Produksi, Potensi, dan Karakterisasi Plantarisin dari Lactobacillus plantarum S34 secara in vivo pada mencit ddY.
View/ Open
Date
2020Author
Ahaddin, Arido Yugovelman
Budiarti, Sri
Mustopa, Apon Zaenal
Metadata
Show full item recordAbstract
Resistensi antibiotik merupakan permasalahan yang timbul akibat kesalahan
penggunaan antibiotik yang tidak tepat sehingga mikroorganisme dapat
menyesuaikan diri untuk bertahan hidup. Beberapa mikroorganisme dilaporkan
memiliki resistensi terhadap lebih dari satu jenis antibiotk/multiple drug resistence
(MDR). Di Indonesia, keberadaan bakteri yang telah memiliki resistensi terhadap
antibiotik telah ditemukan, seperti pada golongan Staphylococcus, Pseudomonas,
Proteus, Shigella, Klebsiella, Escherichia, dan Salmonella. Berbagai upaya
dilakukan untuk menangani kasus yang disebabkan oleh bakteri MDR, seperti
bakteriofag maupun ekstrak kasar plantarisinlorasi bahan berpotensi antimikrob,
salah satunya adalah peptida antimikrob seperti plantarisin.
Penelitian mengenai plantarisin yang berasal dari Lb. plantarum telah
dilakukan sebelumnya dengan mengisolasi Lb. plantarum S34 dari bekasam.
Aktivitas antimikrob plantarisin diketahui mampu menghambat pertumbuhan
mikroorganisme, seperti Escherichia coli, Listeria innocua, Micrococcus luteus,
Enterococcus casseliflavus, Lactococcus lactis lactis, dan Lactobacillus plantarum.
Aktivitas antimikrob yang lebar ini menjadikan plantarisin sebagai kandidat
senyawa antimikrob yang baru. Sebagai kandidat antimikrob baru, pengujian
terhadap keamanan dan efektivitas antimikrob plantarisin S34 baik secara in vitro
maupun in vivo harus dilakukan. Pada penelitian ini pengujian terhadap keamanan
plantarisin dilakukan secara in vivo dengan pengamatan selama 48 jam dengan
dosis 50, 100, 1000, dan 5000 mg/kgBB.
Identifikasi berat molekul menggunakan SDS-PAGE menunjukkan adanya
pita pada posisi 7.34 kDa dan 5.82 kDa. Protein dengan bobot <10 kDa ini diduga
merupakan plantarisin tipe II. Dua buah pita yang muncul diduga sebagai
plantarisin EF dan JK. Pita pada posisi 7.34 yang diduga sebagai plantarisin EF juga
mirip dengan total bobot molekul dari plantarisin E yang sebesar 3.75 kDa dan
plantarisin F sebesar 3.86 kDa. Sedangkan pita dengan ukuran 5.82 memiliki
ukuran yang hampir sama dengan berat molekul plantarisin JK jika dihitung
menggunakan rata-rata bobot molekul asam amino. Pengujian terhadap aktivitas
ekstrak kasar plantarisin menunjukkan aktivitas yang kuat terhadap EPEC K1.1 dan
S. aureus, aktivitas baik terhadap S.typhimurium dan Proteus, dan lemah terhadap
S. typhosa
Hasil pengujian terhadap toksisitas ekstrak kasar plantarisin S34 tidak
menunjukkan adanya perubahan yang signifikan. Penurunan maupun kenaikan
yang dialami mencit masih berada pada rentang normal mencit. Pengamatan
terhadap kadar biokimia darah ureum dan kadar SGPT. Kenaikan kadar ureum
dapat diakibatkan oleh pemecahan secara enzimatik ekstrak kasar plantarisin S34
oleh enzim proteolitik. Pemecahan protein ini menghasilkan urea maupun amoniak
pada darah yang akan dibuang melalui feses maupu urin. Kadar SGPT meningkat
dapat dikarenakan adanya aktivitas penguraian oleh enzim proteolitik yang
dihasilkan oleh hati. Namun demikian, peningkatan kadar SGPT masih dalam taraf
5
normal sehingga tidak menunjukkan adanya kelainan pada fungsi organ hati.
Pengamatan terhadap organ ginjal maupun hati tidak menunjukkan adanya
kerusakan yang diakibatkan oleh pemberian ekstak kasar plantarisin S34.
Pemberian ekstrak kasar plantarisin S34 menunjukkan tidak ada gejala toksisitas
baik secara analisis hematologi maupun hstopatologi hingga dosis 5000 mg/kgBB.