Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82633
Title: Kajian Organ Mandibular Dan Pemanfaatannya Sebagai Stimulan Molting Kepiting Bakau Scylla Olivacea.
Authors: Zairin Jr, Muhammad
Boediono, Arief
Artika, I Made
Suprayudi, Muhammad Agus
Tahya, Akbar Marzuki
Issue Date: 2016
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Organ Mandibular (OM) pada krustasea memiliki peranan penting dalam proses fisiologi, salah satunya adalah molting. Tujuan penelitian ini adalah mengidentifikasi OM dari kepiting bakau, mempelajari perkembangan fisiologinya, membuktikan keberadaan enzim melalui pendekatan RNA, membuktikan peranan OM, dan mengklarifikasi dosis terbaik dalam menstimulasi molting. Terdapat empat tahapan penelitian yang didesain untuk mengkaji OM dan peranannya dalam molting kepiting bakau jenis Scylla olivacea. Pertama, untuk mengidentifikasi OM kepiting bakau dan mempelajari struktur morfologinya. Identifikasi dilakukan melalui pembedahan terhadap kepiting bakau sehat, koleksi organ, pengukuran, dokumentasi dan bantuan korespondensi peneliti yang kompeten dalam organ mandibular. Struktur morfologi organ diamati melalui Scanning Electron Microscope (SEM) menggunakan prosedur preparasi spesimen padat. Penelitian tahap pertama berhasil menemukan OM pada kepiting bakau, yakni berbentuk bulat lonjong, berwarna kuning pucat, berpasangan, diameter berkisar 1-3 mm. Pengamatan dengan SEM memperlihatkan struktur organ yang halus dengan selubung jaringan pengikat. Ukuran OM pada kepiting jantan lebih besar dibandingkan kepiting betina, demikian pula kepiting dalam fase premolt memiliki OM yang lebih besar dibandingkan intermolt. Keberhasilan tahap pertama menjadi acuan awal untuk menggunakan kepiting jantan fase premolt sebagai donor OM. Kedua, menentukan keterkaitan bobot OM dengan bobot tubuh (BT), dan bobot organ Y (OY), pada kepiting jantan dan betina yang berada dalam fase intermolt dan premolt. Kepiting uji yang digunakan memiliki kisaran BT 120-130 g/individu, sebanyak 200 individu. Koleksi organ dilakukan dengan cara kepiting dianastesi pada air bersuhu dingin. Pembedahan dilakukan dengan hati-hati agar organ tetap berada pada posisi semula, selanjutnya organ dipisahkan dan dilakukan penimbangan. Hasil perhitungan indeks organ disajikan dalam persamaan regresi linier sederhana untuk menentukan keterkaitan hubungan bobot OM, dengan BT, dan OY. Hasil penelitian tahap kedua menunjukkan bobot OM pada kepiting jantan dan betina mengalami peningkatan sejalan dengan peningkatan BT dan OY, di mana dalam fase premolt lebih besar dibandingkan intermolt. Hasil penelitian juga menunjukkan bobot OM pada kepiting jantan lebih berat dibandingkan kepiting betina. Ketiga, menentukan keberadaan Farnesoate Acid Methyl Transferase (FAMeT) dalam OM kepiting bakau. Total RNA diperoleh menggunakan kit RNeasy mini (Qiagen), ethanol 70%, dan air bebas RNase. Amplifikasi RNA penyandi FAMeT menggunakan SuperScript III OneStep RT-PCR with Platinum Taq Polimerase (Invitrogen) untuk sintesis cDNA. Primer yang digunakan adalah FAMeTQ1 5′-GGCACGGACGAGAACAA-3′ dan FAMeTQ2 5′-GCGACGCTGAAGGAGAT-3′. Sementara primer yang digunakan untuk mendeteksi β-aktin adalah β-aktinF 5′ GAGCGAGAAATCGTTCGTGAC-3′ dan β-aktinR 5′-GGAAGGAAGGCTGGAAGAGAG-3′. Pada penelitian ini penemuan amplikon gen β-aktin kepiting bakau yakni 202 bp, menunjukkan keberhasilan ekstraksi RNA dari OM. Ekspresi mRNA penyandi FAMeT dari OM mengindikasikan peranan enzim tersebut sebagai konverter asam farnesoat (AF) menjadi metil farnesoat (MF). Hasil pengukuran konsentrasi total RNA penyandi FAMeT yang mengalami peningkatan dari intermolt ke premolt mengindikasikan peningkatan MF dalam OM kepiting bakau; sehingga pada penelitian tahap ketiga dijadikan acuan pemilihan kepiting donor dari fase premolt. Keempat, membuktikan peranan ekstrak OM terhadap molting, pertumbuhan, keserentakan molting, dan kelangsungan hidup. Ekstrak OM diperoleh dari kepiting bakau jenis S. olivacea jantan yang berada pada fase premolt dengan kondisi tubuh yang sehat. Kepiting uji disuntik dosis tunggal ekuivalen melalui membran pada pangkal kaki renang, menggunakan syringe 1 ml dengan jarum suntik 27 gauge. Penyuntikan dosis 0.016 mg/g BT berhasil membuktikan peranan ekstrak OM dalam meningkatkan persentase molting, masa laten, keserentakan molting, dan meningkatkan kelangsungan hidup. Respons pertumbuhan mutlak kepiting bakau tidak menunjukkan perbedaan antara kontrol dan perlakuan injeksi. Klarifikasi dosis ekuivalen terbaik dilakukan dengan mengamati kemajuan molting, meliputi masa laten retraksi, retraksi epipodit, histologi, dan kuantifikasi ekdisteroid dalam hemolimfa. Hasil klarifikasi mendukung perlakuan penyuntikan dosis 0.016 mg/g BT sebagai dosis terbaik. Hasil-hasil yang diperoleh dalam kajian ini menyarankan untuk menggunakan dosis ekuivalen 0.016 mg/g BT sebagai dosis optimal dalam budidaya kepiting lunak.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82633
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016amt.pdf
  Restricted Access
27.32 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.