Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92526
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSimbolon, Domu-
dc.contributor.advisorWiryawan, Budy-
dc.contributor.advisorIskandar, Budhi Hascaryo-
dc.contributor.advisorTaurusman, Am Azbas-
dc.contributor.authorChandra, Handy-
dc.date.accessioned2018-07-30T01:19:09Z-
dc.date.available2018-07-30T01:19:09Z-
dc.date.issued2018-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/92526-
dc.description.abstractPerairan pesisir yang memiliki ekosistem terumbu karang yang baik dapat menyumbang panen ikan maksimum 44 ton setiap kilometer persegi dalam satu tahun (Sale 2002). Namun demikian, menurut Russ (1991) jumlah tangkapan ikan yang berkelanjutan adalah sebanyak 10-20 ton km-2 th-1. Agar penangkapan ikan demersal bisa berkelanjutan, perlu dikelola antara aktivitas eksploitasi dan konservasi. Aktivitas eksploitasi sumber daya di kawasan pesisir antara lain: penangkapan ikan, budidaya perikanan laut, pelabuhan umum, pelabuhan perikanan, wisata bahari, penambangan pasir laut, galangan kapal, transportasi, pipa minyak/gas, kabel serat kaca (fibre optic), dan infrastruktur properti. Pada sisi konservasi, hal yang jadi pertimbangan antara lain area pengasuhan (nursery ground) bagi biota perairan, keunikan kawasan/biota, kekhususan wilayah pada tahapan hidup (contoh: kura-kura), kawasan yang rentan dan lambat pulih (terumbu karang dan padang lamun), diversitas biologi, dan kondisi alam spesifik (Ehler dan Douvere 2010; Shucksmith dan Kelly 2014). Sebagai kawasan Taman Nasional (Keputusan Menteri Kehutanan No.7651/ Kpts-II/ 2002) dan juga menjadi kabupaten baru (Undang–Undang Nomor 29 tahun 2003), Wakatobi telah mengalami tekanan antropogenik dan terancam keberlanjutan aktivitas perikanan karangnya. Untuk itu perlu dilakukan pengukuran kondisi perairannya terkait dengan aspek perikanan karang dan dampak dari berdirinya kabupaten baru. Pengelolaan perikanan dan ekosistem terumbu karang berdasarkan pengukuran data kuantitatif dan waktu berseri dapat menghasilkan berkelanjutan. Pengukuran kuantitatif parameter fisika-kimia sangat membantu pengelolaan perikanan karena memiliki satuan, standar (nasional dan internasional) dan mudah dipahami (Elliott 2011). Penelitian ini bertujuan: (1) Merekayasa alat untuk melakukan pengukuran parameter perairan secara waktu berseri (time series). (2) Menentukan parameterparameter fisika-kimia dan pengukuran dinamika perairan pesisir dalam aspek perikanan karang (demersal) di pulau Wangi-wangi, Wakatobi. (3) Menentukan risiko pada sumber daya perikanan dan ekosistem terumbu karang berdasarkan hasil pengukuran. (4) Menentukan zonasi khusus perairan pesisir untuk aktivitas perikanan berkelanjutan. Perkayasaan alat buoy (pelampung) dengan sistem telemetri bekerja dengan baik. Data terukur secara waktu berseri setiap 1 jam. Sistem ini menggunakan beberapa sensor untuk mengamati suhu, DO, pH dan salinitas. Ukuran buoy memiliki karakteristik yaitu: daya apung 47 kg, diameter 55 cm, tinggi 21 cm, sarat 13 cm dan koefisien blok 0,78. Instalasi peralatan buoy pada kedalaman perairan 30 m, dengan titik pengukuran sensor pada kedalaman 5 m (suhu dan DO), kedalaman 25 m (suhu, DO, pH dan salinitas). Telah berhasil diperoleh data waktu berseri untuk parameter suhu, DO, pH dan salinitas di kedalaman 5 m dan 25 m selama 5 bulan. Data waktu berseri terbukti memberikan makna yang sangat penting. Berdasarkan hasil pengukuran menunjukkan dinamika perairan dapat terbaca dan juga menunjukkan