Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91563
Title: Serat Sutera Liar Attacus atlas L.: Kajian Morfologi dan Potensi Sebagai Biokomposit.
Authors: Solihin, Dedy Duryadi
Suryani, Ani
Subyakto
Endrawati, Yuni Cahya
Keywords: Bogor Agricultural University (IPB)
Issue Date: 2018
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Ulat sutera terbagi menjadi 2 kelompok besar yakni ulat sutera murbei (Bombyx mori) dan non murbei (ulat sutera liar). Attacus atlas merupakan salah satu spesies ulat sutera liar yang penyebarannya paling tinggi di Indonesia dan memiliki bobot kokon utuh (berikut pupa) yang besar yakni sekitar 9 g, sedangkan B. mori sekitar 2 g. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik kokon sutera liar dari 2 wilayah dengan ketinggian berbeda sebagai representatif keberhasilan ulat sutera liar dalam merespon lingkungannya, menganalisis karateristik termal serat A. atlas berdasarkan perlakuan suhu yang berbeda, menganalisis dan mensintesis teknik ekstraksi (degumming) kulit kokon A. atlas yang tepat dalam menghasilkan rendemen fibroin yang maksimal, serta menganalisis karakteristik termo-mekanik biokomposit poly(lactic acid) (PLA) dan serat A. atlas. Kajian sutera liar dengan karakteristik kokon berwarna coklat spesifik pada ketinggian wilayah berbeda sangat diperlukan dalam upaya proses domestikasinya. Sutera liar tersebut berasal dari dataran tinggi (658–700 m dpl) di PTPN VIII Panglejar Maswati Bandung Barat (6o45’14.2” LS 107o26’13.4” BT) dan dataran rendah (48–250 m dpl) di Karang Tengah, Imogiri Bantul DIY (7o56’32.0” LS 110o23’13.9” BT). Hasil identifikasi spesies menjelaskan bahwa sutera liar dengan ciri spesifik kokon berwarna coklat dari 2 populasi tersebut adalah spesies A. atlas berdasarkan kunci identifikasi genus Attacus dan didukung oleh data penyebaran genus Attacus dan studi literatur molekulernya. Kokon dari Imogiri mempunyai nilai karakter yang lebih tinggi dibanding dari Maswati dengan kecenderungan kokon betina lebih besar dibanding kokon jantan berdasarkan hasil analisis Principal Component Analysis (PCA), analisis kluster maupun kualitas seratnya. Hal ini karena kondisi iklim di Imogiri dengan suhu 26.36±0.81℃, kelembaban 84.59±3.66 %, curah hujan 2063±629.82 mm pertahun (iklim tipe C agak basah) masuk dalam kisaran iklim optimal bagi pertumbuhan ulat sutera liar A. atlas. Iklim wilayah Maswati (suhu 20.99±0.61 ℃, kelembaban 82.09±5.04 % dan curah hujan 2318±513.56 mm tahun-1) berada di bawah standar kondisi optimum pertumbuhan ulat sutera liar. Analisis PCA menghasilkan 4 principal component (PC) dengan total proporsi sebesar 79.0% untuk jantan dan 80.8% untuk betina. Variabel utama yang dihasilkan kokon jantan Imogiri adalah bobot kulit kokon (0.87±0.21 g), tebal kokon (0.38±0.12 mm), panjang kokon (55.95±3.76 mm) dan bobot floss (0.23±0.06 g), serta kokon betina Imogiri adalah bobot kulit kokon (0.87±0.26 g), tebal kokon (0.29±0.10 mm), panjang kokon (59.65±4.47 mm) dan bobot floss (0.25±0.07 g). Variabel utama kokon jantan Maswati adalah bobot kulit kokon (0.56±0.15 g), tebal kokon (0.21±0.06 mm), panjang kokon (56.67±6.47 mm) dan bobot floss (0.16±0.06 g), sedangkan kokon betina Maswati menghasilkan bobot kulit kokon (0.59±0.18 g), tebal kokon (0.29±0.10 mm), panjang kokon (59.45±4.47 mm) dan bobot floss (0.21±0.05 g). Kualitas serat dari kokon