Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97862| Title: | Pola Konsumsi Pangan Rumah Tangga pada Provinsi Tahan dan Rawan Pangan di Indonesia Tahun 2017 |
| Authors: | Firdaus, Muhammad Novianti, Tanti Saputra, Muhamad Ferdian |
| Issue Date: | 2019 |
| Publisher: | Bogor Agricultural University (IPB) |
| Abstract: | Pangan merupakan salah satu kebutuhan mendasar bagi manusia. Ketersediaan dan keterjangkauan/akses dalam memperoleh pangan yang cukup menjadi indikator penting dalam ketahanan pangan. Salah satu strategi pencapaian ketahanan pangan adalah dengan melakukan diversifikasi pangan. Pada tingkat nasional, permasalahan pangan tidak dapat diselesaikan apabila permasalahan di tingkat terkecil (rumah tangga) tidak terselesaikan. Timmer et al. (1983) menyatakan bahwa variabel primer yang digunakan untuk merumuskan kebijakan pangan adalah pola konsumsi rumah tangga. Ketergantungan terhadap konsumsi beras merupakan permasalahan pangan yang dihadapi semua provinsi di Indonesia. Faktor harga pangan juga turut memengaruhi ketahanan pangan. Harga pangan menentukan pendapatan riil masyarakat secara positif bagi pedagang pangan dan secara negatif bagi pembelinya yang akan memengaruhi distribusi pendapatan dan investasi, sehingga memengaruhi terjadinya kemiskinan yang juga memengaruhi akses rumah tangga untuk memperoleh makanan (Matz et al. 2015). Perbedaan keadaan pembangunan di masing-masing wilayah di Indonesia menyebabkan perbedaan rumah tangga dalam melakukan diversifikasi pangan. Berdasarkan data Peta Ketahanan dan Kerawanan Pangan atau Food Security and Vulnerability Atlas (FSVA) Badan Ketahanan Pangan tahun 2017 menunjukkan bahwa Kalimantan Timur (Kaltim) merupakan provinsi dengan ketahanan pangan yang baik, sedangkan Nusa Tenggara Timur (NTT) merupakan provinsi yang rawan pangan. Hal ini diperkuat dengan data Susenas BPS tahun 2017, di mana Kaltim memiliki rata-rata pengeluaran perkapita untuk konsumsi sebulan di atas angka nasional yaitu sebesar 1,443,928 rupiah, sedangkan NTT merupakan provinsi dengan rata-rata pengeluaran terendah di tingkat nasional dengan ratarata pengeluaran sebesar 681,484 rupiah. Penelitian ini menganalisis perbedaan pola konsumsi dan tingkat diversifikasi pangan rumah tangga, serta menganalisis perbedaan pengaruh pendapatan dan harga pangan terhadap diversifikasi pangan rumah tangga antara provinsi tahan dengan rawan pangan. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Linear Approximation Almost Ideal Demand System (LA/AIDS) yang merupakan modifikasi model yang dikembangkan oleh Deaton dan Muelbauer (1980). Hasil analisis menunjukkan bahwa pola konsumsi di kedua provinsi untuk komoditi sumber karbohidrat sama-sama menunjukkan tren yang menurun kecuali untuk komoditi terigu. Untuk komoditi sumber protein, sumber vitamin dan mineral, komoditi lainnya di NTT menunjukkan peningkatan seiring peningkatan pendapatan perkapita kecuali cabai merah dan minuman jadi sedangkan tren peningkatan yang sama di Kaltim hanya terjadi pada komoditi lainnya. Sejalan dengan pola konsumsi tersebut, rata-rata tingkat diversifikasi pangan di Kaltim lebih tinggi dibandingkan Kaltim. Hal ini juga ditunjukkan pada nilai pangsa v pengeluaran terhadap makanan pokok yang lebih tinggi di NTT dibandingkan di Kaltim. Perubahan harga pangan terbukti lebih berpengaruh terhadap permintaan pangan di Kaltim. Sedangkan di NTT pengeluaran lebih memengaruhi permintaan komoditi pangan dibandingkan dengan harga pangan. Terdapat 5 (lima) komoditi yang memiliki elastisitas harga sendirinya bernilai positif yaitu 1 (satu) komoditi pada NTT yaitu terigu (1.29), dan 4 (empat) komoditi pada Kaltim yaitu dagig sapi (1.54), kedelai (7.95), apel (0.19), dan minuman keras (15.24). Hal ini menunjukkan hasil yang berbeda dari teori permintaan, di mana kenaikan harga 5 (lima) komoditi di atas justru akan menaikkan konsumsi komoditi tersebut. Komoditi yang memiliki elastisitas harga sendiri bernilai positif adalah produk pangan yang sebagian besar diperoleh dari impor untuk pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Kebijakan pemerintah NTT dalam rangka meningkatkan konsumsi terutama rumah tangga golongan pendapatan rendah, sebaiknya melalui kebijakan yang memengaruhi pendapatan rumah tangga agar daya beli rumah tangga meningkat. Hal tersebut disebabkan perubahan pendapatan lebih berpengaruh dibandingkan perubahan harga di NTT. Sebaliknya untuk Kaltim, perubahan harga pangan lebih memengaruhi permintaan pangan daripada perubahan harga. Implikasi kebijakan bagi pemerintah Kaltim dalam mengendalikan permintaan pangan terutama bagi rumah tangga golongan pendapatan rendah, sebaiknya dilakukan melalui kebijakan pengendalian harga pangan, misalnya dengan melakukan operasi pasar ketika ada komoditi pangan yang mengalami kenaikan, sehingga rumah tangga golongan pendapatan rendah tetap dapat menikmati konsumsi komoditi tersebut seperti sebelum ada kenaikan harga.. Kata kunci: diversifikasi, elastisitas, harga, LA/AIDS, pendapatan. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97862 |
| Appears in Collections: | MT - Economic and Management |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| 2019nps.pdf Restricted Access | 17.04 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.