Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81467
Title: Sistem Pangan Dan Gizi Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar Di Jawa Barat
Authors: Khomsan, Ali
Riyadi, Hadi
Marliyati, Sri Anna
Jayanti, Linda Dwi
Issue Date: 2014
Publisher: IPB Press
Abstract: Jumlah anggota rumah tangga di Kasepuhan Ciptagelar tergolong rumah tangga ideal, yakni berjumlah 3,4 orang. Umur istri 6,1 tahun lebih muda dari suami. Rata-rata lama pendidikan suami dan istri pada umumnya kurang dari 5 tahun atau tidak sampai lulus sekolah dasar. Berat badan rata-rata suami dan istri tergolong normal, dengan IMT (Indeks Masa Tubuh) berada pada kisaran 24,1 untuk istri dan 22,8 untuk suami. Dari pengukuran IMT bisa dikatakan berat badan para istri walaupun normal tetapi mendekati gemuk. Terdapat 6,2% responden (ibu) di Kasepuhan Ciptagelar yang memiliki pengetahuan gizi baik, 33,8% berpengetahuan gizi sedang, dan 60,0% berpengetahuan gizi kurang. Nilai rata-rata pengetahuan gizi adalah 5,0 (rendah). Pendapatan rumah tangga adalah Rp285.753 per kapita per bulan, sedangkan pengeluaran totalnya mencapai Rp393.590 atau hampir 1,5 kali lebih tinggi dari pendapatan. Secara umum sumber pendapatan rumah tangga di dapat dari pekerjaan suami dan istri sebagai petani. Pengeluaran pangan rumah tangga terbesar bertutut-turut dipergunakan untuk membeli minuman (12,13%), lauk pauk (11,52%), dan jajanan (10,87%). Padi tidak boleh diperjualbelikan. Sedangkan pengeluaran non pangan di dominasi untuk membeli rokok (23,17%) dan lain-lain termasuk transport, sumbangan, pajak, kredit, dan pulsa (10,22%). Kasepuhan adat Ciptagelar merupakan kesatuan adat yang masih tetap memegang kuat adat dan tradisi yang diturunkan sejak 640 tahun yang lalu hingga saat ini. Sistem pemerintahan/kepemimpinan di kasepuhan ini didasarkan pada garis keturunan. Kampung Ciptagelar, meskipun merupakan kampung adat yang masih sangat menjunjung tinggi adat istiadat setempat, akan tetapi sudah sangat terbuka dan tidak membatasi bagi masyarakat luar yang ingin tinggal di kampung tersebut. Ciri khas dari kampung Ciptagelar yang membedakan kampung ini dengan kampung lain atau masyarakat luar adalah dalam hal sistem pertanian. Sistem pertanian di kampung Ciptagelar ini selalu menggunakan bibit lokal yang telah digunakan secara turun temurun. Selain itu, cara penanaman dan pemupukan padi di kampung Ciptagelar juga berbeda dari masyarakat luar. Penanaman padi di kampung Ciptagelar dilakukan secara alami, dengan sedikit sekali atau bahkan tidak menggunakan pestisida, serta tidak menggunakan peralatan pertanian modern, seperti traktor. Sebagian besar masyarakat Kasepuhan Ciptagelar memperoleh pangan sumber karbohidrat dari alam. Tetapi pangan sumber protein hewani, protein nabati, sayuran daun, sayuran buah, dan buah-buahan diperoleh dari membeli. Untuk warga yang memiliki ternak ayam atau itik, sesekali makan daging ayam atau itik dengan cara menyembelih sendiri. Umumnya hampir semua warga masyarakat baru dapat menikmati daging ayam, daging itik, daging kambing, dan daging sapi saat adanya upacara Nganyaran dan Seren Taun yang berlangsung setahun sekali. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar rata-rata memiliki leuit untuk menyimpan padi sebanyak 2 buah dengan kapasitas 615,6 pocong atau setara dengan 2.462,4 kg. Makanan pokok (pangan sumber karbohidrat) masyarakat Kasepuhan Ciptagelar adalah beras dengan rata-rata frekuensi konsumsi sebanyak 3 kali/hari. Sumber pangan hewani yang paling sering dikonsumsi adalah ikan asin (36,8 kali/bulan atau >1 kali/hari) dan susu (22,3 kali/bulan). Rata-rata konsumsi pangan sumber protein nabati (tahu, tempe, dan oncom) sekitar 10 kali dalam sebulan. Masyarakat Kasepuhan Ciptagelar jarang mengonsumsi sayuran daun dan sayuran buah, serta sangat jarang mengonsumsi buah-buahan. Intake energi rumah tangga ratarata 2.800 kkal. Intake tersebut jauh melebihi