Imogiri mempunyai panjang serat per kokon 1085.83±365.78 m dan tensile strenght 1168.61 MPa, sedangkan kokon dari Maswati mempunyai panjang serat sebesar 759.83±92.16 m dan tensile strength 740.905 MPa. Dalam penanganan, pengolahan dan pemanfaatan serat sutera diperlukan informasi kekuatan termal serat untuk menjamin kualitas dari serat tersebut. Kekuatan termal serat dapat dilihat dari perubahan warna, penyusutan bobot dan perubahan spektrum bilangan gelombang. Penelitian ini menggunakan 2 tipe serat yakni non degummed fiber A. atlas (NDFA) dan degummed fiber A. atlas (DFA) serta DF B. mori (DFB) sebagai pembanding. Perubahan warna NDFA signifikan pada suhu 240℃ (ΔE= 6.75±0.44), sedangkan penyusutan bobot (17.04±3.27%) dan transisi random coil (1641-1644 cm-1) menjadi betha sheet (1630-1631 cm-1) terjadi pada perlakuan suhu 280℃. Pada DFA perubahan warna (ΔE= 6.65±3.74) dan spektrum gugus fungsionalnya signifikan di perlakuan suhu 240℃ dengan munculnya serapan bilangan gelombang baru 1451 cm-1 yang merupakan bentuk betha sheet, namun penyusutan bobot mulai signifikan (21.40±4.04%) pada perlakuan suhu 280℃. Pada DFB perubahan warna signifikan mulai perlakuan suhu 240℃ (ΔE= 36.67±1.38), sedangkan penyusutan bobot (15.96±1.34%) dan muncul serapan bilangan gelombang baru (1452 cm-1) pada suhu 280℃. Optimasi degumming diperlukan untuk menghasilkan rendemen fibroin yang maksimal dengan kualitas yang baik. Kondisi optimum DFA tercapai pada dua kali degumming di konsentrasi NaOH 0.12 N, suhu 79℃ dan waktu 42.65 menit dengan capaian rendemen sebesar 83.06±1.50 %. Kondisi optimum DFB dicapai pada satu kali degumming pada konsentrasi NaOH 0.018 N, suhu 110.53oC dan waktu 55.51 menit dengan capaian rendemen sebesar 71.11±0.98 %. Hasil tersebut telah divalidasi di laboratorium dan analisis hasil foto SEM. Metode ekstraksi fibroin yang tepat dapat menghasilkan rendemen fibroin yang optimum. Biokomposit PLA dengan serat sutera menggunakan 3 perlakuan jenis serat yang masing-masing 3 taraf perlakuan yakni 5%, 10% dan 15% serat terhadap matrik PLA. Uji mekanik menghasilkan tensile strength tertinggi pada biokomposit PLA/DFA5% sebesar 60.74±4.96 MPa, tensile modulus sebesar 2.24±0.12 GPa, elongation at break sebesar 7.09±3.35 %, modulus of rupture (MOR) sebesar 101.03±25.39 MPa dan flexural modulus sebesar 4023.51±247.66 MPa. PLA/DFA 5% menghasilkan kenaikan tensile strength sebesar 8% dari PLA murninya (56.24±4.04 MPa). Tensile strength dan MOR pada penelitian ini memiliki kecenderungan semakin menurun dengan bertambahnya persentase serat. Kondisi tersebut sejalan dengan karakter termalnya yang mempunyai nilai kristalinitas tertinggi pada taraf serat 5% di semua perlakuan dan makin menurun dengan meningkatnya persentase serat. PLA murni mempunyai derajat kristalinitas sebesar 48.41% sedangkan PLA/DFA5% 47.14%, PLA/DFA10% 40.86%, PLA/DFA15% 28.75%, PLA/DFB5% 48.30%, PLA/DFB10% 52.36%, PLA/DFB15% 49.55%, PLA/NDFA5% 46.22%, PLA/NDFA10% 43.08% dan PLA/NDFA15% 48.39%. Biokomposit PLA/DFA5% masuk dalam spesifikasi standar untuk aplikasi interior mobil meskipun perlu perbaikan proses dan pengujian lebih lanjut.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91563
Appears in Collections:DT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2018yce.pdf
  Restricted Access
35.46 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.