Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81886
Title: Model Pengelolaan Wilayah Pesisir Secara Terpadu : Studi Kasus Pengembangan Budidaya Rumput Laut Di Perairan Kabupaten Luwu Dan Kota Palopo, Teluk Bone, Sulawesi Selatan
Authors: Yonvitner
Riani, Etty
Arifin, Taslim
Waluyo
Issue Date: 2016
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Rumput laut merupakan komoditas unggulan di Provinsi Sulawesi Selatan, khususnya di Kabupaten Luwu dan Kota Palopo. Berdasarkan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kabupaten Luwu dan DKP Kota Palopo tahun 2015, produksi rumput laut kering jenis Eucheuma cottonii sejak tahun 2010-2014 di kedua daerah tersebut setiap tahun terus mengalami peningkatan. Hasil produksi rumput laut di Kabupaten Luwu tahun 2010 dan 2014 sebesar 183.202,80 ton dan 356.385,50 ton dengan persentase kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 18,50% (DKP Kabupaten Luwu 2015). Produksi rumput laut di Kota Palopo tahun 2010 dan 2014 sebesar 2.227,04 ton dan 3.112,31 ton dengan persentase kenaikan rata-rata setiap tahun sebesar 40,38% (DKP Kota Palopo 2015). Selain itu, luas lahan yang dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut setiap tahun juga mengalami peningkatan, dimana luas lahan di Kabupaten Luwu tahun 2014 sebesar 10.469,24 hektar (DKP Kabuaten Luwu 2015) dan di Kota Palopo sebesar 313,60 hektar (DKP Kota Palopo 2015). Produktivitas rumput laut dari tahun 2008-2014 di Kabupaten Luwu mencapai sebesar 24,05 ton/hektar/tahun dan di Kota Palopo tahun 2008-2014 adalah 10,32 ton/hektar/tahun. Berdasarkan beberapa data tersebut menunjukkan bahwa perairan di Kabupaten Luwu dan Kota Palopo mempunyai potensi yang sangat besar untuk budidaya rumput laut, maka sangat diperlukan usaha pengelolaan secara terpadu sehingga akan dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi rumput laut. Salah satu cara yang dapat digunakan dalam pengelolaan secara terpadu usaha pemanfaatan perairan untuk budidaya rumput laut adalah dengan mengukur daya dukung (carrying capacity) suatu perairan. Pendekatan yang dapat diterapkan untuk mengukur daya dukung (carrying capacity) perairan dalam upaya pengelolaan usaha budidaya rumput laut secara berkelanjutan pada penelitian ini adalah dengan analisis ecological footprint (EF) dan mass balance konsentrasi nitrat (NO3). Pendekatan EF didasarkan pada tingkat pemanfaatan terhadap suatu sumberdaya dan produktivitas perairan yang ada (biocapacity/BC) (Bastianoni et al. 2013). Adapun pendekatan model mass balance konsentrasi nitrat didasarkan pada seberapa besar ketersediaan nutrien nitrat yang mampu untuk mendukung pertumbuhan rumput laut secara optimal pada luasan lahan tertentu. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2015 (musim peralihan 1) dan September 2015 (musim peralihan 2) untuk memetakan dan menganalisis daya dukung perairan serta membuat model pengelolaan pesisir untuk budidaya rumput laut Eucheuma cottonii di Kabupaten Luwu dan Kota Palopo, Sulawesi Selatan dengan pendekatan konsep analisis ecological footprint (EF) dan mass balance konsentrasi nitrat serta Sistem Informasi Geografis. Hasil analisis daya dukung perairan gabungan dua musim di Kabupaten Luwu berdasarkan ecological footprint (EF) menunjukkan bahwa total luas area yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut adalah 30.987,45 hektar. iv Sedangkan daya dukung perairan yang sebenarnya berdasarkan mass balance nitrat adalah 38.374,69 hektar, sehingga masih terdapat potensi untuk melakukan peningkatan pemanfaatan lahan perairan sebesar 7.387,24 hektar. Apabila akan memanfaatkan secara maksimal sampai batas yang masih bisa ditoleransi oleh perairan, maka luas maksimal adalah 48.083,93 hektar. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan perairan sampai sejauh 4 mill laut sebagai acuan batas wilayah perairan kabupaten/kota, maka luas total perairan Kabupaten Luwu adalah 66.169,61 hektar. Dengan demikian, apabila akan memanfaatkan potensi perairan untuk budidaya rumput laut sampai batas maksimum yang masih ditoleransi perairan yaitu seluas 48.083,93 hektar, maka terdapat selisih luasan perairan sebesar 18.085,68 hektar. Selisih luasan inilah yang dijadikan sebagai area penyangga (buffer zone) sehingga pasokan dan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan rumput laut tetap terjaga. Apabila akan memanfaatkan secara maksimal, maka batas luasan yang ditoleransi adalah 72,67% dari luasan perairan yang ada. Hasil analisis daya dukung perairan gabungan dua musim di Kota Palopo berdasarkan ecological footprint (EF) menunjukkan bahwa total luas area yang dapat dimanfaatkan untuk budidaya rumput laut adalah 2.520,11 hektar. Sedangkan daya dukung perairan yang sebenarnya berdasarkan mass balance nitrat adalah 979,82 hektar, sehingga terdapat selisih luasan area sebesar 1.540,29 hektar. Apabila akan memanfaatkan secara maksimal sampai batas yang masih bisa ditoleransi oleh perairan, maka luas maksimal adalah 1.418,43 hektar, sehingga terdapat selisih luasan area sebesar 1.101,68 hektar. Selisih inilah yang dijadikan sebagai area penyangga (buffer zone) sehingga pasokan dan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan rumput laut di Kota Palopo tetap terjaga. Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan perairan sampai sejauh 4 mill laut sebagai acuan batas wilayah perairan kabupaten/kota, maka luas total perairan Kota Palopo adalah 7.740,81 hektar. Dengan demikian, apabila akan memanfaatkan potensi perairan untuk budidaya rumput laut sampai batas maksimum yang masih ditoleransi perairan yaitu seluas 1.418,43 hektar, maka terdapat selisih luasan perairan sebesar 6.322,38 hektar. Selisih luasan inilah yang dijadikan sebagai area penyangga (buffer zone) sehingga pasokan dan ketersediaan nutrien untuk pertumbuhan rumput laut tetap terjaga. Apabila akan memanfaatkan secara maksimal, maka batas luasan yang ditoleransi adalah 18,32% dari luasan perairan yang ada. Berdasarkan hasil simulasi empat skenario pengelolaan untuk pengembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Luwu menunjukkan bahwa pada skenario 2 dengan menekan masukan limbah sebesar 10% dari masukan limbah eksisting saat ini, serta dengan asumsi memanfaatkan seluruh ketersediaan perairan seluas 38.374,69 secara terus menerus, maka akan menghasilkan biocapacity perairan yang paling tinggi yaitu sebesar 8.257.274,94 ton/tahun. Begitu juga dengan pengelolaan rumput laut di Kota Palopo dengan skenario 2 dengan asumsi memanfaatkan seluruh ketersediaan perairan seluas 979,82 hektar akan menghasilkan biocapacity perairan yang paling tinggi sebesar 14.306,92 ton/tahun.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81886
Appears in Collections:MT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016wal.pdf
  Restricted Access
42.64 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.