Valorisasi Black Soldier Fly (Hermetia illucens) Fase Prepupa Rendah Kitin sebagai Alternatif Tepung Ikan In vitro
View/ Open
Date
2019Author
Nafisah, Ainun
Nahrowi
Mutia, Rita
Jayanegara, Anuraga
Metadata
Show full item recordAbstract
Protein merupakan senyawa penting yang dibutuhkan oleh tubuh sebagai salah satu nutrien penyusun sel, pengatur pertumbuhan dan berbagai proses mekanisme hormon maupun reproduksi. Salah satu indikator kualitas pakan adalah kandungan protein. Alih fungsi lahan merupakan salah satu faktor yang mengancam ketersediaan pakan baik serealia maupun hijauan. Selain ketersediaannya yang tidak terjamin sepanjang tahun terutama pada musim kemarau, kualitas hijauan di daerah tropis memiliki fluktuasi yang signifikan dikarenakan faktor lingkungan dan keberagaman kualitas tanah. Hijauan khususnya rumput, umumnya memiliki kandungan protein dan beberapa nutrien yang rendah seperti mineral. Hijauan jenis leguminosa memiliki kandungan protein yang relatif lebih tinggi dari rumput juga mengalami keterbatasan produksi dikarenakan semakin menyempitnya lahan pertanian yang digunakan untuk menanam tanaman pakan. Hal tersebut yang menyebabkan peternak bergantung ke bahan pakan sumber protein hewani seperti tepung ikan yang harganya lebih mahal dibandingkan dengan leguminosa. Mahalnya harga tepung ikan membuat peternak tidak mampu membeli atau memberikannya dalam jumlah sedikit. Selain itu, tepung ikan juga dimugkinkan memiliki kontaminasi berupa logam berat dan mikroba patogen seperti Salmonela. Kedua faktor tersebut yang menyebabkan perlu adanya alternatif bahan pakan sumber protein hewani yang murah, berkualitas baik, tidak membutuhkan lahan yang luas dan dapat disuplai dengan mudah.
Insekta merupakan hewan yang dapat dijadikan pakan dan memiliki kandungan protein yang tinggi dengan profil asam amino yang baik dan seimbang. Penggunaan insekta sebagai sumber pakan menjadi salah satu solusi yang sangat berpotensi untuk mengatasi terbatasnya suplai pakan khususnya sebagai sumber protein. Kelebihan insekta dibandingkan dengan sumber pakan lain asal tanaman dan hewan adalah kemampuannya dalam mengkonversi limbah organik menjadi tubuhnya dengan tingkat efisiensi yang sangat tinggi dengan kebutuhan air yang rendah. Salah satu spesies insekta yang berpotensi digunakan sebagai pakan adalah larva black soldier fly (BSF, Hermetia illucens) dikarenakan sistem produksinya yang mudah, kecepatan tumbuh yang pesat dan kandungan protein yang tinggi sekitar 40% (Liland et al. 2017). Namun demikian BSF mengandung kitin yang menghambat proses utilisasi nutrien pada saluran pencernaan ternak. Kandungan kitin semakin meningkat seiring dengan bertambahnya umur BSF. Hal tersebut menyebabkan BSF fase prepupa kurang diminati untuk dijadikan pakan karena tinggi kandungan kitin pada eksoskeletonnya.
Kelebihan dari BSF fase prepupa dibandingkan dengan fase larva yaitu ukuran tubuh yang lebih besar sehingga biomasa yang didapat juga semakin besar. Penghambatan proses utilisasi nutrien khususnya serat oleh adanya kandungan kitin dalam BSF fase prepupa memiliki keuntungan yaitu menghindari akumulasi H2 yang menjadi subtrat utama dalam pembentukan metana, sehingga emisi
metana dapat ditekan. Emisi metana yang oleh ternak ruminansia perlu dikurangi karena merupakan bentuk kehilangan energi sekitar 4-14% dari energi yang dikonsumsi. Oleh karena itu perlu dilakukan strategi pengolahan dan valorisasi BSF untuk menurunkan efek negatif kitin yaitu berupa pemisahan eksoskeleton, fermentasi menggunakan mikroba kitinolitik dan proses ensilase yang diharapkan dapat meningkatkan kecernaan dan hasil fermentasi in vitro serta menurunkan terbentuknya gas metana.
Tujuan penelitian ini yaitu menurunkan kandungan kitin BSF dengan berbagai pengolahan sebagai alternatif tepung ikan dan menganalisa pengaruh penggunaannya terhadap kecernaan dan hasil fermentasi in vitro. Rancangan percobaan yang digunakan untuk penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (RAK) terdiri dari 6 perlakuan dan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini yaitu BSF fase prepupa kontrol (P0), BSF fase prepupa tanpa eksoskeleton (P1), tepung ikan (P2), BSF fase prepupa fermentasi menggunakan Bacillus subtilis ATCC 19659 (P3), silase BSF fase prepupa + asam propionat (P4) dan silase BSF fase prepupa tanpa penambahan asam propionat (P5). Parameter yang akan diuji pada penelitian ini yaitu kandungan kimia, NDF, ADF, NDICP, ADICP, KcBK, KcBO, konsentrasi NH3, VFA, gas total, CH4 dan spektra FTIR. Data yang diperoleh dianalisis dengan analisis ragam (ANOVA), bila terdapat perbedaan nyata dilanjutkan dengan Uji Duncan. Terjadi penurunan kandungan serat kasar dan ADF (P<0.05) pada BSF yang diberi perlakuan dibandingan dengan kontrol. P1 mengalami peningkatan KcBK, KcBO (P<0.05) dibandingkan dengan P0. Nilai P4 dan P5 mengalami peningkatan pada KcBK dan KcBO, namun tidak signifikan (P>0.05), terjadi peningkatan NH3 dan VFA secara signifikan (P<0.05) dibandingkan dengan P0. Perlakuan nyata menurunkan nilai emisi metan dan produksi gas 24 jam pada P1, P3, P4 dan P5 (P<0.05). Nilai derajat deasetilasi dan rendemen kitin yang diisiolasi dari P1, P4 dan P5 mengalami penurunan dibandingkan dengan P0. Dapat disimpulkan bahwa pengolahan terbaik yang dapat menurunkan kandungan kitin pada BSF fase prepupa (umur 18-21 hari) adalah silase dengan penambahan asam propionat. Pengolahan silase dengan penambahan asam propionat dapat meningkatkan nilai kecernaan, NH3 dan VFA serta menurunkan produksi gas dan emisi metana. Namun, pengolahan pada BSF fase prepupa belum dapat menggantikan tepung ikan.
Collections
- MT - Animal Science [1216]