Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82791
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSadono, Dwi-
dc.contributor.advisorWibowo., Cahyono Tri-
dc.contributor.authorTanjung, Nala Sari-
dc.date.accessioned2017-01-30T07:50:13Z-
dc.date.available2017-01-30T07:50:13Z-
dc.date.issued2016-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82791-
dc.description.abstractIndonesia merupakan negara dengan tingkat kerusakan hutan paling parah kedua di dunia setelah Brazil dan tercatat sebagai negara dengan laju deforestasi paling tinggi di dunia yaitu dua juta hektar per tahun (CIFOR 2015). Salah satu penyebab terbesar adalah buruknya kebijakan serta implementasi pengelolaan hutan. Diluncurkannya Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menjadi salah satu jalan keluar bobroknya pengelolaan hutan masa lalu dengan pergeseran dari paradigma lama pengelolaan hutan berbasis produksi menjadi pengelolaan hutan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat. Permasalahan pemberdayaan masyarakat sebagai basis utama dari pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM) ini terdapat pada PP 6/2007 yang secara khusus dibahas pada Bagian Kesebelas “Pemberdayaan Masyarakat Setempat”. Berdasarkan PP tersebut, pengelolaan hutan diadopsi melalui tiga skema, yaitu Hutan Desa, Hutan Kemasyarakatan, dan kemitraan. Namun, tidak semua wilayah mencapai keberhasilan atas program PHBM, seperti hasil temuan Sanudin et al. (2015), Wilujeng (2015), Ngabdani et al. (2015), Gunawan et al. (2014), Guniastuti et al. (2014), Anomsari (2013), dan Nugroho (2011). Komunikasi pembangunan berkelanjutan merupakan salah satu isu komunikasi pembangunan dunia berupa pendekatan komunikasi partisipatif secara dialogis yang melibatkan seluruh pemangku kepentingan. Sebagai salah satu bentuk pembangunan dengan konsep berkelanjutan, PHBM mengusung prinsip partisipatif yang berpihak pada pemberdayaan masyarakat (Peraturan Menteri Kehutanan 2014). Sehubungan dengan prinsip tersebut, Fuad (2000) menemukan bahwa kesenjangan komunikasi yang lebar antara lembaga desa dan kelompokkelompok masyarakat lainnya di desa menyebabkan implementasi pengelolaan hutan desa menjadi terhambat, sehingga sejalan dengan temuan Wilujeng (2015) bahwa salah satu faktor keberhasilan PHBM adalah komunikasi yang mensyaratkan implementor mengetahui apa yang harus dilakukan dengan melibatkan seluruh pelaku terkait. Hutan Desa merupakan salah satu bentuk skema PHBM. Berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor 89 Tahun 2014 (P.89/Menhut-II/2014) dan Suwarti et al. (2015), Hutan Desa merupakan salah satu bentuk kebijakan untuk pemberdayaan masyarakat di dalam dan di sekitar kawasan hutan dengan memberikan akses kepada desa melalui lembaga desa dalam mengelola sumberdaya hutan secara adil dan lestari. Sumatera Barat merupakan salah satu Provinsi yang menerapkan PHBM dalam bentuk Hutan Desa yang diistilahkan dengan Hutan Nagari. Dalam pelaksanaannya, pengelolaan Hutan Nagari serupa dengan Hutan Desa. Pelaksanaan setiap aktivitas pada pengelolaan Hutan Nagari harus berdasarkan prinsip partisipatif untuk pemberdayaan masyarakat. Oleh karena itu, komunikasi partisipatif diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut sebagaimana tertera dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999. Seperti dalam latar belakang masalah di atas, Fuad (2000) dan Wilujeng (2015) menyatakan bahwa kurangnya keikutsertaan masyarakat dalam proses komunikasi dalam pelaksanaan program pengelolaan hutan menyebabkan