Studi Etnoekologi Masyarakat Adat Trah Bonokeling di Wilayah Kabupaten Banyumas dan Cilacap
View/ Open
Date
2020Author
Sari, Indah Anugrah
Sulistijorini
Purwanto, Yohanes
Metadata
Show full item recordAbstract
Masyarakat trah Bonokeling dalam aktivitas sehari-hari mengandalkan mata pencaharian utama dari hasil bertani dan berkebun. Ketergantungan yang tinggi terhadap sumber daya alam dan perubahan kondisi lingkungan yang seringkali kurang menguntungkan menyebabkan mereka terus berupaya mengembangkan pengetahuan yang dimiliki sebagai salah satu bentuk upaya untuk mempertahankan kelangsungan hidup. Dalam konteks studi etnoekologi, eksistensi masyarakat Bonokeling menarik untuk diteliti mengingat pengetahuan mereka memiliki pola-pola yang unik terutama terkait dengan penataan ruang. Selain itu, pengetahuan mereka ditemukan memiliki kearifan tersendiri sesuai dengan cara adaptasi terbaik terhadap tuntutan kondisi alam lingkungannya. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk memberikan studi komprehensif tentang pengetahuan masyarakat Bonokeling berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan lingkungan meliputi (1) pengetahuan tata kelola ruang, (2) nilai ekologi pengetahuan tentang lingkungan, (3) pengetahuan pemanfaatan keanekaragaman jenis tetumbuhan.
Data etnoekologi, vegetasi, dan etnobotani dikumpulkan dengan menggunakan metode kualitatif dan kuantitatif. Penilaian ekologi pengetahuan lokal Bonokeling dilakukan dengan menganalisis dampak aktivitas kegiatan masyarakat di setiap satuan lingkungan dan terhadap struktur dan dinamika populasi tetumbuhan yang dimanfaatkan. Hal ini selanjutnya dapat dibuktikan dengan menganalisis perbandingan nilai INP dan ICS untuk dapat digunakan dalam menentukan strategi pengelolaan dan pemanfaatan secara berkelanjutan.
Hasi penelitian menunjukkan landasan ilmiah cosmos, corpus, dan praxis dalam bidang studi etnoekologi dipahami secara lokal oleh masyarakat dalam bentuk pengertian pakem, titen, dan laku. Ketiga hal tersebut menjadi landasan pengetahuan tata ruang oleh masyarakat adat trah Bonokeling. Pakem atau pengetahuan yang berasal dari wasiat leluhur menjadi pengetahuan yang hingga kini terus disempurnakan. Selanjutnya dengan menggunakan titen atau pengetahuan yang berasal dari pengamatan, percobaan, dan pengalaman pribadi memberikan peluang bagi masyarakat untuk terus mengembangkan pengetahuan yang dimiliki. Pengetahuan ini kemudian dibuktikan dengan laku atau aktivitas kegiatan masyarakat dalam mengkategorisasikan tipe lingkungan sesuai dengan kesamaan fungsi satuan-satuan lingkungan penyusunnya yaitu dusun, pekawisan, lemah garapan, panggenan wingit, dan sier. Setiap satuan lingkungan memiliki peruntukkan sesuai dengan kebutuhan masyarakat berturut-turut yaitu sebagai tempat bermukim, lahan budi daya, lahan produksi, konservasi tradisional, dan pengaturan sumber air.
Pekawisan atau pekarangan menjadi satuan lingkungan terpenting dengan nilai PDM sebesar 38-45 karena bermanfaat dalam menyokong pemenuhan kebutuhan subsisten, ekologi, estetika, sosial, budaya, dan ekonomi. Selain itu, pekarangan memiliki manfaat secara tidak langsung dalam upaya konservasi jensi-jenis asli. Pekarangan ditemukan memiliki jumlah jenis tetumbuhan
bermanfaat terbanyak dibandingkan satuan lingkungan lain yaitu di Desa Pekuncen (243 jenis) dan di Desa Adiraja (204 jenis). Hal ini terkait dengan beragam manfaat penting pekarangan secara langsung dalam kehidupan masyarakat sehingga beragam jenis-jenis tetumbuhan menjadi lebih banyak dibudidayakan masyarakat.
Pengetahuan lokal masyarakat Bonokeling tentang lingkungan dapat dibuktikan secara ilmiah memiliki nilai ekologi seperti dalam pengelolaan tipe lingkungan lemah garapan yang dilakukan tidak hanya untuk mengoptimalkan fungsi produksi, namun dapat memberikan keuntungan seperti pencegahan tanah longsor, pengoptimalan ruang dan fungsi lahan, pengaturan kondisi kesuburan lahan, dan pencegahan erosi yang disebabkan oleh pasang surut air laut. Selain itu, pada pengelolaan panggenan wingit telah dapat menunjukkan praktik konservasi tradisional terhadap keanekaragaman jenis tetumbuhan yang terjaga dengan baik dalam jangka waktu yang lama. Dalam upaya pengelolaan sampai pada pemanfaatan sumber daya alam hayati pada dasarnya telah dilakukan masyarakat dengan mengutamakan keselarasan, keseimbangan, dan keharmonisasian hubungan antara manusia dan alam.
Masyarakat Bonokeling diketahui memiliki pemahanan yang baik dalam memanfaatkan tetumbuhan. Pengetahuan ini terus dikembangkan dengan menggunakan titen. Masyarakat mengenal 288 jenis tetumbuhan. Mereka terbuka dan menerima adanya inovasi dengan mengenal jenis-jenis tanaman introduksi lebih banyak yaitu 77 %, dibandingkan jenis tanaman asli sebanyak 22 %. Jenis-jenis tanaman introduksi sengaja dipilih untuk dibudidayakan khususnya yang memiliki manfaat sebagai bahan pemenuhan kebutuhan subsisten, ekonomi, dan ekologi. Pemanfaatan tetumbuhan dapat dibedakan ke dalam 12 kategori. Jumlah jenis terbanyak (130 jenis) dimanfaatkan sebagai bahan pangan tambahan yang menjadi kebutuhan prioritas untuk memenuhi pangan secara mandiri.
Hasil analisis ICS diperoleh sebanyak empat jenis tanaman memiliki nilai ICS yang tinggi yaitu kelapa (74), jati (72), pari (64), dan gedang (54). Ragam kegunaan jenis-jenis tetumbuhan dapat menentukan nilai kepentingannya dalam kehidupan masyarakat adat trah Bonokeling. Jenis-jenis ini juga umumnya digunakan dengan intensitas penggunaan tinggi dan paling disukai masyarakat. Data ICS berkorelasi dengan data analisis vegetasi bahwa jenis-jenis ini memilki nilai INP yang tinggi di satuan lingkungan kebonan, talun, dan tanggul. Nilai INP yang tinggi pada jenis-jenis ini dapat memperlihatkan peranan secara ekologi di dalam satuan lingkungan yang diamati. Selain itu, jenis-jenis ini sengaja banyak dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Strategi pengelolaan yang dapat dilakukan untuk pemanfaatan yang berkelanjutan adalah dengan mempertahankan ketersediaan jenis melalui proses peremajaan kembali.