Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81541
Title: Rantai Pasok Beras Di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur.
Authors: Tinaprilla, Netti
Rifin, Amzul
Saragih, Alexandro Ephannuel
Issue Date: 2016
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat konsumsi beras tertinggi di dunia. Hal ini mengimplikasikan dibutuhkannya usaha meningkatkan produksi beras dalam negeri. Namun, usaha peningkatan produksi tentunya harus diikuti oleh usaha pembentukan sistem pemasaran yang baik, melalui integrasi dan koordinasi rantai pasok. Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi rantai pasok di Kecamatan Cibeber, Kabupaten Cianjur. Selain itu, penelitian bertujuan mengevaluasi efisiensi teknis dan integrasi pasar vertikal pada rantai pasok beras tersebut. Identifikasi rantai pasok menggunakan kerangka Food Supply Chain Management. Sedangkan efisiensi teknis setiap saluran rantai pasok diukur melalui metode Data Envelopment Analysis. Berikutnya, pengujian integrasi pasar vertikal dilakukan menggunakan metode Vector Autoregression. Sasaran pasar rantai pasok beras dari Cibeber, Cianjur, bukan hanya konsumen di kabupaten itu saja, namun juga konsumen di kota lain seperti Jakarta. Meskipun aliran beras dari Cianjur ke Pasar Cipinang hanya sedikit, namun sistem grading di pasar tersebut sering menjadi acuan bagi anggota rantai pasok beras di Cianjur. Berdasarkan integrasi pasar vertikal, pedagang di Pasar Cipinang bahkan dapat mempengaruhi harga beras di tingkat pengumpul besar dan pengecer Cianjur. Sasaran pengembangan dari rantai pasok beras tersebut adalah penggunaan padi varietas lokal Cianjur. Struktur rantai pasok beras di Cianjur terdiri dari petani, tengkulak, penggilingan (desa), pengumpul besar, pabrik beras, pedagang besar di Kabupaten Cianjur, pedagang di Pasar Cipinang (luar kabupaten), dan pengecer. Namun, proses kemitraan hanya terjadi diantara tengkulak dengan pengumpul besar. Semua kesepakatan antar anggota rantai pasok bersifat informal. Terdapat 10 saluran pemasaran beras dari Cibeber, Cianjur. Tengkulak merupakan lembaga yang paling dominan dipilih petani. Secara umum, proses transaksi antara pihak-pihak yang bermitra relatif cepat. Aliran informasi pada rantai pasok beras di Cianjur berlangsung secara timbal-balik mulai dari petani sampai pada ke konsumen akhir. Beras yang berasal dari rantai pasok di Cianjur memiliki merek yang berbeda-beda. Pabrik beras pada umumnya mencantumkan merek pabrik tersebut. Kepercayaan diantara anggota rantai pasok juga semakin kuat apabila anggota rantai pasok dapat selalu memenuhi kesepakatan yang telah dibuat. Secara umum, nilai efisiensi teknis seluruh saluran telah cukup baik. Hal ini dapat disebabkan adanya pembagian informasi yang baik diantara anggota rantai pasok. Informasi tersebut dapat meliputi budidaya, jumlah dan kualitas hasil panen petani, dan informasi harga beras di pasar. Pabrik beras berperan penting dalam menyampaikan informasi seperti informasi harga beras di luar Cianjur, yakni di Pasar Cipinang. Di sisi lain, pabrik merupakan anggota rantai pasok yang paling mengalami kesulitan saat tidak mendapatkan pasokan gabah dari petani. Hal ini disebabkan pabrik tersebut telah mengeluarkan biaya tetap dalam jumlah besar. Berdasarkan efisiensi teknis, terdapat 4 saluran rantai pasok yang tidak efisien dari total 10 saluran. Agar menjadi efisien, saluran harus mengurangi rata-rata biaya dan marjin pemasarannya. Selain itu, saluran harus meningkatkan farmer’s share, rasio keuntungan dan biaya, dan keuntungan saluran tersebut. Saluran 4 (petani-tengkulak-pengumpul besar-pedagang besar-pengecer-konsumen) merupakan saluran yang paling tidak efisien. Saluran menjadi tidak efisien karena banyaknya jumlah lembaga terlibat. Selain itu, saluran menjadi tidak efisen karena harga penjualan ke konsumen akhir di Cianjur yang lebih rendah dibandingkan harga konsumen di Jakarta. Harga gabah di tingkat petani Cianjur dapat mempengaruhi harga beras di tingkat pengumpul besar dan pengecer, namun tidak berlaku sebaliknya. Hal ini mengimplikasikan bahwa posisi petani tidak lemah pada rantai pasok beras. Petani memiliki pilihan tujuan dalam menjual gabahnya, yakni tengkulak, penggilingan, dan pengumpul besar. Di sisi lain, harga gabah di petani Cianjur tidak menyebabkan perubahan harga beras di Pasar Cipinang. Posisi pedagang tersebut kuat karena memiliki persediaan beras dalam jumlah besar. Selain itu, pedagang tersebut memiliki jaringan pemasok beras dari berbagai daerah. Pada jangka panjang, hanya harga beras di pengumpul besar Cianjur saja yang memiliki hubungan positif dengan harga gabah di petani Cianjur. Sedangkan harga beras di pengecer Cianjur dan pedagang Cipinang justru memiliki hubungan negatif. Pemerintah perlu terus mengawasi proses penyimpanan beras oleh pedagang besar, terutama di Cipinang. Kenaikan harga beras di pasar bukan karena kenaikan harga gabah di petani, namun dapat disebabkan kemampuan pedagang untuk mempengaruhi pasokan beras di tingkat pasar. Dalam jangka pendek, harga gabah di tingkat petani hanya dipengaruhi oleh harga gabah itu sendiri pada satu bulan sebelumnya. Harga gabah pada satu bulan sebelumnya juga mempengaruhi harga beras di tingkat pengecer.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81541
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016aes.pdf
  Restricted Access
30.46 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.