Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87877
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorKarja, Ni Wayan Kurniani-
dc.contributor.advisorSetiadi, Mohamad Agus-
dc.contributor.advisorAdnyane, I Ketut Mudite-
dc.contributor.authorMasturi M-
dc.date.accessioned2017-08-14T04:08:19Z-
dc.date.available2017-08-14T04:08:19Z-
dc.date.issued2017-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/87877-
dc.description.abstractTeknologi reproduksi berbantuan secara in vitro seperti IVM dan IVF memberi suatu pendekatan penyelamatan materi genetik dari hewan genetik unggul atau hewan hampir punah yang mati secara tiba-tiba. Pemanfaatan materi genetik ini memerlukan suatu teknik penanganan koleksi dan preservasi yang tepat untuk mempertahankan viabilitas oosit sehingga dapat dimaturasi hingga berkembang menjadi embrio selanjutnya. Keterbatasan paling utama dalam penanganan sampel yaitu jauhnya lokasi sampel dari laboratorium sehingga sampel tidak dapat segera diperoses. Penyimpanan ovarium pada suhu yang tepat secara fisiologis mampu mempertahankan viabilitas oosit dan mampu berkembang secara in vitro. Penyimpanan ovarium pada suhu 4°C pada beberapa jenis hewan mampu berkembang secara in vitro. Presevasi pada suhu 4°C mampu menekan proses metabolisme sel, akibatnya meminimalkan kebutuhan metabolik sehingga meningkatkan ketahanan folikel dalam pengurangan nutrisi dan oksigen selama preservasi in vitro. Periode dan suhu penyimpanan ovarium setelah kematian hewan sangat berpengaruh terhadap potensi perkembangan oosit selanjutnya dan bersifat spesifik terhadap setiap jenis spesies, sehingga penelitian ini bertujuan mengetahui kompetensi maturasi in vitro oosit dan kajian mikroskopis ovarium domba pasca penyimpanan ovarium pada suhu 4°C. Penelitain tahap 1 yaitu tingkat maturasi inti oosit domba pasca penyimpanan ovarium pada suhu 4°C dengan melihat kualitas dan tingkat kematangan inti oosit. Ovarium yang diperoleh dari RPH diangkut dengan media transportasi larutan fisiologis 0.9% dengan campuran penicilin 100 IU/l + streptomycin 0,1 g/l dibagi secara acak menjadi 4 kelompok: kelompok kontrol (H-0) yaitu pada suhu 34-36°C kemudian dimasukkan ke dalam termos, ovarium yang lainnya disimpan pada suhu 4°C selama 24 jam (Kelompok H-1), 48 jam (Kelompok H-2), 72 jam (Kelompok H-3) dan 96 jam (Kelompok H4). Oosit kemudian dikoleksi dengan cara pencacahan (slicing) dengan media phosphate buffered saline (PBS) 10% yang ditambahkan dengan 0.3% bovine serum albumin (BSA), 100 IU/ml penicilin dan 0.1 g/ml streptomycin. Selanjutnya oosit dikoleksi berdasarkan keadaaan kekompakan sel-sel kumulus, kehomogenan dari sitoplasma dan dipisahkan berdasarkan gradenya yaitu grade A, grade B, grade C dan oosit yang sudah mengalami degenerasi/fragmentasi. Oosit dengan grade A dan B kemudian dicuci sebanyak dua kali dengan medium maturasi dan dimaturasi pada incubator 5% CO2, pada temperatur 38.5°C selama 24 jam. Media maturasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah tissue culture medium (TCM) yang ditambahkan pregnant mare’s serum gonadotropin (PMSG) 10 IU/ml, human chorionic gonadotrophin (hCG) 10 IU/ml, gentamycin 50 μg/ml dan bovine serum albumin (BSA) 0.4%. Evaluasi tingkat kematangan oosit in vitro dengan cara oosit didenudasi dengan bantuan enzim hyaluronidase 0.25%, kemudian difiksasi asam asetat dan etanol (1:3) selama 2-3 hari. Evaluasi tingkat kematangan inti dinilai dengan menghitung jumlah oosit pada setiap tahap pembelahan meiosis. Status inti oosit dikelompokkan menjadi tahap germinal vasicle (GV), metaphase I (MI), dan metaphase II (MII. Penelitian tahap 2 kajian histologi jaringan ovarium pasca penyimpanan pada