nilai yang berbeda saat musim angin timur dan angin barat. Suhu lebih tinggi saat musim angin barat, namun kandungan oksigen lebih rendah. Suhu rerata lebih tinggi 30C (di kedua kedalaman). Kandungan oksigen lebih rendah 2,5 mg L-1 pada kedalaman 5 m dan lebih rendah 6,5 mg L-1 pada kedalaman 25 m. Perbedaan salinitas (hanya di kedalaman 25 m) dari pengukuran awal dan akhir sebesar 3,6 ppt, dimana terjadi penurunan dari rerata 33,2 ppt di bulan September menjadi 29,6 ppt di bulan Desember. Nilai pH cuma berbeda 0,1 lebih tinggi diakhir pengukuran. Risiko pada perikanan demersal dalam jangka panjang adalah turunnya hasil tangkapan jika kondisi hipoksia berlangsung terus menerus (hipoksia akut). Rekomendasi pengelolaan ekosistem terumbu karang adalah meminimalisasi faktor antropogenik atau eksogenik yang tidak terkendali/terkontrol dengan cara membuat zona konservasi, sehingga potensi kondisi hipoksia akut bisa dihindari. Ikan-ikan akan menunjukkan mortalitas pada konsentrasi oksigen 1 sampai 2 mg L-1. Gray et al. (2002) menginformasikan bahwa hanya jenis ikan Mudskipper (Oxudercinae, famili: Goby) yang tidak terpengaruh sampai kadar oksigen 0,5 mg L-1. Pada kandungan oksigen 3 mg L-1 menyebabkan mortalitas akut pada kebanyakan ikan-ikan non-salmonoid. Penurunan pertumbuhan akan terjadi pada kerang-kerangan (Ostrideae) spesies Crassostrea virginica dan Mytilus edulis pada kandungan oksigen antar 1,5 sampai dengan 0,6 mg L-1. Perencanaan zonasi khusus berkelanjutan untuk pulau Wangi-wangi terbagi atas tiga bagian utama: zona konservasi, pemanfaatan umum dan pemanfaatan tradisional. Zona konservasi di bagian utara dan timur. Zona pemanfaatan tradisional di selatan, dan zona pemanfaatan umum di bagian barat. Pada saat musim angin barat, saat kualitas air menurun (level kualitas pelabuhan), dapat dilakukan moratorium wisata pada pantai pesisir di kawasan konservasi. Konsep pengelolaan kawasan perairan pesisir berbasis teknologi pemantauan waktu berseri sebagai prospek kedepan, merupakan peluang baru dan dapat diusulkan menjadi suatu aturan hukum seperti tertuang dalam UU No.1 tahun 2014 dan Permen KP No. 16 tahun 2008. Tambahan cara pengukuran yang dapat dimasukkan dalam teknik survei lapangan (observasi, pengambilan sampel, pengukuran, wawancara, penyebaran kuesioner, dan diskusi grup khusus (FGD)) untuk rencana zonasi (RZ-WP3K) dan rencana pengelolaan (RP-WP3K) adalah teknologi pengukuran waktu berseri menggunakan buoy yang mana berdasarkan penelitian ini terbukti bermanfaat. Menilik waktu berlakunya RZ-WP3K selama 25 tahun dan 5 tahun buat RP-WP3K, maka usulan/rekomendasi pengelolaan zona perairan pesisir berbasis teknologi adalah realistis (dari segi biaya dan penguasaan teknologi) dan logis (dari hasil yang dapat dimanfaatkan), serta memberikan kemampuan resiliensi ekosistem terumbu karang dari aspek pengelolaannya.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcMarine Technologyid
dc.subject.ddcFish Resourcesid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcPerairan Indonesiaid
dc.titleTeknologi Pemantauan Perairan Waktu Berseri Untuk Pemanfaatan Sumber Daya Perikanan Karangid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordparameter fisika-kimiaid
dc.subject.keywordterumbu karangid
dc.subject.keywordperikanan karangid
dc.subject.keywordhipoksiaid
dc.subject.keywordtaman nasionalid
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File SizeFormat 
2018hch.pdf
  Restricted Access
44.62 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.