Pengembangan Dehidrasi Bioetanol dengan Adsorben Karbon aktif Bambu Petung (Dendrocalamus asper).
View/ Open
Date
2019Author
Wirawan, I Putu Surya
Sutrisno
Seminar, Boro Kudang
Nelwan, Leopold Oscar
Metadata
Show full item recordAbstract
Bambu telah lama dikenal oleh masyarakat Indonesia dan dipergunakan dalam kehidupan keseharian berbagai lapisan masyarakat Indonesia. Bambu merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui dan memiliki beberapa potensi sebagai bahan bangunan, kerajinan, dan bahan industri seperti pulp, arang dan karbon aktif. Bambu petung merupakan salah satu jenis bambu yang cukup banyak terdapat di wilayah Indonesia. Bambu petung memiliki kemampuan tumbuh yang cukup cepat dimana bambu dapat dipanen dengan waktu berkisar 3-4 tahun. Komposisi kimia bambu meliputi selulosa, lignin, pentosan, abu dan silika. Berdasarkan komposisi kimia yang dimiliki tersebut, bambu memiliki kriteria sebagai bahan dasar dalam pembuatan karbon aktif yang mudah didapat di wilayah Indonesia. Beberapa penelitian karbon aktif berbahan dasar dari bambu telah dilakukan salah satunya adalah pembuatan karbon aktif dari bambu dengan activating agent H3PO4 menghasilkan luas permukaan rata-rata 2123 m2/g. Bambu petung memiliki karakteristik yang unik, diantaranya yaitu pada proses karbonisasi pada suhu 500oC, karakter karbon dari bambu petung sudah homogen dan nilai kalor tertinggi yang dihasilkan pada bambu petung dengan atmosfer argon pada temperatur 500oC adalah 10924 Cal/g. Luas permukaan yang cukup besar yang diperoleh ini memperlihatkan bahwa bambu sangat baik sebagai bahan baku karbon aktif. Pemanfaatan karbon yang terbuat dari bambu telah banyak digunakan sebagai agen remediasi tanah dan adsorben logam berat untuk meningkatkan kinerja adsorpsi.
Pengembangan teknologi karbonasi perlu dilakukan untuk meningkatkan kualitas karbon dan industri produk bambu di Indonesia. Kualitas karbon yang baik menentukan kualitas karbon aktif yang dihasilkan. Salah satu fungsi karbon aktif adalah sebagai adsorben pada dehidrasi etanol. Selain karbon aktif, adsorben lain yang biasa digunakan pada dehidrasi etanol adalah zeolit alam, zeolit sintetis 4A dan membran silika. Dehidrasi dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan cara kimia dan fisika. Dehidrasi yang dilakukan secara kimia kurang efisien dibandingkan secara fisika sehingga pengembangan teknik dehidrasi secara fisika berkembang dengan pesat. Beberapa penelitian tentang dehidrasi khususnya dehidrasi etanol sudah banyak dilakukan; antara lain adalah pemisahan campuran etanol air dengan membran silika pada pervaporasi. Pemisahan etanol air juga dikembangkan dengan bahan karbon aktif dan alumina aktif pada kondisi non polar dimana kondisi ini dianggap paling efektif untuk pemisahan etanol air.
Penelitian ini terdiri dari tiga tahap yaitu meliputi : (1) proses pembuatan karbon aktif bambu petung, (2) menganalisis karakteristik karbon aktif bambu petung dan (3) dehidrasi etanol pada kolom adsorben menggunakan karbon aktif bambu petung sebagai adsorben. Tahap pertama bertujuan untuk memodifikasi metode aktivasi fisik pembuatan karbon aktif dengan bambu petung. Bambu yang digunakan dalam penelitian ini adalah bambu yang sudah kering dengan ukuran sisi 1 cm dengan kadar air rata-rata 9.96%. Tahapan pembuatan karbon aktif bambu petung dilakukan dua tahap yaitu tahap pertama proses karbonasi dan tahap kedua
proses aktivasi. Hal ini dilakukan untuk memperoleh karbon aktif yang lebih baik (Pari et al. 1996). Proses karbonasi dilakukan pada suhu 300oC selama 3 jam dengan tujuan menghilangkan zat-zat volatile yang terdapat pada bambu dan meningkatkan pembentukan karbon. Proses pencucian dilakukan untuk memisahkan karbon yang dihasilkan dengan abu pada proses karbonasi. Karbon bambu yang diperoleh setelah pemisahan dilakukan pengecilan ukuran dengan cara ditumbuk dan diayak dengan ukuran 80 mesh (bubuk kasar) dan 200 mesh (bubuk halus). Proses aktivasi dilakukan pada alat atmospheric fixed bed reactor dengan menambahkan activating agent H2O. Proses aktivasi dilakukan pada suhu 600oC dalam tabung reaktor dengan mengalirkan gas nitrogen dengan tujuan untuk membantu membersihkan pori karbon aktif dan membantu mengurangi unsur oksigen kompleks pada permukaan karbon dalam proses aktivasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengurangan massa karbon bambu petung setelah proses karbonasi mencapai 69.91%. Pengurangan massa karbon setelah proses aktivasi dengan ukuran karbon 80 mesh dan 200 mesh masing-masing adalah 27.97% dan 53.73%. Bulk density kedua sampel adalah 0.323 g/cm3 dan 0.328 g/cm3. Kesimpulan penelitian ini yaitu karbon bambu petung setelah dilakukan proses aktivasi mengalami pengurangan massa akibat masih adanya zat volatile yang mengalami penguapan yang terdapat pada karbon bambu petung.
