Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/83516
Title: Disparitas Pembangunan Wilayah Dan Modal Sosial Di Provinsi Papua Barat
Authors: Putri, Eka Intan Kumala
Achsani, Noer Azam
Kolopaking, Lala M.
Baransano, Michael Albert
Issue Date: 2016
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Gambaran makro perekonomian di Papua Barat menunjukan bahwa terdapat perbedaan kontribusi yang besar antara PDRB kabupaten Manokwari, kota Sorong, kabupaten Sorong dan kabupaten Fak-Fak dengan kabupaten lainnya yang memberikan kontribusi paling rendah terhadap pembentukan PDRB Papua Barat. Untuk itu, pembangunan di Papua Barat selayaknya dikembangkan secara lebih intensif dengan mengutamakan pemanfaatan sumberdaya lokal termasuk modal sosial dan sektor perekonomian (sektor basis dan non basis) yang berpotensi memberikan dampak positif bagi peningkatan perekonomian dalam mendukung kesejahteraan masyarakat. Di era otonomi daerah, muncul berbagai dampak baik positif maupun negatif yang menyertai pembangunan ekonomi wilayah di Papua Barat seperti konflik horisontal antar kelompok dalam suatu wilayah ataupun antar wilayah mengarah pada aktifitas anarkis yang sangat mengganggu keamanan dan kenyamanan. Bila dilihat dalam sudut pandang modal sosial, hal tersebut merupakan salah satu indikator melemahnya rasa percaya, norma-norma dan jejaring yang selama ini ditaati oleh masyarakat. Melemahnya modal sosial akan menyebabkan pembangunan wilayah tidak dapat berjalan efektif karena tingginya biaya transaksi yang harus dikeluarkan sebagai subtitusi terhadap modal sosial yang hilang. Penelitian ini meliputi dua kajian, pertama terkait disparitas pembangunan wilayah dilakukan di seluruh wilayah kabupaten/kota di Provinsi Papua Barat, kecuali beberapa kabupaten yang baru memekarkan diri (DOB) dikeluarkan dari analisis karena belum tersedia data statistik (data sekunder/time series). Metode analisis yang digunakan terdiri dari Indeks Entropi, LQ dan SSA, Indeks Theil dan regresi linear berganda (data panel), sumber data adalah data sekunder yang terdiri dari data PDRB, jumlah penduduk, PDRB per kapita, alokasi dana perimbangan dan data IPM selama periode 2004-2014. Kajian kedua terkait modal sosial dilakukan dengan data survey (data primer) terhadap responden di Kabupaten Manokwari dan Kota Sorong dengan menggunakan sistem skoring pada kuisioner dan analisis regresi logistik berganda. Hasil penelitian menunjukan bahwa perkembangan wilayah di provinsi Papua Barat yang diukur dengan Indeks Entropi cederung menurun selama periode 2004-2014, kecuali kabupaten Teluk Bintuni yang menunjukan peningkatan perkembangan perekonomiannya secara signifikan. Secara keseluruhan perkembangan wilayah (nilai entropi) di Kabupaten Sorong, Kota Sorong, Kabupaten Manokwari dan Kabupaten Fak-Fak dan Kabupaten Teluk Bintuni masih jauh lebih tinggi dibandingkan dengan Kabupaten Teluk Wondama, Kabupaten Tambrauw, Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Raja Ampat. Hal ini menunjukan bahwa meskipun mengalami trend penurunan namun wilayah-wilayah yang lebih tinggi Indeks Entropinya paling berimbang dan terdiversifikasi perkembangan sektorsektor perekonomiannya dengan baik. Sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor jasa-jasa, sektor bangunan dan kontruksi serta sektor perdagangan, hotel dan restoran meskipun memberikan kontribusi terbesar dan mendominasi perkembangan perekonomian di Papua Barat selama periode 2004-2014 namun kontribusinya terus mengalami penurunan selama periode tersebut. Kondisi ini memungkinkan terjadinya transisi dari sektor-sektor tersebut di atas ke sektor industri dan jasa di Papua Barat kedepannya. Hasil analisis dengan menggunakan metode LQ dan SSA menunjukan bahwa sektor pertanian secara keseluruhan selama periode 2005-2014 masih merupakan sektor andalan pembangunan wilayah dengan nilai LQ sebesar 1.91 artinya bahwa pembentukan PDRB Papua Barat selama periode tersebut masih didominasi oleh sumbangsih dari sektor pertanian yang tersebar merata di seluruh wilayah kabupaten kecuali Kabupaten Sorong dan Kota Sorong yang memiliki nilai LQ<1. Sektor lainnya yang juga memberikan kontribusi terbesar setelah sektor pertanian adalah sektor bangunan/kontruksi, sektor jasa-jasa, sektor perdagangan hotel dan restoran, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor anggkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Analisis selanjutnya dengan menggunakan metode SSA untuk melihat daya saing suatu sektor terhadap wilayah diatasnya (wilayah provinsi) melalui nilai differential shift yang dapat menjelaskan bahwa sektor-sektor perekonomian di Papua Barat bervariasi pada setiap WP. Sektor perekonomian yang memiliki kemampuan kompetitif pada WP I adalah sektor pertambangan dan penggalian (9.90), sektor industri pengolahan (6.95), sektor jasa-jasa (0.30) serta sektor listrik gas dan air bersih (0.12). Pada WP II yakni sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan (12.14), sektor listrik gas dan air bersih (3.82), sektor bangunan/konstruksi (3.00), sektor perdagangan hotel dan restoran (2.25), sektor pertambangan dan penggalian (1.75), sektor pertanian (1.36), sektor anggkutan dan komunikasi (0.3). Pada WP III, sektor yang memiliki kempuan kompetitif adalah sektor pertambangan dan penggalian (0.98) sektor jasa-jasa (0.51), sektor keuangan persewaan dan jasa perusahaan (0.27), sektor perdagangan hotel dan restoran (0.24), sektor pertambangan/ penggalian (0.98) dan sektor pertanian (0.19). Hasil analisis terkait tingkat disparitas yang diukur menggunakan Indeks Theil menunjukan bahwa tingkat disparitas total di Papua Barat selama periode 2005-2014 cenderung mengalami peningkatan dimana dari hasil dekompisi terlihat bahwa disparitas total di Papua Barat lebih banyak dipengaruhi oleh disparitas dalam WP. Kecenderungan tingginya tingkat disparitas wilayah diduga dipengaruhi oleh ketimpangan proporsional pada PDRB per kapita, sebaran jumlah penduduk, alokasi dana perimbagan dan indeks pembangunan manusia. Hasil penelitian terkait modal sosial menunjukan bahwa modal sosial memiliki keterkaitan terhadap disparitas pembangunan wilayah di Papua Barat, berdasarkan data survey terhadap penduduk di Papua Barat (kota sorong dan kabupaten Manokwari) diketahui bahwa nilai modal sosial yang semakin besar (67.38) akan memberikan pengaruh positif dalam mengurangi tingkat disparitas pembangunan wilayah. Hasil uji menggunakan regresi logistik berganda memperlihatkan bahwa faktor sub dimensi trust memiliki peluang menurunkan tingkat disparitas pembangunan wilayah sebesar 18.75 kali dibandingkan dengan sub dimensi norm dan sub dimensi network.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/83516
Appears in Collections:DT - Economic and Management

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016mab.pdf
  Restricted Access
39.2 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.