Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/98210
Title: Pematahan dormansi fisiologi pada benih padi dan dormansi fisik pada benih saga merah dengan Ultrafine Bubbles Water
Authors: Setiawan, Asep
Palupi, Endah Retno
Purwanto, Yohanes Aris
Iswara, Vidya
Issue Date: 2019
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Dormansi pada benih dapat disebabkan oleh faktor fisik, fisiologi, atau keduanya secara bersamaan. Pematahan dormansi yang umumnya digunakan sudah banyak diinformasikan, seperti KNO3 untuk dormansi fisiologi dan H2SO4 untuk dormansi fisiologis. Metode pematahan dormansi yang ada saat ini masih membutuhkan waktu relatif lama dan tenaga yang besar. Pengembangan metode pematahan dormansi perlu dilakukan untuk mendapatkan sebuah metode efisien waktu dan tenaga. Pemanfaatan ultrafine bubbles water (UFB water) dapat menjadi salah satu upaya mengembangkan metode pematahan dormansi benih karena reactive oxygen species (ROS) yang dihasilkan dapat meningkatan sintesis GAs endogenues dan menurunkan integritas membran. Penelitian bertujuan mengevaluasi pemanfaatan UFB water untuk pematahan dormamsi benih padi dan benih saga merah. Percobaan 1: Pematahan dormansi benih padi. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Metode pematahan dormansi yang digunakan yaitu tanpa perendaman (kontrol), perendaman 24 jam dalam aquadest, perendaman 48 jam dalam aquadest, perendaman 24 jam dalam KNO3 3%, perendaman 48 jam dalam KNO3 3%, perendaman 24 jam dalam UFB, perendaman 48 jam dalam UFB, perendaman 24 jam dalam UFB20, dan perendaman 48 jam dalam UFB20. Benih padi Varietas IR- 64 memiliki fase after ripening hingga 9 minggu setelah panen (MSP) yang ditunjukkan pada periode tersebut daya berkecambah sudah lebih dari 80%. Benih yang direndam selama 48 jam menggunakan semua perlakuan menunjukkan penurunan intensitas dormansi (ID) lebih dari 50% dari ID pada kontrol yang dimulai pada periode 2 MSP. Perendaman dalam UFB dan KNO3 3% selama 48 jam menjadi perlakuan dengan ID terendah pada saat 6 MSP, yaitu 1% dan 0.5%. Perendaman dalam UFB selama 48 jam sudah menunjukkan radicle emergence (RE) tertinggi yaitu 87.8% pada 2 MSP, serta memiliki indeks vigor (IV), daya berkecambah (DB), dan potensi tumbuh maksimum (PTM) tertinggi yaitu 93%, 93%, dan 96.5% pada 5 MSP. Perendaman dalam UFB selama 48 jam menjadi metode yang memiliki peluang digunakan dalam pematahan dormansi fisiologis pada benih padi. Percobaan II: Pematahan dormansi benih saga. Penelitian dilakukan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan empat ulangan. Metode pematahan dormansi terdiri dari tanpa perlakuan (kontrol), skarifikasi fisik (SF) dengan menggunting kulit benih menggunakan gunting kuku), SF + perendaman dalam UFB selama 24 jam (SF + UFB 24), SF + perendaman dalam UFB selama 48 jam (SF + UFB 48), SF + perendaman dalam UFB20 selama 24 jam (SF + UFB20-24), SF + perendaman dalam UFB20 selama 48 jam (SF + UFB20-48), SF + perendaman dalam aquades selama 24 jam (SF + AQ 24), dan SF + perendaman dalam aquades selama 48 jam (SF + AQ 48), perendaman dalam H2SO4 10% selama 30 menit (H2SO4), perendaman dalam UFB selama 24 jam (UFB 24), perendaman dalam UFB selama 48 jam (UFB 48), perendaman dalam UFB20 selama 24 jam (UFB20-24), dan perendaman dalam UFB20 selama 48 jam (UFB20-48), perendaman dalam aquades selama 24 jam (AQ 24), dan perendaman dalam aquades selama 48 jam (AQ 48). Benih saga perlakuan kontrol menunjukkan tidak adanya peningkatan laju imbibisi hingga 28 jam, dan laju imbibisi tetap rendah hingga 48 jam yaitu 10.5 ml/jam. Skarifikasi fisik yang diberikan tidak terlalu signifikan meningkatkan laju imbibisi pada benih saga karena hingga 48 jam hanya sebesar 14.8 ml/jam. Laju imbibisi benih saga dengan skarifikasi kimiawi menggunakan H2SO4 meningkat secara signifikan dengan meningkatnya lama imbibisi. Laju imbibisi meningkatan 62.2 ml/jam selama waktu imbibisi 8 jam dan terus meningkat hingga 171.4 ml/jam selama 48 jam waktu imbibisi. Benih saga tanpa perlakuan (kontrol) memiliki ID sebesar 32.5%, dengan skarifikasi fisik sebesar 22.7%. Perlakuan AQ 24, AQ 48, UFB 24, SK, SF + AQ 48, SF + UFB20-48, dan SF + UFB 48 tidak efektif menurunkan ID benih saga. Penurunan relatif signifikan diperoleh dengan perlakuan SF + UFB 24, SF + UFB 20-24, SF + AQ 24, UFB 48, UFB20-24, dan UFB20-48, dan perlakuan SF + UFB 24 merupakan perlakuan dengan ID terendah yaitu 0.7 %. Pematahan dormansi benih saga dengan skarifikasi kimia menggunakan H2SO4 10% selama 30 menit memberikan dampak buruk dengan meningkatnya jumlah benih mati (53.9%). Proses perendaman selama 24 dan 48 jam menyebabkan kondisi benih terlalu lembab dan memfasilitasi serangan cendawan selama di lapangan dan meningkatkan jumlah benih mati seperti yang ditunjukkan pada perlakuan SF + UFB 48, SF + UFB20-48, SF +AQ 48, kontrol, AQ 24, AQ 48, UFB 24. Benih saga dengan perlakuan skarifikasi fisik memiliki daya hantar listrik (DHL) lebih tinggi dibandingkan dengan tanpa skarifikasi fisik pada semua perlakuan, baik menggunakan UFB, UFB20, AQ, dan H2SO4. Perendaman selama 48 jam yang membuat benih sangat lembab dan mudah terinfeksi cendawan menyebabkan benih mati meningkat, sehingga KcT, IV, DB, dan PTM juga rendah. Perendaman 24 jam menunjukkan tidak semua perlakuan mampu meningkatkan KcT, IV, DB, dan PTM. Perlakuan SF + UFB 24 dan SF + UFB20-24 merupakan perlakuan dengan KcT dan IV tertinggi dibandingkan perlakuan lain, yaitu 9.1 %/etmal dan 78.6%, serta 8.1%/etmal dan 51.4%. Perendaman selama 24 tidak menyebabkan benih terlalu lembab dan dapat melemahkan integritas membran, serta mencegah lisis membran. Perlakuan SF + UFB 24 dan SF + UFB20-24 merupakan perlakuan dengan DB dan PTM tertinggi dibandingkan perlakuan lain yaitu 97.8% dan 98.6%, serta 98.7% dan 99.0%. Skarifikasi fisik benih saga diikuti dengan perendaman dalam UFB dan UFB20 selama 24 jam menjadi metode yang memiliki peluang untuk digunakan dalam pematahan dormansi fisik pada benih saga. Penentuan H1 dan H2 berdasarkan nilai jumlah kecambah normal harian dan nilai jumlah kecambah normal kumulatif tertinggi dari setiap kombinasi perlakuan. Waktu H1 tercepat dan H2 terlama ditetapkan sebagai H1 dan H2 yang digunakan dalam menghitung indeks vigor dan daya berkecambah, yaitu H1 pada hari ke-9 dan H2 pada hari ke-41.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/98210
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2019vis.pdf
  Restricted Access
14.54 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.