Analisis Tata Kelola Rantai Nilai Kakao di Provinsi Sulawesi Barat
Abstract
Tata kelola (Governance) merupakan salah satu bentuk upaya yang dilakukan
dari mengatur hingga mengelola sebuah sistem dalam mencapai tujuan tertentu
untuk dapat meraih manfaat dari adanya aturan. Aturan tersebut diberlakukan dalam
sebuah organisasi atau lembaga yang bekerjasama dengan beberapa individu dan
kelompok sehingga memperoleh keuntungan secara bersama-sama. Tata kelola dari
rantai nilai (Value Chain Governance) dapat menggambarkan pola mengenai
koordinasi yang terjalin pada masing-masing pelaku yang terlibat dalam kegiatan
pemasaran biji kakao. Pengembangan rantai nilai merupakan proses partisipatif
melalui intervensi secara menyeluruh dan terkoordinir untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi yang pro-masyarakat khususnya pada petani kecil serta
semua pelaku rantai nilai, termasuk produsen yang miskin sumber daya. Sehingga
analisis sistem rantai nilai yang menekankan pada tata kelola (Governance) dapat
membuat kita memahami mengenai kondisi, tantangan, dan kompetisi terjalin.
Tata kelola rantai nilai dapat menggambarkan pola koordinasi yang terkait
dengan masing-masing pelaku dan menunjukkan bentuk atau jenis pada tipe tata
kelola dari setiap rantai yang terlibat dalam pemasaran biji kakao. Penelitian ini
dilakukan untuk (1) menganalisis bentuk tata kelola rantai nilai (2) menganalisis
rantai nilai pemasaran kakao dalam tata kelola rantai nilai dan (3) menganalisis nilai
tambah pada kegiatan pengolahan biji kakao yang terjadi di Sulawesi Barat.
Metode yang digunakan adalah analisis Value Chain Governance (VCGs)
dengan memilih 114 responden secara snowball sampling yang dilakukan pada Juli
hingga September 2018. Hasil penelitian terdapat 3 rantai nilai dengan jenis tata
kelola yaitu pada rantai nilai 1 (petani - pedagang pengumpul - pedagang besar)
menunjukan tipe Market, rantai nilai 2 (petani – pedagang besar) tipe Modular,
rantai nilai 3 (petani – pengolahan) menunjukan tipe hirarki. Menurut hasil analisis
efisiensi pemasaran melalui perhitungan marjin pemasaran, dan farmer’s share
terhadap biaya, maka rantai yang relatif lebih efisien dibandingkan rantai lainnya
yaitu dengan perolehan margin terendah 18.72 persen dan farmer’s share tertinggi
81. 28 persen terjadi pada rantai kedua. Sedangkan kegiatan pengolahan dapat
memberikan nilai tambah pada produk olahan kakao dengan persentase tingkat
keuntungan tertinggi 50.80 persen. Olahan biji kakao yang dihasilkan oleh kegiatan
pengolahan biji kakao di Sulawesi Barat dengan kapasitas mesin 15 kg untuk satu
kali produksi terdapat dua jenis yaitu olahan tepung (powder) dan cokelat batang
(bar chocolate).
Collections
- MT - Economic and Management [2878]