Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81852
Title: Proses Pengambilan Keputusan Adopsi Inovasi Budidaya Kedelai Jenuh Air Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Usahatani
Authors: Rifin, Amzul
Tinaprilla, Netti
Faizaty, Nur Elisa
Issue Date: 2016
Publisher: Bogor Agricultral University (IPB)
Abstract: Laju penurunan produksi kedelai di Indonesia yang mencapai 3.83% per tahun selama dua dekade terakhir terutama disebabkan oleh menyusutnya luas lahan panen yang sangat signifikan (lebih dari 60%). Hal ini akibat dari sejumlah besar lahan panen kedelai masih terkonsentrasi di Pulau Jawa (71.8%) dimana pemanfaatan lahannya semakin kompetitif. Oleh karena itu, perluasan areal panen ke lahan suboptimal, terutama di luar Pulau Jawa, perlu dilakukan. Untuk mendukung upaya tersebut, inovasi budidaya jenuh air (BJA) yang memanfaatkan lahan rawa dinilai tepat sebagai salah satu solusi yang menjanjikan karena mampu meningkatkan produktivitas tanaman kedelai hingga 2.9 ton/ha. Selain itu, kesejahteraan petani kedelai dapat turut ditingkatkan seiring dengan tingginya produktivitas yang dihasilkan. Karena BJA merupakan sebuah inovasi yang akan didifusikan secara luas kepada petani, maka kajian tentang proses keputusan adopsinya oleh para petani penting untuk dilakukan. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis proses pengambilan keputusan adopsi teknologi BJA, (2) menganalisis struktur penerimaan, biaya, pendapatan, dan R/C rasio usahatani kedelai BJA berdasarkan tingkat implementasinya, (3) dan menguji perbedaan pendapatan petani berdasarkan tingkat implementasi teknologi BJA yang dilakukan. Penelitian ini melibatkan 25 petani adopter potensial di Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung, yang merupakan sasaran program difusi teknologi kedelai BJA LPPM IPB. Terdapat dua pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu difusi inovasi Rogers untuk analisis proses pengambilan keputusan adopsi teknologi dan analisis usahatani untuk struktur biaya dan penerimaan petani. Analisis tentang proses pengambilan keputusan dibagi ke dalam empat hal pokok: (1) deskripsi jaringan komunikasi dan tahapan proses keputusan inovasi yang terbentuk, (2) variabel karakteristik responden yang berpengaruh pada tahap pengenalan, menggunakan uji KruskallWallis, (3) variabel karakteristik inovasi yang berpengaruh pada tahap persuasi, menggunakan uji Korelasi Spearman, dan(4) hubungan antartahapan proses, menggunakan uji Korelasi Spearman dan MannWhitney. Disamping itu, penelitian ini menghitung penerimaan, biaya, dan pendapatan petani kedelai teknologi BJA pada tingkat kategori implementasi yang berbeda, serta menganalisis tingkat perbedaannya dengan uji MannWhitney. Pada proses difusi inovasi BJA yang diamati dalam penelitian ini, saluran interpersonal adalah pendekatan yang dipilih untuk mengenalkan teknologi ini kepada 25 petani adopter potensial melalui diskusi, praktik lapang, dan pendampingan. Pada tahap pengenalan, variabel karakteristik petani yang berpengaruh adalah tingkat pendidikan nonformal dan motivasi (ditunjukkan oleh nilai χ2 hasil uji KruskallWallis berturutturut sebesar 9.064 dan 10.590 yang signifikan pada   5% ). Sedangkan berdasarkan tingkat pendidikan formal dan pengalaman usahatani, tingkat pengenalan petani terhadap BJA tidak berbeda nyata. Dari sepuluh unsur yang disarankan dalam paket teknologi BJA, pengetahuan beberapa petani tentang persiapan lahan, teknik penanaman, dan pemanenan masih kurang. Selanjutnya, dari uji