Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97630
Title: Dinamika Penguasaan Tanah Timbul di Daerah Asal Buruh Migran Indonesia
Authors: Kolopaking, Lala M.
Adiwibowo, Soeryo
Septianto, Marzuqo
Issue Date: 2019
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis: 1) alasan mendasar buruh migran dan rumah tangganya untuk mengakses tanah timbul; 2) kepentingan aktor lain untuk mengakses dan mengontrol tanah timbul; 3) konflik antar aktor atas penguasaan tanah timbul di Sugihwaras. Penelitian ini dilakukan di bawah paradigma kritis serta menggabungkan pendekatan kualitatif dan kuantitatif khususnya dalam pengumpulan data. Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Sugihwaras, Kecamatan Pemalang, Kabupaten Pemalang, khususnya di Dusun (Rukun Warga, RW) 1 dan 16. Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari hingga April 2018. Data primer diperoleh melalui: 1) observasi lapangan, 2) wawancara mendalam, 3) sensus untuk semua rumah tangga buruh migran (65 rumah tangga). Wawancara dilakukan melalui kuesioner terstruktur; 4) wawancara dengan lima belas buruh migran yang tinggal di Taiwan melalui Video Call, Whatsapp, Line dan Facebook. Pengumpulan data sekunder meliputi: laporan resmi, laporan statistik regional (demografi dan monografi desa), dan dokumen terkait lainnya. Hasil penelitian menunjukkan: pertama, kepentingan buruh migran untuk mengontrol tanah timbul antara lain karena harga tanah yang relatif murah, sebagai aset yang berharga, dan ikatan emosional antara buruh migran dan tanah asal mereka. Kontrol buruh migran atas tanah timbul dilakukan melalui jaringan migran dan pengiriman uang. Mayoritas migran adalah laki-laki, dengan lulusan tertinggi adalah sekolah dasar, dan bekerja sebagai awak kapal (ilegal). Kedua, aktor lain yang tertarik untuk mengontrol tanah timbul adalah Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, Pemerintah Kabupaten Pemalang, LSM lokal, dan pedagang ikan. Aktoraktor tersebut bertolak belakang dengan posisi migran. Ketiga, untuk meminimalkan ketimpangan kekuasaan, buruh migran dan rumah tangganya mengembangkan jaringan kekuasaan dengan nelayan, dan memberikan layanan publik serta mendukung kegiatan sosial ekonomi desa. Melalui jaringan kekuasaan ini para migran dapat berdiri sejajar dengan aktor-aktor lain yang disebutkan di atas, serta diekspresikan melalui negosiasi, debat, protes, dan demonstrasi yang kemudian semakin meningkatkan eskalasi konflik.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97630
Appears in Collections:MT - Human Ecology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2019mse.pdf
  Restricted Access
30.11 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.