Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82380
Title: Relasi Kekuasaan Antara Bupati Dengan Kepala Desa Dan Kemiskinan Pedesaan Pandeglang
Authors: Kolopaking, Lala M.
Dharmawan, Arya H.
Soetarto, Endriatmo
Muslim, Asep
Issue Date: 2016
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Perkembangan demokrasi lokal di Indonesia mengindikasikan adanya semacam pembiasan dari nilai-nilai ideal demokrasi yang sesungguhnya. Salah satu pembiasan tersebut diindikasikan adanya penumpukan kekuasaan pada kelompok tertentu sebagaimana keberadaan dinasti politik yang menguasai arena kekuasaan lokal di beberapa wilayah di Indonesia. Dalam analisis Neher (1995), kecenderungan menumpuknya kekuasaan pada suatu tokoh atau kelompok tertentu ini dijelaskan merupakan salah satu karakteristik kultur masyarakat Asia yang masih kuat ikatan patronase-nya. Hal yang sama kondisinya dengan sebagian besar masyarakat di Indonesia. Ikatan patronase ini menggambarkan relasi kekuasaan yang menempatkan patron sebagai pusat kekuasaannya. Dengan demikian, untuk memahami model demokrasi lokal perlu dianalisis dari pola-pola relasi kekuasaannya. Dalam penelitian ini, relasi kekuasaan yang dipilih adalah antara bupati dan kepala desa. Kedua struktur tersebut dipilih sebagai representasi struktur pemerintahan yang dipilih secara langsung melalui proses politik. Adapun kepala desa yang dipilih adalah kepala desa yang memiliki karakter kajawaraan sebagai sub kultur khas masyarakat Banten. Tujuan penelitian ini adalah (1) menjelaskan faktor sosial-kultural yang mempengaruhi relasi kekuasaan bupati dengan kepala desa, (2) menemukan pola relasi kekuasaan bupati dengan kepala desa dan (3) menganalisis proses relasi kekuasaan bupati dengan kepala desa dan implikasinya terhadap kemiskinan masyarakat pedesaan. Penelitian kualitatif dipilih sebagai metode penelitian dengan menggunakan desain studi kasus. Tiga Desa yaitu Desa Citalahab, Desa Awilega dan Desa Campaka sebagai kasus merepresentasikan kepala desa: jawara politisi, pengusaha dan jawara kolot. Data dikumpulkan melalui teknik wawancara mendalam, pengamatan terlibat dan studi literatur. Sumber data ditentukan secara purposive yaitu tokoh ulama, tokoh jawara, bupati, kepala desa, camat, aparatur desa, aparatur kecamatan, aparatur pemerintahan daerah dan masyarakat biasa. Hasil penelitian menjelaskan bahwa adanya pengaruh faktor sosial-kultural utamanya peran dan kedudukan ulama dan jawara dalam mempengaruhi relasi kekuasaan bupati dengan kepala desa. Ikatan jaringan kekuasaan yang dibentuk terhadap jaringan ulama dan jawara sangat menentukan terhadap derajat kekuasaan yang terbentuk sehingga baik dalam jaringan kekuasaan yang dibangun oleh kepala desa jawara politisi, jawara pengusaha maupun jawara kolot, ketiganya melibatkan unsur jaringan ulama dan jawara dalam jaringan kekuasaannya. Penelitian juga menemukan dua bentuk pola relasi kekuasaan antara bupati dengan kepala desa yaitu konflik dan kompromi. Pola konflik terbentuk karena faktor kekecewaan atas stagnansi pembangunan desa, perbedaan kepentingan kekuasaan, penolakkan bantuan dan apatisme dalam tata kelola desa. Sementara pola kompromi terbentuk dalam hal proses pembangunan daerah, pendistribusian bantuan, peningkatan PADS (Pendapatan Asli Daerah Sendiri)/PADes (Pendapatan Asli Desa) dan penyusunan APBDes (Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa). Pola relasi kekuasaan di atas terbentuk sebagai proses yang diawali dari adanya ketergantungan kekuasaan kepala desa terhadap bupati yang sangat tinggi. Dalam kondisi ini bupati sangat diuntungkan oleh potensi strukturnya yang memposisikannya sebagai superordinat terhadap kepala desa. Melalui proses pengimbangan kekuasaan dengan pembentukan jaringan kekuasaan, pada akhirnya kepala desa relatif mampu mengimbangi kekuasaannya. Hal ini berdampak kepada pola relasi kekuasaan yang tidak lagi sangat tergantung terhadap bupati sehingga menyulut adanya relasi konflik sekaligus kompromi. Kedua bentuk pola relasi kekuasaan bupati dengan kepala desa tersebut berdampak terhadap semakin tersisihkannya kepentingan masyarakat pedesaan. Pola relasi konflik membuat bupati dan kepala desa terjebak dalam ego kekuasaannya masing-masing yang membuat keduanya tidak bisa menjalin komunikasi dan koordinasi pemerintahan yang baik yang pada akhirnya mengabaikan kepentingan-kepentingan masyarakat. Sementara pola kompromi dilakukan dengan bentuk-bentuk pelanggaran administrasi yang pada akhirnya juga merugikan masyarakat pedesaan. Kondisi pola relasi kekuasan ini menunjukkan bahwa relasi kekuasaan yang terbentuk tidak memberikan manfaat terhadap pengentasan kemiskinan masyarakat pedesaan di Kabupaten Pandeglang.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/82380
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016amu.pdf
  Restricted Access
51.98 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.