Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90948
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSuharno-
dc.contributor.advisorRifin, Amzul-
dc.contributor.authorDarhyati, Andi Tenri-
dc.date.accessioned2018-02-22T02:15:50Z-
dc.date.available2018-02-22T02:15:50Z-
dc.date.issued2017-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90948-
dc.description.abstractHasil perundingan Uruguay membentuk perjanjian Agreement on Agriculture. Isi perjanjian tersebut ialah menurunkan kebijakan tariff dengan tujuan untuk mengurangi hambatan-hambatan perdagangan. Namun, berbagai negara mulai meningkatkan Non tariff measure karena khawatir dengan akses pasar yang semakin bebas. Meningkatnya kesadaran akan isu keamanan pangan menyebabkan timbulnya non tariff measure berupa sanitary and phytosanitary (SPS) dan technical barrier to trade (TBT) diterapkan pada berbagai negara pengimpor. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa negara berkembang merupakan negara yang terkena dampak adanya non tariff measure. Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadi sumber utama untuk meningkatkan perekonomiannya melalui ekspor. Salah satu komoditi ekspor utama Indonesia adalah Kakao. Non Tariff Measure banyak diterapkan oleh berbagai negara pada komoditi pertanian terutama Kakao. Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis pemberlakuan dan dampak non tariff measure terhadap ekspor Kakao Indonesia. Metode digunakan untuk menganalisis bagaimana pemberlakuan non tariff measure adalah inventory approach. Inventory approach terbagi atas 2 pendekatan yaitu frequency index dan coverage ratio. Frequency Index menunjukkan persentase dari jumlah kebijakan non tariff measure yang dikenakan pada kakao. Coverage ratio menunjukkan seberapa besar cakupan produk kakao yang dikenakan non tariff measure. Untuk menjawab tujuan kedua menggunakan metode gravity model. Metode tersebut digunakan untuk menganalisis dampak dari non tariff measure terhadap ekspor kakao Indonesia. Hasilnya menunjukkan bahwa kebijakan SPS lebih banyak diterapkan pada biji kakao sedangkan TBT lebih banyak diterapkan pada olahan kakao. Berdasakan hasil uji gravity model, kebijakan SPS berpengaruh dalam menurunkan nilai ekspor Kakao Indonesia sedangkan TBT tidak berpengaruh secara signifikan. Negara maju seperti Amerika Serikat, Canada dan Jepang menerapkan non tariff measure lebih ketat dibanding negara berkembang.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcAgribusinessid
dc.subject.ddcExportsid
dc.subject.ddc2017id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titleDampak Non Tariff Measure Terhadap Ekspor Kakao Indonesiaid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordGravity Modelid
dc.subject.keywordInventory Approachid
dc.subject.keywordNon tariff Measureid
Appears in Collections:DT - Economic and Management

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017atd.pdf
  Restricted Access
21.31 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.