implementasinya menjadi kurang optimal. Hal ini mengindikasikan bahwa tanpa melibatkan komunikasi yang partisipatif dalam setiap aktivitas pengelolaan Hutan Nagari, diduga pemberdayaan masyarakat khususnya masyarakat sekitar hutan tidak berjalan secara optimal. Tujuan penelitian adalah untuk mendeskripsikan proses komunikasi partisipatif dalam pengelolaan Hutan Nagari, mendeskripsikan tingkat partisipasi masyarakat dalam pengelolaan Hutan Nagari, dan mengalisa hubungan komunikasi partisipatif dengan pengelolaan Hutan Nagari secara berkelanjutan. Penelitian ini didesain menggunakan pendekatan survei eksplanatif (analitik) dengan metode campuran, yaitu kuantitatif dan kualitatif. Pengambilan sampel dilakukan secara sensus, yaitu 52 orang anggota LPHN Sungai Buluh dan 21 orang anggota LPHN Paru. Data dikumpulkan menggunakan metode survei, wawancara mendalam, focus group discussion (FGD) dan observasi. Analisa data menggunakan statistik deskriptif dengan tabel frekuensi dan persentase; dan statistik infrensia menggunakan uji korelasi chi square dan Rank Spearman, serta uji beda menggunakan analisa Mann-Whitney. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses komunikasi dalam pengelolaan Hutan Nagari Sungai Buluh dan Hutan Nagari Paru secara umum sudah berlangsung partisipatif. Aktivitas komunikasi partisipatif dalam kegiatan pengelolaan di Hutan Nagari Sungai Buluh dan Hutan Nagari Paru paling dominan berada pada aktivitas pelaksanaan kegiatan. Terdapat perbedaan signifikan pada indikator dialog, voice, dan liberating pedagogy antara LPHN Sungai Buluh dan LPHN Paru. Anggota masyarakat pengelola di Hutan Nagari Sungai Buluh cukup berpartisipasi dalam pengelolaan Hutan Nagari, sedangkan di Hutan Nagari Paru kurang berpartisipasi. Hal tersebut terjadi karena masyarakat kurang dilibatkan dalam kegiatan pengelolaan. Anggota masyarakat pengelola di Sungai Buluh terutama kurang dilibatkan pada aktivitas penetapan batas areal kerja dan monitoring evaluasi, sedangkan anggota masyarakat pengelola di Paru kurang terlibat pada aktivitas perencanaan, penetapan batas areal kerja, pelaksanaan kegiatan, dan monitoring dan evaluasi. Terdapat perbedaan signifikan pada indikator perencanaan, penetapan batas areal kerja, dan pelaksanaan kegiatan antara LPHN Sungai Buluh dan LPHN Paru. Pengelolaan Hutan Nagari di LPHN Sungai Buluh dan LPHN Paru sudah berkelanjutan. Secara umum, hal tersebut didukung oleh komunikasi yang partisipatif. Selain itu juga didorong oleh tingginya dukungan pemerintah, dukungan tokoh nagari, dan bantuan berupa sumberdaya; dan partisipasi anggota masyarakat dalam pengelolaan Hutan Nagari. Di LPHN Sungai Buluh, pengelolaan Hutan Nagari secara berkelanjutan paling dominan berhubungan dengan tingkat partisipasi dalam pengelolaan Hutan Nagari. Di LPHN Paru, pengelolaan Hutan Nagari paling dominan berhubungan dengan tingkat dukungan dari pemerintah dan tokoh nagari, serta komunikasi partisipatif.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcSociologyid
dc.subject.ddcCommunicationid
dc.subject.ddc2016id
dc.subject.ddcSumatera Baratid
dc.titleKomunikasi Partisipatif Dalam Pengelolaan Hutan Nagari Di Sumatera Baratid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordkomunikasi partisipatifid
dc.subject.keywordHutan Nagariid
dc.subject.keywordpartisipasiid
dc.subject.keywordpengelolaanid
Appears in Collections:MT - Human Ecology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016nst1.pdf
  Restricted Access
35.21 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.