angka kecukupan gizi yang dianjurkan (145%). Intake protein juga tinggi yaitu 100 gram atau hampir dua kali lipat angka kecukupan protein. Intake kalsium rata-rata 870 mg. Intake kalsium ini sudah memenuhi angka kecukupan kalsium. Seperti intake kalsium, intake besi rata-rata juga sudah tinggi, yaitu 25 mg dan sudah melebihi angka kecukupan besi (160%). Intake besi yang tinggi kemungkinan karena konsumsi makanan sumber protein juga tinggi. Intake vitamin A dan vitamin C masih rendah, masing-masing 286 RE dan 22 mg. Intake vitamin A tersebut hanya memenuhi separuh kebutuhan vitamin A. Intake vitamin C lebih rendah lagi, yaitu hanya memenuhi sepertiga kebutuhan rumah tangga. Lebih dari 90% rumah tangga dalam penelitian ini mempunyai kebiasaan makan bersama dengan anggota keluarganya. Ada pun umumnya waktu makan yang paling sering dan biasa dilakukan bersama-sama oleh sebagian besar rumah tangga adalah waktu makan pagi serta waktu makan malam. Penentu menu makan dalam rumah tangga adalah istri. Istri berhak memilihkan dan menentukan menu makan untuk keluarganya sesuai dengan ketersediaan pangan serta kondisi keuangan dalam rumah tangga. Suami dan anak pada kampung tersebut hampir seluruhnya tidak memiliki peran perihal urusan dapur, mengingat adanya aturan adat kampung Ciptagelar yang juga hanya memperbolehkan istri untuk masuk ke dalam ‘pedaringan’ atau tempat penyimpanan beras di dalam rumah. Oleh karena itu, perihal masak-memasak termasuk menentukan menu makan sehari-hari seluruhnya diserahkan kepada istri. Jenis lauk yang paling disukai oleh sebagian besar rumah tangga adalah ikan asin, sebagian rumah tangga yang memiliki kolam atau tambak memilih jenis ikan air tawar seperti ikan lele dan ikan mas sebagai jenis lauk yang paling disukai (20,5%). Prevalensi underweight pada anak balita 12,5%, prevalensi stunting 31%, prevalensi wasting 12,5%, dan prevalensi kurus (thin) 25%. Prevalensi stunting ini sedikit lebih rendah dibandingkan dengan prevalensi stunting di Indonesia hasil Riskesdas tahun 2010. Nilai Z-skor, rata-rata z-skor BB/U, TB/U, BB/TB, dan IMT/U masing-masing adalah -0,93; -0,61; -0,43; dan -0,44. Berdasarkan nilai z-skor tampaknya masih tergolong normal. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa semakin tinggi umur ibu maka semakin baik status gizi anak balita. Kemungkinan dengan semakin dewasa usia ibu semakin berpengalaman merawat anak, sehingga semakin baik perawatan/pengasuhan anaknya. Jenis penyakit yang ditemukan adalah diare, demam, dan ISPA. Penyakit diare diderita rata-rata 2,5 hari, demam 2,7 hari, dan ISPA 6,9 hari. Penyakit ISPA merupakan yang terlama diderita anak apabila mereka mengalami sakit. Mengingat bahwa intake gizi dan status gizi anak balita di Kasepuhan Ciptagelar masih cukup banyak yang termasuk kategori kurang, maka perbaikan pola asuh makan perlu lebih diperhatikan. Ketersediaan pangan di Kasepuhan Ciptagelar termasuk tinggi, hal ini dicerminkan dengan banyaknya leuit (lumbung padi) di tingkat masyarakat. Selain itu, lahan di Kasepuhan Ciptagelar relatif subur sehingga kemudahan akses pangan ini perlu didukung oleh kemampuan ibu rumah tangga di dalam pola asuh makan bagi anak balitanya. Diharapkan perbaikan pola asuh makan dapat memperbaiki intake gizi dan status gizi anak balita. Pengetahuan gizi ibu-ibu di Kasepuhan Ciptagelar yang masih rendah perlu ditingkatkan, sehingga aspek pemilihan makanan bagi keluarga dan juga pola asuh makan bagi anak-anak balita dapat semakin baik. Oleh sebab itu, kegiatan layanan gizi seperti posyandu perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga posyandu dapat menjadi sumber informasi gizi yang dapat diandalkan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81467
ISBN: 978-979-493-668-9
Appears in Collections:Community Nutrition

Files in This Item:
File SizeFormat 
Book2014_SAM.pdf6.38 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.