Please use this identifier to cite or link to this item:
http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90932| Title: | Perubahan Struktur Nafkah, Kerja Perempuan, dan Ekosistem Desa: Analisis Dampak Ekspansi Perkebunan Kelapa Sawit di Jambi |
| Authors: | Dharmawan, Arya Hadi Pandjaitan, Nurmala Katrina Azzahra, Fatimah |
| Issue Date: | 2017 |
| Publisher: | Bogor Agricultural University (IPB) |
| Abstract: | Ekspansi perkebunan kelapa sawit memberikan dampak perubahan ekosistem hutan menjadi kebun sawit. Perubahan ekosistem tersebut mengakibatkan bencana kekeringan dan kebanjiran yang dialami rumahtangga petani di Kecataman Merlung dan Kecamatan Muara Papalik menciptakan suatu kondisi rentan. Index kerentanan nafkah (LVI) terdiri dari tiga komponen yaitu keterpaparan, sensitifitas, dan kapasitas adaptasi. Dalam menghadapi kerentanan tersebut, rumahtangga petani memiliki lima modal yaitu modal alam, modal manusia, modal sosial, modal fisik, dan modal finansial. Modal alam merujuk pada sumber daya alam dasar (tanah, air, pohon) yang menghasilkan produk yang digunakan oleh populasi manusia untuk kelangsungan hidup mereka. Modal fisik merujuk pada aset-aset yang dibawa ke dalam eksistensi proses produksi ekonomi, sebagai contoh, alatalat, mesin, dan perbaikan tanah seperti teras atau saluran irigasi. Modal manusia merujuk pada tingkat pendidikan dan status kesehatan individu dan populasi. Modal finansial merujuk pada persediaan uang tunai yang dapat diakses untuk membeli barang-barang konsumsi atau produksi, dan akses pada kredit dapat dimasukkan ke dalam kategori ini. Modal sosial merujuk pada jaringan sosial dan asosiasi di mana orang berpartisipasi, dan dari mana mereka dapat memperoleh dukungan yang memberikan kontribusi terhadap penghidupan mereka. Dalam proses pemanfaatan livelihood assets tersebut diidentifikasi perubahan-perubahan (struktur nafkah, gender, dan persepsi terhadap perubahan ekosistem) yang terjadi dalam rumahtangga petani. Perubahan struktur nafkah dilihat dari perubahan sumber pendapatan rumahtangga petani. Perubahan kerja perempuan dilihat dari partisipasi perempuan dalam kerja nafkah rumahtangga petani. Perubahan ekosistem dilihat dari persepsi rumahtangga petani terhadap kondisi ekosistem setelah adanya ekspansi perkebunan kelapa sawit. Perubahan-perubahan tersebut dilakukan oleh rumahtangga petani untuk dapat kembali normal atau mencapai keadaan resiliensi. Secara garis besar, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ekspansi perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan ekosistem secara faktual. Hal tersebut dibuktikan dengan data citra satelit yang menunjukkan bahwa hutan semakin berkurang dan digantikan oleh perkebunan kelapa sawit. Secara persepsional, rumahtangga petani merasa bahwa lahan kelapa sawit terus bertambah diikuti dengan menurunnya kualitas air sungai dan hilangnya flora serta fauna di hutan. Selain itu, ekspansi perkebunan kelapa sawit menyebabkan perubahan struktur nafkah berupa pergeseran sumber nafkah dari perkebunan karet menjadi perkebunan kelapa sawit. Karet tidak lagi menjadi komoditi utama, struktur nafkah ditandai dengan ketergantungan yang sangat tinggi terhadap kelapa sawit. Dalam aspek sosial, terjadi perubahan kerja perempuan dari sektor domestik ke sektor publik. Pada rumahtangga lapisan bawah dan menengah terjadi perubahan kerja perempuan dari domestik menjadi ke ranah publik yaitu sebagai buruh budidaya di perkebunan kelapa sawit. Hal tersebut menyebabkan peningkatan daya beli rumahtangga pada asset fisik (dapat dijual sewaktu-waktu ketika terjadi krisis). Ekspansi perkebunan kelapa sawit memberikan dampak positif berupa peningkatan pendapatan rumahtangga dan peningkatan daya beli masyarakat, namun disisi lain, ekpansi perkebunan kelapa sawit menyebabkan kerusakan lingkungan, kekeringan di wilayah hulu, dan kebanjiran di wilayah hilir. Selain itu, perempuan yang bekerja di perkebunan kelapa sawit memiliki lebih sedikit waktu untuk anak-anaknya sehingga fungsi keluarga yang hilang. Pada akhirnya terjadi fenomena kenakalan remaja. Resiliensi ekonomi dari ekpansi perkebunan kelapa sawit tersebut harus dibayar mahal dengan dampak negatif terhadap lingkungan dan sosial yang juga ditimbulkannya, sehingga fenomena ini disebut sebagai costly resilience. |
| URI: | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/90932 |
| Appears in Collections: | MT - Human Ecology |
Files in This Item:
| File | Size | Format | |
|---|---|---|---|
| 2017faz.pdf Restricted Access | 38.61 MB | Adobe PDF | View/Open |
Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.