under SGJ for 2 hours, SIJ was 3 hours, and SCJ for 1 hour. Modified taro starch AC-2C has resistance to SGJ and SIJ conditions, but it is easily dissolved (dissolved) in SCJ conditions so that L. plantarum SU-LS 36 encapsulated can be released from encapsulan AC-2C MTS as proven by SEM analysis. The process of releasing the encapsulated L. plantarum SU-LS36 occurred through a dissolution process which was shown by the absence of the MTS encapsulant material after 2 hours under SGJ conditions. The process of releasing the encapsulated L. plantarum SU-LS36 occurs through a degradation process (rupture) so that the MTS encapsulant material is damaged by the activity of the porcine pancreatin enzyme after 3 hours under SIJ conditions. The process of releasing the encapsulated L. plantarum SU-LS36 occurs through a dissolution process which was shown by the absence of the MTS encapsulant material after 1 hour under SCJ conditions. Modified taro starch AC-2C has a good protective capacity because it was able to maintain the viability of L. plantarum SU-LS36 cells to the colon (6.04 Log CFU gram-1). MTS AC-2C can function as a protector for L. plantarum SU-LS36 because it is resistant to the SGJ and SIJ hydrolysis conditions, so that only a small portion of L. plantarum SU-LS36 cells are released. MTS AC-2C dissolves easily in SCJ, so that L. plantarum SU-LS 36 cells can fast release from their encapsulant material in the colon.