Penelitian kedua dilakukan untuk menganalisis karakteristik fisik karbon aktif bambu petung dengan ukuran 80 mesh dan 200 mesh. Pengukuran struktur pori karbon aktif bambu petung dilakukan dengan menggunakan alat scanning electron microscopy (SEM) sedangkan luas permukaan karbon aktif diukur dengan bilangan iodin. Khusus karbon aktif ukuran 200 mesh yang dipeletkan, perhitungan luas permukaan karbon aktif diukur dengan metode BET dan Langmuir pada alat micromeritic. Hasil penelitian diperoleh kandungan unsur C pada ukuran 80 dan 200 mesh masing-masing adalah 86.11% dan 95.40% dengan luas permukaan masing-masing adalah 1516.34±84.38 m2/g dan 1954.95±184.97 m2/g. Diameter pori karbon aktif dengan ukuran 80 mesh berkisar 1-10.9 μm dan 200 mesh berkisar 1- 7.5 μm. Luas permukaan karbon aktif bambu petung yang dipeletkan kembali memiliki luas permukaan sebesar 217.738 m2/g. Kesimpulan pada tahap ini adalah ukuran pori karbon aktif memiliki luas permukaan yang cukup tinggi pada ukuran 80 dan 200 mesh. Luas permukaan dan kandungan unsur C pada karbon direkomendasikan sebagai adsorben pada dehidrasi etanol.
Penelitian tahap ketiga dilakukan untuk pengembangan dehidrasi etanol pada kolom adsorpsi untuk memperoleh konsentrasi etanol yang memenuhi syarat sebagai bahan baku energi terbarukan. Karbon aktif yang digunakan sebagai adsorben adalah karbon aktif dengan ukuran 80 dan 200 mesh. Pada tahap ini persiapan apparatus uji untuk dehidrasi etanol dibuat dari kaca kuarsa dimana pada kolom kondensasi dilengkapi pompa airasi untuk menjaga suhu kolom berkisar 28-30oC dengan tujuan mempercepat proses kondensasi etanol menuju tangki penampung. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa konsentrasi etanol yang diperoleh pada dehidrasi etanol menggunakan adsorben dengan ukuran 80 dan 200 mesh masing-masing adalah 98.32% dan 99.65%. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan luas permukaan karbon aktif kedua sampel mempengaruhi hasil konsentrasi etanol yang diperoleh. Kapasitas adsorpsi karbon aktif bambu petung dengan ukuran 80 mesh dan 200 mesh masing masing adalah 0.08 g/g dan 0.12 g/g dengan efisiensi adsorpsi 58% dan 91.25%. Kesimpulan pada penelitian ini adalah
vi
karbon aktif bambu petung dengan ukuran 200 mesh mampu memurnikan etanol sampai 99.65% dan memenuhi persyaratan sebagai bahan baku energi terbarukan yang dapat menggantikan bahan bakar minyak khususnya bensin.
Secara keseluruhan penelitian ini menunjukkan bahwa karbon aktif bambu petung dengan proses aktivasi menggunakan activating agent H2O mampu mendapatkan luas permukaan karbon aktif yang cukup tinggi dengan kandungan unsur C sampai 95.40%. Karbon aktif dengan kondisi seperti ini sangat baik sebagai adsorben pada dehidrasi etanol. Hal ini ditunjukkan dengan tercapainya konsentrasi etanol di atas 99.5% sebagai syarat minimum bioetanol sebagai bahan baku energi terbarukan.