Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91448
Title: Kajian Potensi Biodiversitas Iktiofauna di Kawasan Penyangga Resort Suo-Suo Taman Nasional Bukit Tigapuluh
Authors: Kamal, Mohammad Mukhlis
Sukmono, Tedjo
Mahyudi S, Indra
Issue Date: 2017
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Kawasan penyangga Resort Suo-Suo merupakan bagian dari Taman Nasional Bukit Tigapuluh yang masuk dalam SPTN Wilayah I Kabupaten Tebo Propinsi Jambi. Sebagai kawasan penyangga, daerah ini memiliki kelebihan tersendiri dari sisi ekologi, diantaranya yaitu mendapat suplai distribusi biodiversitas flora dan fauna yang terkonektivitas pada zona inti. Namun secara zonasi, karena kawasan ini berbentuk zona tradisional yang tergolong common pool resources dan bersifat open acces sehingga banyak stakeholder yang berkepentingan. Studi ini berangkat dari rencana pengembangan bidang perikanan perairan umum daratan sebagai salah satu komponen dalam mendukung pengelolaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh secara terintegrasi dan mandiri melalui penguatan kapasitas dan pemberdayaan masyarakat di kawasan penyangga. Namun saat ini data fundamental seperti tentang biodiversitas iktiofauna belum ada. Mayoritas di Indonesia eksplorasi iktiofauna kawasan Taman Nasional hanya dilakukan di zona inti, sedangkan kawasan zona penyangga yang bersifat open acces memiliki tingkat eksplorasi yang rendah. Studi ini bertujuan untuk menganalisis potensi biodiversitas iktiofauna yang terdiri dari kajian komposisi hasil tangkapan, komposisi spesies, status IUCN red list, karakter dan kemanfaatan ikan, keragaman komunitas, distribusi spasialtemporal, similaritas, ataupun tipe dan karakter habitat perairan yang ada. Penelitian ini dilakukan di kawasan penyangga Resort Suo-Suo Taman Nasional Bukit Tigapuluh bagian SPTN Wilayah I Kabupaten Tebo Propinsi Jambi, khususnya areal Blok Satu dengan meliputi 10 titik stasiun pengamatan. Pengamatan dilakukan selama dua musim yaitu musim kemarau (Agustus 2015) dan musim hujan (Febuari 2016). Penentuan stasiun pengamatan melalui purposive sampling dengan merujuk hasil studi pendahuluan (April 2015) yaitu mewakili dua daerah aliran sungai (DAS) utama: Sungai Manggatal dan Sungai Sekalo, serta rawa-rawa yang terdapat di area ini. Setiap sungai dibagi menjadi tiga bagian yaitu hulu, tengah dan hilir. Daerah hulu sungai merupakan stasiun yang terdekat dengan kawasan zona inti taman nasional, daerah tengah merupakan stasiun terdekat dengan tempat yang sering digunakan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti berburu dan mengumpulkan hasil hutan lainnya seperti rotan dan jerenang. Sedangkan daerah hilir, anak sungai minnor, dan sungai batang sumay merupakan daerah yang berada di sisi jalan poros dan dekat dengan pemukiman masyarakat, daerah ini tergolong memiliki tingkat eksplotasi penangkapan yang tinggi dan sering dijadikan tempat dermaga perahu, mandi, cuci dan kakus. Pengambilan sampel ikan merujuk Sukmono (2015) mengunakan jala tebar (cast net) dengan ukuran panjang 3 m, tinggi 2 m, ukuran mata jaring 0.5 inchi dan jaring insang (gillnet) berukuran panjang ± 30 m, tinggi 1 m dengan ukuran masing-masing mata jaring 0.5, 0,75 dan 1 inchi. Jala tebar di operasikan pada bagian tengah sungai yang memiliki kecepatan arus yang relatif tinggi selama ii kurang lebih 1 jam