Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/94907
Title: Identifikasi Kandidat Gen Flavin Containing Monooxygenase 3 (FMO3) dan Asosiasinya terhadap Sifat Fisik, Kimia serta Off Odor pada Daging Itik.
Authors: Sumantri, Cece
Rukmiasih
Gunawan, Asep
Suryati, Tuti
Anggraeni
Issue Date: 2018
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Daging itik memiliki off odor yang khas yaitu bau amis dan tengik. Bau amis pada beberapa jaringan tubuh unggas dikontrol oleh trimethylamine (TMA) (Wang et al. 2013). Gen flavin containing monooxygenase 3 (FMO3) mampu merubah TMA menjadi TMA N-oxide. TMA yang tinggi menyebabkan deposit bau amis pada produk ternak seperti daging, susu, telur akan meningkat (Wang et al. 2013; Lunden et al. 2013). Penelitian dilakukan dalam tiga tahap. Tahap I dilakukan pengambilan sampel darah pada 100 ekor itik cihateup dan 100 ekor itik alabio untuk identifikasi keragaman gen FMO3. Penelitian tahap II dilakukan uji ekspresi mRNA FMO3 melalui analisis qRT-PCR. Sampel yang digunakan pada tahap II adalah sampel polimorfik yang diperoleh dari hasil tahap I. Penelitian tahap III melakukan identifikasi profil karkas dan daging pada itik cihateup dan alabio. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengidentifikasikan gen FMO3 sebagai kandidat gen yang berperan terhadap bau amis pada daging itik cihateup dan Alabio. Hasil pengamatan sifat fisik menunjukkan bahwa itik cihateup jantan memiliki bobot paha dan bobot kepala lebih besar daripada itik cihateup betina. Itik Alabio jantan memiliki bobot potong, bobot dan persentase karkas, dada, paha, lebih besar dari itik Alabio betina. Perbedaan antar rumpun meliputi bobot potong, kepala dan leher. Itik cihateup jantan memiliki bobot potong yang lebih kecil (P<0.05) daripada itik Alabio jantan. Hasil pengamatan sifat kimia menunjukkan daging itik cihateup jantan mengandung asam palmitat, linoleat, oleat dan ALTJT lebih rendah daripada itik cihateup betina. Daging cihateup jantan mengandung nilai TBARS dan TMA lebih rendah daripada cihateup betina. Daging itik cihateup jantan memiliki intensitas warna kecerahan L*, kemerahan a* dan kekuningan b* lebih rendah daripada daging itik cihateup betina. Daging itik Alabio jantan mengandung ALJ dan ALTJT lebih rendah daripada daging itik Alabio betina. Daging itik Alabio jantan memiliki nilai TBARS dan TMA lebih rendah daripada daging itik Alabio betina. Daging itik Alabio jantan memiliki intensitas kecerahan L* dan kekuningan b* lebih tinggi daripada daging Alabio betina. Kandungan ALJ dan ALTJT daging itik cihateup jantan lebih tinggi daripada daging itik Alabio jantan. Daging cihateup jantan memiliki TBARS dan TMA lebih tinggi daripada Alabio jantan. Daging itik cihateup betina mengandung ALJ dan ALTJT nyata lebih tinggi daripada daging itik Alabio betina. Nilai TBARS dan TMA pada daging Cihatep betina lebih tinggi daripada daging itik Alabio betina. Hasil uji sensoris menunjukkan daging itik cihateup betina memiliki bau amis dan tengik lebih tinggi daripada daging itik Alabio betina. Keragaman gen FMO3 pada itik cihateup bersifat polimorfik namun pada itik Alabio bersifat monomorfik. Identifikasi gen FMO3 dilakukan lebih lanjut pada itik cihateup. Identifikasi kergaman gen FMO3 ini berlokasi pada exon 6 dengan titik mutasi pada g849.A>G dengan tipe mutasi nonsynonimous yang menyebabkan perubahan basa arginin ke glisin (A>G). Hasil identifikasi keragaman pada itik cihateup dengan menggunakan enzim restriksi Alwin1 menghasilkan dua tipe genotipe yaitu genotipe AG dan GG. Frekuensi genotipe GG memperlihatkan frekuensi genotipe yang terbesar pada populasi itik cihateup. Hasil analisis asosiasi gen FMO3 menunjukkan bahwa kandungan ALTJT dan ALTJG pada genotipe AG nyata lebih besar dibandingkan daging genotipe GG. Kandungan ALJ pada genotipe AG lebih kecil daripada di genotipe GG. Genotip AG mengandung ALTJT lebih tinggi daripada genotip GG. Hasil analisis asosiasi gen FMO3 menunjukkan bahwa bobot hidup, bobot karkas, bobot dada, persentase karkas, bobot dada, bobot daging dada, persentase dada, pH, susut masak, TBARS, TMA serta intensitas warna kemerahan (a*) pada genotipe AG secara nyata lebih besar (P<0.05) daripada di genotip GG. Namun genotip AG memiliki daya mengikat air dan tingkat kecerahan (L*) daging lebih rendah (P<0.05) dibandingkan di genotip GG. Perbedaan antara genotipe ini, dapat dijelaskan oleh perbedaan komposisi otot itik atau struktur yang mempengaruhi bias cahaya, difusi oksigen dan perubahan mioglobin. Hasil analisis lebih lanjut pada tingkat mRNA di jaringan hati memperlihatkan ekspresi gen FMO3 pada genotipe AG lebih besar daripada di genotipe GG. Hasil uji sensori menunjukkan bahwa daging itik cihateup genotipe AG lebih amis dan lebih tengik (P<0.05) daripada daging genotipe GG. Hasil uji sensori juga memperlihatkan bahwa daging itik cihateup betina memiliki bau amis dan tengik lebih tinggi (P<0.05) daripada daging itik Alabio betina betina. Hasil kajian ini dapat menunjukkan bahwa gen FMO3 dapat dijadikan sebagai kandidat gen potensial dalam mengurangi bau amis dan tengik pada daging itik cihateup.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/94907
Appears in Collections:DT - Animal Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2018ang.pdf
  Restricted Access
55.04 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.