Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92549
Title: Cowpea mild mottle virus; Keragaman Genetik, Kisaran Inang, Potensi Tular Benih pada Kedelai, dan Epidemi Penyakit.
Authors: Hidayat, Sri Hendrastuti
Suastika, Gede
Nurmansyah, Ali
Poernomo, Bonny
Sutrawati, Mimi
Issue Date: 2018
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Kedelai merupakan salah satu komoditas pangan utama di Indonesia setelah padi dan jagung. Produktivitas kedelai saat ini masih di bawah target pemerintah untuk mencapai swasembada kedelai. Oleh karena itu sejak tahun 2015 pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengupayakan swasembada kedelai melalui program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai (Upsus Pajale). Program tersebut dilaksanakan dengan perluasan lahan tanam serta peningkatan produktivitas di sentra-sentra budidaya tanaman pangan. Berbagai faktor yang dapat meningkatkan daya hasil tanaman kedelai perlu untuk diperhatikan dan diterapkan. Penelitian dilakukan dengan tujuan utama mempelajari sifat-sifat CPMMV dan status tular benihnya pada kedelai di Indonesia. Salah satu kendala dalam budidaya kedelai adalah infeksi virus yang dapat menyebabkan penyakit penting dan menurunkan produktivitas tanaman kedelai. Cowpea mild mottle virus (CPMMV) merupakan salah satu virus yang dilaporkan menjadi penyakit endemik di pertanaman kedelai di Jawa dan Sumatera. Survei telah dilakukan untuk memperbaharui status daerah sebar CPMMV pada kedelai di Indonesia. Selain itu dilakukan juga penelitian untuk mendapatkan karakter molekuler, serta variasi genetik CPMMV dari beberapa daerah budidaya kedelai di Indonesia. Hasil survei tahun 2014-2015 mengonfirmasi CPMMV sebagai virus yang paling banyak dideteksi dari sampel tanaman kedelai asal Jawa Barat (Cirebon, Cianjur, Bogor), Daerah Istimewa Yogyakarta (Bantul), Jawa Timur (Ngawi), Sumatera Selatan (Musi Banyuasin), Bengkulu (Sungai Hitam), Jambi (Kota Baru), dan Sulawesi Tenggara (Kendari). Selain CPMMV, juga berhasil dideteksi Cucumber mosaic virus (CMV), Soybean mosaic virus (SMV), dan Mungbean yellow mosaic India virus (MYMIV) pada sampel hasil survei. Lima klon DNA coat protein CPMMV asal Bantul, Musi Banyuasin, Cirebon, Kendari dan Cianjur berhasil diperoleh dan sudah dilakukan sikuensing. Homologi sikuen diantara CPMMV isolat Indonesia berkisar antara 88.2-99.8%; sedangkan homologinya dengan CPMMV isolat Taiwan dan China berkisar 88.2-98.6%. Berdasarkan analisis filogenetik diketahui bahwa CPMMV isolat Bantul, Cirebon, Musi Banyuasin (Palembang) membentuk satu kelompok dengan CPMMV isolat Taiwan (nomor aksesi JX020701); sedangkan CPMMV isolat Cianjur lebih dekat dengan isolat China (nomor aksesi KX534092); dan CPMMV isolat Kendari lebih dekat dengan isolat Puerto Rico (nomor aksesi GU191840), Brazil (nomor aksesi KC884247), dan USA (nomor aksesi KC774020). Perbedaan kisaran inang, dan keragaman gejala infeksi CPMMV telah banyak dilaporkan. Namun, CPMMV belum pernah dilaporkan menyebabkan infeksi alami pada tanaman lain selain kedelai di Indonesia. Pengujian kisaran inang telah dilakukan pada beberapa tanaman Leguminoceae (Vigna unguiculata subsp. sesquipedalis, V. radiata, Phaseolus vulgaris, Arachis hypogaea, dan Glycine max), Solanaceae (Lycopersicum esculentum, Solanum melongena, Nicotiana tabacum, dan N. benthamiana), Amaranthaceae (Gomphrena globosa), dan Chenopodiaceae (Chenopodium amaranticolor) menggunakan dua isolat CPMMV, yaitu isolat CR16 (asal Cirebon) dan KN10 (asal Kendari). Selain itu juga diuji respons 10 varietas kedelai terhadap infeksi CPMMV. Metode inokulasi CPMMV pada tanaman uji adalah secara mekanis. Infeksi CPMMV pada tanaman uji dikonfirmasi dengan metode dot immunobinding assay (DIBA) menggunakan antiserum spesifik CPMMV. Hasil pengujian kisaran inang menunjukkan bahwa diantara 11 tanaman uji, gejala lokal hanya muncul pada C. amaranticolor dan G.globosa; sedangkan gejala sistemik ditemukan pada 9 