Regresi Panel Terboboti Geografis pada Indeks Pembangunan Gender Jawa Tengah Tahun 2011-2015.
View/ Open
Date
2019Author
Lukiswati, Intan
Djuraidah, Anik
Syafitri, Utami Dyah
Metadata
Show full item recordAbstract
Data panel merupakan gabungan dari data cross section dan time series.
Data cross section ialah data yang dikumpulkan dari satu atau beberapa objek
pada suatu waktu tertentu. Sedangkan data time series adalah data yang
dikumpulkan dari satu atau beberapa objek yang diamati pada beberapa waktu
tertentu. Analisis data panel dapat didekati dengan tiga pendekatan yakni model
panel dengan pengaruh umum (CEM), model panel dengan pengaruh tetap (FEM),
dan model panel dengan pengaruh acak (REM). Data panel juga terkadang
mengandung efek spasial yaitu salah satunya keragaman spasial. Pendugaan
parameter model data panel yang mengandung keragaman spasial dapat dilakukan
dengan menggunakan suatu metode analisis yang disebut Regresi Panel Terboboti
Geografis (RPTG).
Salah satu langkah dalam analisis RPTG adalah melakukan pembobotan
menggunakan fungsi kernel. Fungsi pembobot kernel yang sering digunakan
dalam penelitian antara lain kernel kuadrat ganda, gauss, eksponensial, dan
tricube. Pembobotan membutuhkan lebar jendela yaitu suatu radius yang
ditunjukkan oleh suatu lingkaran yang menggambarkan jumlah atau proporsi
amatan yang masih dianggap berpengaruh dalam pemodelan RPTG suatu lokasi
tertentu. Jenis lebar jendela dibedakan menjadi lebar jendela tetap dan lebar
jendela adaptif. Lebar jendela tetap memiliki besar radius sama untuk setiap
amatan, sedangkan lebar jendela adaptif memiliki besar radius yang berbeda untuk
setiap amatan. Lebar jendela optimum diperoleh melalui validasi silang (Cross
Validation/CV) dengan proses iterasi.
Indeks Pembangunan Gender (IPG) adalah suatu ukuran yang menentukan
tingkat keberhasilan pembangunan dengan permasalahan gender. IPG sama
dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) namun dibedakan menurut jenis
kelamin. IPG merupakan rasio antara IPM perempuan dengan IPM laki-laki. Jika
IPG kurang dari 100 maka terdapat kesenjangan antara pembangunan perempuan
dan laki-laki. Komponen yang menyusun IPG antara lain faktor umur panjang dan
hidup sehat, pengetahuan, dan standar hidup layak. Masalah ketimpangan gender
di Indonesia saat ini masih terjadi dalam pelaksanaan pembangunan manusia.
Kesenjangan tersebut terlihat pada beberapa aspek salah satunya aspek
kesempatan kerja dan ekonomi. Jawa Tengah merupakan provinsi terbesar di
Pulau Jawa dengan IPG yang cenderung meningkat selama 2011 sampai 2015.
Meskipun IPG Jawa Tengah cukup tinggi, tapi lebih rendah jika dibandingkan
dengan beberapa provinsi lain di Jawa yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.
Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan IPG pada perempuan di Jawa Tengah
tahun 2011 hingga 2015 menggunakan metode RPTG. Data yang digunakan
dalam penelitian bersumber dari BPS (Badan Pusat Statistik). Peubah-peubah
penjelasnya antara lain angka harapan hidup, presentase penduduk yang
mengalami keluhan kesehatan, angka partisipasi sekolah SD/sederajat, angka
partisipasi sekolah SMP/sederajat, angka partisipasi sekolah SMA/sederajat,
pengeluaran perkapita, dan tingkat partisipasi angkatan kerja. Pemilihan peubah
penjelas berdasarkan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Peubah-peubah
penjelas yang digunakan sesuai dengan komponen IPG.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa analisis RPTG dapat
memprediksi keragaman data IPG perempuan di Provinsi Jawa Tengah tahun
2011 hingga 2015 dengan pseudo R2 84.92%. Nilai IPG selama tahun 2011
hingga 2015 tidak jauh berbeda. Artinya bahwa faktor waktu tidak berpengaruh
nyata. Namun faktor spasial yang berpengaruh nyata pada IPG. Berdasarkan
peubah yang nyata, kabupaten/kota di Jawa Tengah dapat dikelompokkan menjadi
11 kelompok. Sebagai contoh Kabupaten Demak, Kudus, Pati, dan Kota
Semarang membentuk satu kelompok berdasarkan peubah penjelas yang nyata
pada IPG. Keempat kabupaten/kota tersebut dilalui oleh jalur Pantai Utara Jawa
(Pantura) sehingga struktur sosial ekonominya sama. Selain itu Kabupaten
Semarang dan Kota Salatiga dengan peubah penjelas nyata adalah APS
SMA/sederajat dan pengeluaran per kapita. Dua kabupaten/kota tersebut
merupakan sentra industri tekstil dan pengolahan makanan minuman sehingga
struktur ekonomi dan tenaga kerjanya sama. Namun ada juga kabupaten/kota yang
tidak membentuk kelompok dengan yang lain karena letaknya yang bersebelahan
dengan provinsi lain. Penelitian ini menyimpulkan peubah penjelas yang nyata di
seluruh kabupaten/kota di Jawa Tengah adalah pengeluaran per kapita. Hal ini
menunjukkan faktor yang berpengaruh besar pada IPG adalah faktor ekonomi.
Hasil tersebut dapat digunakan pemerintah daerah untuk meningkatkan IPG.
Peubah angka harapan hidup, persentase penduduk yang mengalami keluhan
kesehatan, dan APS SD/sederajat mendominasi pada kelompok-kelompok,
sedangkan TPAK sama sekali tidak berpengaruh terhadap IPG pada seluruh
kabupaten/kota di Jawa Tengah.