Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97384
Title: Physico-chemical and Anatomical Properties of Carbonized Bamboo and Its Appropriate Utilization
Authors: Febrianto, Fauzi
Wistara, I Nyoman Jaya
Kim, Namhun
Park, Sehwi
Issue Date: 2019
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Bambu tropis yang tumbuh di Indonesia merupakan sumber daya hasil hutan bukan kayu yang sangat berguna. Bambu Indonesia memiliki laju pertumbuhan yang tinggi dengan diameter yang besar. Penggunaan bambu yang tidak sesuai membuat pemanfaatan bambu menurun. Oleh karena itu, diterapkan teknik karbonisasi pada bambu terutama untuk mencari metode penggunaan bambu untuk mendorong pemanfaatannya. Indonesia tidak hanya telah menggunakan arang untuk waktu yang lama tetapi juga memiliki dan memegang kapasitas untuk memproduksi arang dalam skala industri dengan fasilitas dan teknologi tradisional. Jenis bambu yang mudah didapatkan di pulai Jawa seperti bambu Sembilang (D. giganteus), Betung (D. asper), Andong (G. pseudoarundinacea), Hitam (G. atroviolacea), Tali (G. apus), Kuning (B. vulgaris Var striata) and Ampel (B. vulgaris Scharad) dipilih sebagai bahan baku utama dalam penelitian ini dan dibandingkan dengan bambu Moso (P. edulis) yang banyak digunakan di Asia timur laut. Bambu pada buku ke-2 dari tanah dikumpulkan dari wilayah Institut Pertanian Bogor. Bambu terkarbonisasi diperoleh dengan karbonisasi bambu pada suhu 200, 400, 600, 800 dan 1000 °C. Sifat Fisis, anatomis, fuel, dan kimia bambu diinvestigasi untuk mendapatkan informasi komprehensif mengenai bambu terkarbonisasi. Selain itu, melalui tinjauan pustaka, ditegaskan bahwa aplikasi arang bambu non-bahan bakar, dan studi fungsionalnya dilakukan berdasarkan kemampuan adsorpsi dan absorpsi. Pada bagian pertama penelitian, sifat fisis seperti reduction per direction, susut volume, pengurangan bobot dan kerapatan menunjukkan kecenderungan yang sama antar jenis bambu, dan terutama perubahanbesar ditunjukkan pada saat suhu 600 oC. Kekerasan CB meningkat secara drastis akibat karbonisasi mulai dari suhu 800 oC yang disebabkan pengerasan kandungan silika bambu. Ditemukan bahwa CB memiliki derajat refining yang lebih rendah pada suhu karbonisasi yang sama dibandingkan dengan arang kayu, dan dianggap terkarbonisasi lebih seragam. Perubahan yang diukur pada penelitian fisis secara langsung diobservasi dengan penelitian anatomi. Pengukuran diameter untuk unsur-unsur tertentu dilakukan untuk medapatkan lebih banyak data ilmiah. Selain itu, korelasinya dengan sifat fisis juga dilakukan. Dalam proses ini, diharapkan tingkat keretakan bambu Betung ke rendah karena sedikit perbedaan tingkat pengurangan antara bagian dalam dan luar. Berdasarkan sifat bahan bakar, CB dari jenis bambu Indonesia menunjukkan tingginya kadar abu, rendah karbon terikat, rendahnya nilai kalor, dan rendahnya efisiensi bahan bakar dibandingkan dengan bambu Moso. Namun, bambu Ampel memiliki kadar abu rendah dan nilai kalor yang tinggi, sehingga diharapkan akan berguna sebagai bahan bakar. Penelitian sifat kimia dapat digunakan untuk membuktikan sifat-sifat yang diinvestigasi sebelumnya. Pengamatan perubahan komponen utama dan analisis komponen organik adalah contoh yang khas. Konduktivitas listrik dan pH meningkat dengan meningkatnya suhu karbonisasi. Bambu Sembilang dipilih sebagai spesies yang sesuai untuk studi fungsional dan dilanjutkan dengan perbandingan dengan bambu Moso. Sejumlah besar adsorpsi iodine diamati karena molekul iodine memiliki berat molekul dan dapat masuk ke dalam micropores CB. Di sisi lain, methylene blue memiliki bobot molekul tinggi yang tampaknya teradsorpsi hanya dalam macropores. Adsorpsi isoterm Langmuir dan Freundlich untuk methylene blue ditemukan menjadi efektif dan mekanisme adsorpsi CB dianalisis sebagai adsorpsi permukaan monomolekul. Bambu tanpa karbonisasi dan CB pada suhu rendah menunjukkan kapasitas adsorpsi yang lebih tinggi daripada CB pada suhu tinggi. Ini bisa disebabkan oleh terjadinya tambahan adsorpsi kimia seperti ikatan ion dan interaksi asam-basa. Oleh karena itu, diharapkan bahwa bambu tanpa karbonisasi dan CB pada suhu rendah akan digunakan sebagai adsorben. Bambu Sembilang menunjukkan kapasitas penyerapan yang tinggi untuk air dan minyak dibandingkan dengan bambu Mosou. Umumnya, fenomena penyerapan terkait dengan pori-pori arang bambu dan diasumsikan bahwa bambu Sembilang memiliki lebih banyak poripori. Diperkirakan bahwa proses aktivasi diperlukan untuk meningkatkan kapasitas adsorpsi CB untuk mengadsorpsi zat dengan berat molekul tinggi dan untuk menggantikan karbon aktif yang ada saat ini. Produksi dalam skala industri dan penelitian untuk CB di Indonesia hanya tahap awal dibandingkan dengan negara yang menggunakan CB pada berbagai bidang. Penelitian ini menyarankan bagaimana menggunakan sumber daya bambu yang ditinggalkan, dan dipastikan bahwa potensi CB sudah mencukupi. Selain itu, diharapkan bahwa data yang dianalisis dalam penelitian ini akan berfungsi sebagai indikator dasar untuk penggunaan bambu Indonesia di masa mendatang sebagai arang.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/97384
Appears in Collections:MT - Forestry

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2019spa.pdf
  Restricted Access
Fulltext75.81 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.