Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88000
Title: Sebaran Vertikal Mikroba Fungsional pada Perakaran Kelapa Sawit dan Potensinya Sebagai Agens Pengendalian Hayati Ganoderma boninense Pat
Authors: Widodo
Wiyono, Suryo
Wafa, Ali
Issue Date: 2017
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Ganoderma bonninense Pat. merupakan patogen penyakit busuk pangkal batang, penyakit penting pada tanaman kelapa sawit dan menyebabkan kerugian paling besar dibanding organisme pengganggu tumbuhan (OPT) kelapa sawit lainnya. Penyebaran patogen ini tergolong cepat karena terjadi melalui kontak akar antar tanaman kelapa sawit sehingga sulit dikendalikan. Pengendalian penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit dengan penggunaan fungisida diketahui berdampak negatif terhadap mikroba tanah karena mengakibatkan berkurangnya keragaman mikroba alami di lahan. Mikroba alami tersebut dapat berperan sebagai agens pengendalian hayati. Penggunaan agens hayati komersial dalam pengendalian hayati juga diketahui kurang berhasil dalam menekan perkembangan penyakit ini karena ketidakmampuan agens tersebut untuk berkembang direlung ekologi yang sama dengan patogen. Pemahaman yang baik pada kajian bioekologi tanaman, patogen dan mikroba fungsional alaminya dapat membantu untuk meningkatkan efektivitas pengendalian hayati yang digunakan dalam mengendalikan penyakit busuk pangkal batang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui sebaran secara vertikal mikroba-mikroba fungsional rizosfer dan di dalam jaringan akar (endofit) khususnya yang bersifat patogen dan non patogen, antibiosis, kitinolitik, selulolitik, penghasil VOC’s dan pemicu pertumbuhan pada kedalaman 0-120 cm di dua lokasi pertanaman yang berbeda. Lokasi Darmaga, Bogor sebagai representasi tanaman pertama dan bebas infeksi sedangkan lokasi Sibiru-Biru, Deli Serdang sebagai representasi tanaman generasi kedua dan telah terserang penyakit busuk pangkal batang. Sampel tanah dan akar tanaman kelapa sawit diambil degan bor tanah dengan diameter 3 inci hingga kedalaman 120 cm pada jarak 1 m arah horizontal dari batang pokok. Setiap lokasi diambil sampelnya sebanyak tiga tanaman, kemudian sampel dijadikan satu sampel komposit. Mikroba diisolasi tiap 30 cm dari tanah rizosfer dan endofit perakaran kelapa sawit dengan metode sterilisasi permukaan akar untuk mikroba endofit dan metode pengenceran tanah untuk mikroba rizosfer kemudian ditumbuhkan pada media spesifik. Tiap mikroba yang didapatkan kemudian diuji beberapa karakternya yaitu: patogenisitas, antibiosis, selulolitik, kitinolitik, produksi senyawa volatil dan kemampuan memicu pertumbuhan pada tanaman indikator. Secara umum populasi mikroba di dalam tanah dan akar menurun seiring meningkatnya kedalaman tanah. Hal tersebut juga terjadi pada populasi mikroba fungsional di kedua lokasi. Umumnya tiap kelompok fungsional, persentasenya menurun seiring kedalaman tanah, kecuali pada kelompok selulolitik di daerah Sibiru-biru yang meningkat pada kedalaman 90-120 cm. Penelitian ini menunjukkan bahwa sebaran vertikal tiap jenis mikroba dan fungsinya berbeda-beda pada kedua lokasi pertanaman dan relung ekologi. Untuk bakteri di Darmaga maupun Sibiru-biru, ditemukan pada seluruh kedalaman tanah baik yang hidup sebagai endofitik maupun rizosfer. Sementara itu untuk cendawan di lokasi Sibiru-biru di kedua relung ekologi yang diamati hanya ditemukan pada kedalaman 0-90 cm sedangkan di Darmaga hanya ditemukan hanya pada kedalaman 60-90 cm. Secara berurutan persentase kelompok fungsional pada mikroba rizosfer yang ditemukan di daerah Sibiru-biru dari yang paling banyak adalah selulolitik kemudian disusul oleh mikroba patogenik, kitinolitik, penghasil VOC, antibiosis dan terakhir adalah pemicu pertumbuhan. Semetara itu pada mikroba endofitik secara berurutan adalah karakter antibiosis, selulolitik, kitinolitik, patogen, pemicu pertumbuhan dan penghasil VOC. Kelompok fungsional pada kedua relung ekologi tersebut ditemukan pada seluruh kedalaman kecuali untuk kelompok antibiosis dan penghasil VOC yang hanya ditemukan hingga kedalaman 90 cm. Sementara itu, di Darmaga, persentase ditemukannya kelompok fungsional pada kedua relung ekologi secara berurutan dari yang terbanyak adalah kelompok kitinolitik, selulolitik, patogen, antibiosis, penghasil VOC dan pemicu pertumbuhan. Dari penelitian ini bakteri yang diperoleh memiliki peluang lebih besar sebagai patogen dibandingkan kelompok cendawan. Dari penelelitain ini bakteri yang diperoleh memiliki kemampuan pada seluruh kelompok fungsional yang diuji, sedangkan cendawan yang ditemukan tidak memiliki kemampuan kitinolitik. Berdasarkan penelitian ini, kelompok fungsional selulolitik, kitinolitik, antibiosis dan penghasil VOC masih dapat ditemukan hingga kedalaman 120 cm. Kelompok mikroba endofit yang berfungsi sebagai pemicu pertumbuhan dapat ditemukan sampai kedalaman 0-60 cm, sedangkan untuk mikroba rizosfer ditemukan pada kedalaman 0-120 cm. Dari hasil penelitian ini terlihat beberapa kelompok fungsional, terutama kitinolitik, selulolitik dan penghasil VOC berpeluang untuk mengendalikan G. boninense yang mampu hidup hingga kedalaman 75 cm. Kitinolitik, penghasil VOC dan antibiosis dapat digunakan sebagai penekan langsung sedangkan kelompok selulolitik dan pemicu pertumbuhan dapat digunakan sebagai penekan tidak langsung terhadap pertumbuhan G. boninense dengan mekanisme perebutan nutrisi makanan dan induksi ketahanan inang. Mikroba fungsional tertentu masih dapat ditemukan hingga kedalaman tanah 120 cm. Hal ini menunjukkan jika mikroba fungsional tidak hanya berada di permukaan tanah (0-30 cm). Mikroba fungsional yang ditemukan dapat dikembangkan sebagai agens pengendalian hayati penyakit busuk pangkal batang kelapa sawit.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/88000
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017awa.pdf
  Restricted Access
22.79 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.