tanaman uji lainnya. Semua tanaman uji yang menunjukkan gejala sistemik dapat menimbulkan infeksi CPMMV saat diinokulasi kembali pada tanaman kedelai. Hal ini menunjukkan potensi tanaman Leguminoceae dan Solanaceae sebagai sumber inokulum CPMMV pada tanaman kedelai. Varietas ‘Argomulyo’, dan ‘Grobogan’ tahan CPMMV isolat CR16; namun, tidak ada varietas kedelai uji yang tahan terhadap CPMMV isolat KN10. Varietas ‘Detam1’, ‘Detam2’, ‘Detam3’, dan ‘Wilis’ rentan terhadap kedua isolat CPMMV; sedangkan ‘Detam4’ dan ‘Dena1’ menunjukkan respons moderat terhadap kedua isolat CPMMV. Varietas ‘Malika’ menunjukkan respons moderat terhadap CR16 namun rentan terhadap KN10. Hasil pengujian kisaran inang dan respons beberapa varietas kedelai dapat digunakan sebagai pertimbangan menentukan pola tanam di daerah sentra tanaman kedelai. Potensi tular benih CPMMV hingga saat ini masih belum pasti. Beberapa peneliti melaporkan CPMMV dapat tular benih pada kedelai, kacang panjang, dan buncis. Namun, beberapa peneliti lainnya membuktikan bahwa CPMMV tidak tular benih pada kedelai. Pengujian potensi tular benih CPMMV pada kedelai perlu dilakukan, terutama terkait penyediaan benih kedelai untuk program upaya swasembada kedelai di seluruh Indonesia. Penelitian telah dilakukan untuk menentukan potensi tular benih CPMMV melalui uji kesehatan benih pada 10 varietas kedelai dan metode DIBA untuk mengonfirmasi infeksi CPMMV. Percobaan lapangan juga dilakukan untuk mengevaluasi efisiensi CPMMV terbawa benih kedelai sebagai sumber inokulum awal di lahan, mempelajari perkembangan penyakit belang dengan beberapa tingkat inokulum awal (0%, 10%, 30%, dan 50%), dan mempelajari pengaruh infeksi CPMMV terhadap pertumbuhan dan daya hasil kedelai. Infeksi CPMMV berhasil dideteksi pada benih kedelai var. 'Detam 2', 'Detam 3', 'Malika', 'Anjasmoro', dan 'Argomulyo'; tetapi tidak ditemukan di 'Detam 1', 'Detam 4', 'Wilis', 'Grobogan', dan 'Dena 1'. Percobaan lapangan menunjukkan bahwa insidensi infeksi CPMMV pada benih kedelai var. 'Anjasmoro' yang berasal dari sumber yang berbeda (Bogor, Cianjur, Cirebon) adalah 32-75%, dan menyebabkan insidensi penyakit belang berkisar 56-81%. Potensi CPMMV tular benih melalui benih kedelai var. 'Anjasmoro' menjelaskan insidensi penyakit belang yang tinggi pada sentra pertanaman kedelai di Indonesia. Analisis regresi antara insidensi penyakit di lapangan (Y) dan insidensi penyakit pada benih di rumah kaca (X) menunjukkan persamaan linier Y= 41.24 + 0.54 X (n=3, R2= 0.98) berbeda nyata pada α=8%. Penggunaan benih dengan infestasi virus tersebut terbukti berpotensi sebagai sumber inokulum awal di lapangan yang berada di lahan sejak awal pertumbuhan tanaman. Data dari percobaan lapangan menunjukkan juga bahwa semakin tinggi tingkat inokulum awal, semakin tinggi pula insidensi penyakit pada akhir pengamatan. Insidensi penyakit belang pada perlakuan inokulum awal 10%, 30%, dan 50% berbeda nyata dengan pada perlakuan kontrol (0%). Penggunaan benih kedelai yang bebas virus, seperti ‘Wilis’, akan menekan perkembangan penyakit; sebaliknya benih kedelai yang membawa virus akan meningkatkan laju perkembangan penyakit. Infeksi CPMMV pada tanaman kedelai tidak hanya menyebabkan gejala mosaik tetapi juga menurunkan jumlah daun, polong dan jumlah biji. Sehubungan dengan perluasan daerah penanaman kedelai di Indonesia, pemantauan daerah sebar penyakit belang yang disebabkan oleh CPMMV perlu dilakukan secara teratur. Hal ini penting untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang berpeluang menjadi daerah epidemi CPMMV. Pengetahuan tentang kisaran inang, respons ketahanan beberapa varietas kedelai dan potensi tular benih CPMMV dapat menjadi dasar pertimbangan penentuan teknik budidaya dan pola tanam kedelai.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92549
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2018msu.pdf
  Restricted Access
35.96 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.