Korelasi Peringkat Spearman pada   5% , tingkat persuasi yang dirasakan oleh petanitentang BJA ternyata berhubungan secara signifikan dengan aspek kerumitan (rs = –0.423) dan kemungkinan dicoba (rs = 0.448), namun tidak dengan kesesuaian dan kemungkinan diamati. Teknik penanaman dan pengairan menjadi unsur yang paling sering dinyatakan tidak suka oleh reponden pada tahap persuasi ini, yakni berturutturut sebesar 32% dan 60%. Kemudian, 10 orang memutuskan untuk mengadopsi BJA, dan 15 orang sisanya menolak. Dari 10 orang tersebut, tujuh orang diantaranya dapat dikategorikan mengimplementasikan BJA dengan tingkat tinggi, dan tiga orang lainnya rendah. Pada akhirnya, hanya enam orang (semuanya dari kelompok kategori implementasi tinggi) yang mengukuhkan keputusan adopsinya. Dalam proses keputusan inovasi BJA, antartahapan secara berurutan terbukti mempunyai hubungan positif yang signifikan. Dari uji Koefisien Korelasi Spearman diperoleh rs sebesar 0.457 untuk tahap pengenalan dengan persuasi, 0.486 untuk persuasi dengan pengambilan keputusan, dan 0.873 untuk implementasi dengan konfirmasi, dimana ketiganya signifikan pada taraf nyata 5%. Namun demikian, hasil uji MannWhitney terhadap kelompok petani adopter dan nonadopter tidak menunjukkan perbedaan yang nyata dalam nilai pada tahap pengambilan keputusannya. Hasil ini mengindikasikan pula adanya disonansi (ketidaksesuaian sikap dan tindakan) responden dalam keputusan inovasi BJA ini. Untuk analisis struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan usahatani kedelai BJA, petani dibedakan menjadi tiga kelompok berdasarkan tingkat implementasi teknologi BJA dan jenis polong yang dipanen, yaitu tingkat tinggi polong tua, tingkat tinggi polong muda, dan tingkat rendah polong tua. Usahatani kedelai BJA dengan implementasi tinggi yang dipanen polong tua menghasilkan produktivitas lebih tinggi yang ditandai dengan penerimaan tunai lebih besar (Rp 18 701 185.62) daripada implementasi rendah (Rp 7 751 945.46). Namun demikian, penerimaan tunai dari implementasi BJA tinggipolong muda masih lebih rendah daripada implementasi rendah polongtua (11 318 680.00). Pada struktur biaya, komponen terbesar dan paling berpengaruh adalah tenagakerja, sehingga perbedaan tingkat implementasi teknologi juga berdampak pada biaya ratarata per hektar usahatani. Biaya ratarata per hektar usahatani kedelai BJA dengan tingkat implementasi tinggi sebesar Rp 9 688 066.75 untuk polong tua, dan sebesar Rp 7 861 094.88 untuk polong muda, sedangkan untuk tingkat implementasi rendah sebesar Rp 8 772 851.23. Analisis terhadap pendapatan(baik atas biaya tunai maupun atas biaya total) usahatani kedelai BJA pada berbagai tingkat implementasi dan jenis polong kedelai menunjukkan hasil yang berbedabeda. Semuanya bernilai positif, kecuali pendapatan atas biaya total dari usahatani kedelai BJA implementasi rendah yang dipanen polong tua. Nilai rasio R/C pada implementasi teknologi BJA kategori tinggi juga lebih besar daripada nilai rasio R/C kedua kelompok lainnya. Hasil uji statistik selanjutnya menunjukkan adanya perbedaan pendapatan tunai usahatani yang signifikan antara petani tingkat implementasi teknologi tinggi dengan tingkat implementasi rendah. Dengan demikian, implementasi BJA terbukti membawa dampak positif terhadap peningkatan pendapatan petani.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81852
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016nef.pdf
  Restricted Access
31.99 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.