suhu 4°C dimana sampel ovarium pasca penyimpanan dicuci dengan NaCl fisiologi 0.9%, lalu dimasukkan dalam larutan fiksatif Paraformaldehide 4% selama 5 hari. Selanjutnya jaringan diproses dehidrasi, clearing dan embedding. Organ yang berada di dalam blok parafin dipotong dengan mikrotom pada ketebalan 5 μm. Hasil potongan sampel jaringan yang diperoleh diwarnai dengan hematoksilin-eosin (HE) untuk melihat struktur ovarium secara mikroskopis. Hasil pewarnaan kemudian diamati dan didokumentasikan menggunakan mikroskop cahaya CH-21 (Olympus, Japan) yang dilengkapi dengan peralatan mikrofotografi Dinoeye (Dinolite, Taiwan). Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan terdapat penurunan yang signifikan (P<0.05) pada jumlah oosit dengan kualitas A setelah hari kedua penyimpanan. Jumlah oosit dengan grade A dari ovarium yang disimpan selama 1 hari, masih mempunyai jumlah yang sama dengan kontrol (P< 0.05). Perolehan oosit grade A semakin menurun setelah hari keempat penyimpanan dibandingkan hari kedua, dan ketiga (P<0.05). Seiiring dengan penurunan jumlah oosit grade A, terjadi peningkatan jumlah oosit yang mengalami degenerasi yang dimulai pada hari ketiga pasca penyimpanan ovarium (P<0.05). Persentase tingkat maturasi inti oosit domba pada penyimpanan suhu 4°C mengalami pola yang sama dengan nilai kualitas oosit, terdapat penurunan yang signifikan (P<0.05) terhadap persentase tingkat pematangan inti yang mencapai MII setelah penyimpanan hari kedua. Tingkat pematangan inti yang mencapai MII pada penyimpanan hari 1, mempunyai nilai yang tidak berbeda nyata dengan lama waktu penyimpanan dengan kontrol (P<0.05). Seiiring dengan penurunan jumlah oosit yang mencapai MII, terjadi peningkatan jumlah oosit yang mengalami degenerasi pada hari ketiga dan keempat pasca penyimpanan ovarium (P<0.05). Penelitian tahap 2 menunjukkan hasil pengamatan histoligi, ditemukan bahwa pada kelompok kontrol dan satu hari atau 24 jam setelah penyimpanan ovarium, menunjukkan folikel masih dalam keadaan intak dengan sitoplasma yang homogen dan sel granulosa tertata dan masih beraturan. Gambaran morfologi yang terlihat pada pada dua hari atau 48 jam setelah penyimpanan ovarium sel granulosa masih tertata dan beraturan, akan tetapi sitoplasma yang tidak homogen dan oosit mengalami koagulasi. Tiga hari atau 72 jam setelah penyimpanan ovarium, folikel sudah tidak intak, oosit pengalami piknosis, sitoplasma kurang homogen, sel granulosa tidak beraturan dan membran sel ruptur. Demikian juga pada ovarium yang disimpan selama 4 hari atau 96 jam dimana ditemukan folikel yang tidak intak, oosit pengalami piknosis dan mengkerut, sitoplasma kurang homogen, sel granulosa tidak beraturan dan membran sel rupture. Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa lama penyimpanan mengindikasikan adanya penurunan kualitas oosit dan penurunan persentase tingkat maturasi inti oosit mencapai MII setelah penyimpanan 24 jam serta terjadi peningkatan persentase oosit yang mengalami degenerasi. Terjadi perubahan struktur sel dan degenerasi dari oosit pada gambaran histologi ovarium.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcSheepid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor, Jawa Baratid
dc.titleKompetensi Maturasi In vitro Oosit dan Kajian Histologi Ovarium Domba yang Disimpan pada Suhu 4 °Cid
dc.typeThesisid
dc.subject.keyworddombaid
dc.subject.keywordhistologiid
dc.subject.keywordmaturasi in vitroid
dc.subject.keywordovariumid
dc.subject.keywordpresevasi 4°Cid
Appears in Collections:MT - Veterinary Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2017mas.pdf
  Restricted Access
11.08 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.