di setiap stasiun, sedangkan jaring insang (gillnet) dioperasikan pada perairan dalam (lubuk) selama 6 jam dan diangkat 2 jam sekali dengan jarak tiap jaring ± 50 m, sedangkan untuk tepi perairan yang tertutup vegetasi dilakukan penangkapan ikan dengan pancing, tajur, serok dan tembak ikan. Stasiun penelitian yang berupa rawa pengambilan sampel dilakukan pada area inlet, tengah dan outlet, sedangkan yang berupa sungai pengambilan sampel dilakukan pada area lubuk atau pertemuan sungai utama dengan anak sungai minnor. Hasil sampling ikan selama penelitian didapatkan 71 spesies yang termasuk dalam 18 famili dan 8 ordo, sedangkan secara temporal diperoleh 65 spesies 17 famili dan 8 ordo pada musim kemarau dan 46 spesies 14 famili dan 7 ordo pada musim hujan. Analisis IUCN Red List ikan menunjukkan lima kategori yaitu: belum dievaluasi (NE) ada 39 spesies (54.93%), informasi kurang (DD) ada 2 spesies (2.82%), berisiko rendah (LC) ada 28 spesies (39.44%), hampir terancam (NT) ada 1 spesies (1.41%), dan rentan (VU) ada 1 spesies (1.41%). Sedangkan potensi ikan yang terkoleksi menunjukkan 23 spesies (32.39%) berpotensi sebagai ikan hias, 23 spesies (32.39%) berpotensi sebagai ikan konsumsi dan 25 spesies (35.21%) berpotensi sebagai ikan hias dan juga ikan konsumsi yang secara keseluruhan merupakan spesies alami (native species) asli Indonesia. Terdapat 4 spesies yang merupakan catatan baru bagi Jambi, seperti Doryichthys martensii, Rasbora bankanensis, Rasbora ennealepis dan Rasbora rutenii. Spesies ikan yang memiliki frekuensi keterdapatan tertinggi pada musim kemarau adalah spesies Mystacoleucus marginatus dan Labiobarbus festivus masing-masing sebesar 70%. Pada musim hujan, spesies ikan yang memiliki frekuensi keterdapatan tertinggi adalah spesies Mystacoleucus marginatus sebesar 70%, Barbonymus schwanenfeldii dan Hampala macrolepidota masing-masing sebesar 60%. Hasil uji statistik ANOSIM menunjukan terdapat perbedaan yang nyata hasil tangkapan antara musim kemarau dan musim hujan (Global R = 0.045; p = 0.197). Diperkuat hasil uji Similarity of Percentase (SIMPER) didapatkan bahwa tingkat similaritas di musim kemarau sebesar 20.96% dan musim hujan sebesar 17.13%. Tingkat dissimilarity antara musim kemarau dan musim hujan sebesar 83.87%, artinya tingkat perbedaan komposisi spesies antara musim kemarau dengan musim hujan tergolong tinggi, atau dengan kata lain tiap musim dihuni oleh spesies ikan yang berbeda. Secara keseluruhan, biodiversitas iktiofauna di kawasan penyangga Resort Suo-Suo Taman Nasional Bukit Tigapuluh khususnya Blok Satu dengan luas ± 22.095 Ha termasuk katagori tinggi dan memberikan kontribusi 22% keanekaragaman ikan di Jambi. Habitat perairannya pun tergolong baik dalam menunjang kehidupan biota yang ada. Namun demikian, biodiversitas iktiofauna tersebut bukan tanpa ancaman, karena aktivitas antropogenik dan destructive fishing masih terus berlangsung. Dalam rangka mempertahankan atau menjaga agar biodiversitas iktiofauna tetap lestari, maka hal yang perlu dilakukan adalah: (1) Penetapan kawasan konservasi perairan; (2) Pembatasan jenis alat tangkap; (3) Peningkatan sumberdaya ikan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/91448
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017ims.pdf
  Restricted Access
29.79 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.