Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88328
Title: Model Penumbuhan dan Pengembangan Kelompok Agroindustri Kakao Berbasis Insentif Teknologi
Authors: Maarif, M. Syamsul
Hermawan, Aji
Hardjomidjojo, Hartrisari
Zulfiandri
Issue Date: 2017
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Kakao merupakan salah satu komoditi strategis Indonesia. Selain menghasilkan devisa, kakao juga diusahakan 90% dari luas areal produksinya oleh rakyat. Mengembangkan agroindustri kakao diharapkan akan berdampak langsung kepada petani sebagai pelaku utama sektor produksi biji kakao. Namun pengembangan agroindustri kakao belum berdampak signifikan terhadap peningkatan kesejahteraan petaninya. Salah satu strategi yang dilakukan pemerintah adalah menghubungkan sektor suplai biji kakao dengan industri pengolahannya dengan mengembangkan industrialisasi kakao di tingkat petani dengan berkelompok. Pengembangan industri kakao dengan strategi ini bersifat sporadis dan belum tertata dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk membangun dan menganalisis model penumbuhan dan pengembangan kelompok agroindustri kakao yang terdiri atas empat sub tujuan yaitu: menyusun model konseptual proses penumbuhan dan perubahan kelompok agroindustri kakao dari kelompok petani berbasiskan insentif teknologi; menganalisis biaya transaksi pada setiap rantai nilai agrindustri kakao dan menganalisis kelayakan integrasi vertikal agroindustri kakao dengan Benefit-Cost rasio analisis, agar diperoleh masukan dalam pengembangan integrasi vertikal agroindustri yang tepat bagi kelompok tani kakao di Indonesia; membuat model pemeringkatan kelompok agroindustri kakao; dan mendesain model strategi intervensi teknologi dalam rangka pengembangan kelompok agroindustri kakao berbasis insentif teknologi. Hasil analisis situasi penumbuhan agroindustri berbasis kelompok yang dilakukan dengan analisis politik, menunjukkan bahwa ada 3 (tiga) pihak yang paling berkepentingan dan berpengaruh dalam transformasi kelompok petani menjadi kelompok agroindustri, yakni; pemerintah, teknopreneur, dan petani. Masing-masing para pihak ini memiliki wewenang yang saling mempengaruhi proses transformasi. Proses transformasi kelompok petani menjadi kelompok agroindustri memiliki 4 sistem aktivitas manusia yang memiliki maksud, yakni : Penumbuhan kelompok agroindustri kakao dari kelompok-kelompok yang telah eksis di masyarakat; Pemeringkatan kelompok agroindustri kakao berdasarkan kebutuhan dan penguasaan teknologi dalam rangka insentif teknologi; Pola-pola internal kelembagaan (pengelolaan, sistem transaksi) dalam rangka penguatan kelembagaan kelompok agroindustri kakao; Mekanisme kelembagaan pemberian insentif teknologi oleh pemerintah terutama oleh pembina yang relevan. Setiap sistem ini memiliki model konseptual masing-masing. Model-model konseptual ini kemudian dibandingkan kembali dengan situasi nyata dan lakukan aksi perbaikan. Salah satu perbaikan dari pendekatan lunak ini adalah perbaikan pada sistim pemeringkatan kelompok dan sistim koordinasi antar pemangku kepentingan pembinaan kelompok agroindustri kakao. Biaya transaksi yang muncul dari integrasi vertikal agroindustri kakao skala kecil ini pada tahap rantai budidaya kakao yang menghasilkan produk biji kakao fermentasi) adalah sebesar Rp. 8416.667/tahun. Pada tahap ke 2 yakni antara rantai budidaya kakao dengan industri pengolahan biji kakao kering/agroindustri yang menghasilkan produk pasta coklat, lemak coklat dan bubuk coklat memiliki biaya transaksi sebesar Rp. 35.545.833/tahun. Pada tahap berikutnya rantai budidaya kakao, agroindustri tahap 1 dengan agroindustri hilir kakao/agroindustri tahap 2 yang menghasilkan produk permen coklat, bubuk coklat mix, menghasilkan biaya transaksi Rp. 27.605.000/tahun. Pada tahap terakhir antara rantai budidaya kakao - agroindustri tahap 1 – agroindustri tahap 2 dengan agroindustri kreatif/kuliner berbahan baku coklat memiliki biaya transaksi sebesar Rp. 13.416.667/tahun. tingginya biaya transaksi pada tahapan agroindustri karena adanya biaya lobby dan penyiapan lahan bagi pabrik mini kakao untuk mendapatkan insentif teknologi dari pemerintah. Integrasi vertikal menunjukkan korelasi positif dengan kelayakan usaha agroindustri kakao. Jika usaha ini dikerjakan secara terpisah-pisah maka usaha yang layak adalah pada rantai tahap awal dan tahap akhir (kuliner coklat). Nilai BC rasio tahap 1, tahap 2 tahap 3 dan tahap 4 dari rantai agroindustri kakao adalah 1,21; 0,84; 0,97 dan 1,31. Jika usaha ini dintegrasikan antara tahap 1 dan tahap 2, nilai BC rasio masih belum layak (0,96). Integrasi vertikal tahap 1, tahap 2 dan tahap 3 memberikan nilai BC rasio 1,12, yang berarti usaha layak secara ekonomis. Model pengembangan kelompok agroindustri harus sesuai dengan kebutuhan dan kondisi anggota kelompok agroindustri tersebut. Untuk dapat diperoleh intervensi yang tepat oleh pemerintah maka disusun panduan penilaian dan pemeringkatan kelompok agroindustri. Panduan ini diharapkan mampu memetakan kondisi kelompok saat tersebut. Karena kelompok yang dinilai adalah kelompok agroindustri maka penilaian harus memperhatikan komponen teknologi. Penelitian ini telah menyusun panduan penilaian dan pemeringkatan kelompok berdasarkan aspek teknologi. Telah diusulkan 4 tahap atau 4 kelas kelompok agroindustri kakao, yakni tahap awal, tahap madya, tahap maju dan tahap lanjut. Setiap tahap memiliki karakeristik masing-masing. Penilaian dan panduan ini digunakan untuk melakukan pengembangan kelompok agroindustri meliputi aspek bantuan teknis, penyuluhan dan pelatihan, serta pendampingan. Setiap tahapan memiliki menu pengembangan masing-masing sesuai dengan hasil penilaian dan pemeringkatan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88328
Appears in Collections:DT - Agriculture Technology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017zul1.pdf
  Restricted Access
58 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.