Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80151
Title: Konversi Lahan Sawah Dan Arahan Pengendaliannya Di Kota Solok
Authors: Sitorus, Santun R.P.
Sutandi, Atang
Nofita, Siska
Issue Date: 2016
Publisher: Bogor Agricultural University (IPB)
Bogor Agricultural University (IPB)
Abstract: Kota Solok merupakan salah satu kota kecil di Sumatera Barat yang dikenal sebagai kota beras dengan luas areal 57,64 Km2 atau 22,25 mil2 (0,14 % dari luas provinsi Sumatera Barat). Jenis penggunaan lahan yang mendominasi Kota Solok adalah penggunaan lahan hutan seluas 2.463,28 ha (42,73%), ruang terbuka hijau seluas 1 492,33 ha (25,89%), sawah seluas 976,91 Ha (16,95%), pemukiman 366,99 ha (6,37%), serta tegalan 213,24 ha (3,70%). Peraturan Daerah Kota Solok No 13 Tahun 2012 tentang RTRW Kota Solok tahun 2012-2031 mengalokasikan kawasan budidaya tanaman pangan dengan luas 490,06 ha. Apabila dibandingkan luas lahan sawah Kota Solok pada tahun 2014 yaitu 976,91 ha dengan RTRW tersebut maka terdapat ancaman konversi lahan sawah di Kota Solok. Peningkatan jumlah penduduk Kota Solok juga mengakibatkan meningkatnya kebutuhan lahan untuk nonpertanian, sehingga konsekuensinya terjadi konversi lahan sawah untuk kebutuhan tersebut. Berkurangnya luas lahan sawah di Kota Solok juga berdampak terhadap turunnya produksi beras di kota ini. Pada tahun 2012 telah terjadi penurunan produksi beras sebesar 8,3% dibandingkan dengan tahun 2011. Penurunan produksi padi di Kota Solok dikhawatirkan nantinya akan mempengaruhi keberadaan Kota Solok sebagai Kota beras. Pada satu tahun terakhir, konversi lahan sawah di Kota Solok meningkat lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini terlihat dengan semakin banyaknya pemukiman dan pertokoan yang tersebar di daerah ini. Konversi lahan sawah ini tidak terkendali karena belum adanya peraturan daerah mengenai alih fungsi lahan sawah di Kota Solok. Tujuan dari penelitian ini adalah: (1)mengidentifikasi perubahan penggunaan lahan sawah di Kota Solok, (2) mengetahui faktor penyebab alih fungsi lahan sawah di Kota Solok dan, (3) merumuskan arahan pengendalian alih fungsi lahan sawah menjadi nonpertanian di Kota Solok Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh melalui wawancara/diskusi di lapangan dengan para pakar dan stakeholders yang ditentukan dengan menggunakan metode purposive sampling. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait dengan penelitian. Metode analisis yang digunakan adalah analisis perubahan penggunaan lahan sawah dengan overlay peta penggunaan lahan Kota Solok tahun 2004 dan 2014 dari Bappeda Kota Solok dan DKTR Kota Solok, Analisis Skalogram, Analisis Regresi Bertatar (Stepwise regression analysis) dengan menggunakan software Minitab 16, dan analisis deskriptif kualitatif untuk merumuskan arahan pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konversi lahan sawah tahun 2004-2014 yang telah terjadi di Kota Solok seluas 32,28 ha. Konversi lahan sawah terluas dijumpai di Kecamatan Lubuk Sikarah dengan luas 27,01 ha atau 83,67% dari konversi sawah keseluruhan. Konversi lahan sawah hampir terjadi di semua kelurahan di Kota Solok kecuali Sinapa Piliang dan Koto Panjang. Kelurahan Tanah Garam mengalami konversi lahan sawah yang paling besar dibandingkan dengan kelurahan lain di Kota Solok. Pengalokasian lahan sawah pada Pola Ruang Kota Solok seluas 567,69 ha, merupakan ancaman terhadap terjadinya konversi lahan sawah sebesar 403,60 ha atau 41,55% dari luas sawah yang ada. Ancaman konversi lahan terbesar terjadi di Kelurahan Nan Balimo, dimana seluruh sawah di kelurahan ini terancam dikonversi yaitu seluas 65,15 ha (100%). Ancaman konversi lahan juga terjadi di kelurahan lainnya yaitu Simpang Rumbio 116,12 ha (86,47%), Kampung Jawa 13,34 ha (76,62%), Tanjung Paku 60,73 ha (74,66%), Kampai Tabu Karambia 32,28 ha (51,96%), Pasar Pandan Air Mati 10,80 ha (44,55%), Laing 12,83 ha (28,31%), Aro IV Korong 17,98 ha (26,27%), VI Suku 17,88 ha (22,81%), Tanah Garam 50,39 ha (18,03%), dan IX Korong 6,10 ha (7,98%). Ancaman konversi lahan tidak terdapat di Kelurahan Sinapa Piliang, lahan sawah di kelurahan ini tetap dipertahankan seluas 38,60 ha. Hasil analisis skalogram di Kota Solok menunjukkan bahwa sebagian besar kelurahan di kota ini tergolong hirarki I kecuali Kelurahan IX Korong dengan hirarki II dan Kelurahan Laing dengan hirarki III. Apabila dibandingkan Perubahan Penggunaan Lahan Sawah Kota Solok 2004-2014 dengan hirarki Wilayah Kota Solok dapat dilihat bahwa konversi lahan sawah terbesar dijumpai di hirarki I, sedangkan konversi lahan sawah di wilayah Hirarki II yaitu Kelurahan IX Korong hanya 0,43 ha atau 1,33% dari luas lahan sawah yang dikonversi. Luas konversi lahan sawah di wilayah berhirarki III (Kelurahan Laing) sebesar 0,66 ha atau hanya 2,04% dari luas lahan sawah yang telah dikonversi. Hasil analisis regresi bertatar menunjukkan bahwa ada lima faktor yang sangat nyata terhadap terjadinya konversi lahan sawah di Kota Solok, yaitu alokasi lahan untuk pemukiman kepadatan rendah pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk pemukiman kepadatan sedang pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk pemukiman kepadatan tinggi pada Pola Ruang, alokasi lahan untuk peribadatan pada Pola Ruang, dan alokasi sawah pada Pola Ruang. Penyusunan arahan pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok didasarkan pada faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan sawah tersebut dengan mempertimbangkan kondisi dan karakteristik dari Kota Solok. Arahan pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok disusun dengan menggunakan tiga skenario yaitu pesimis, moderat dan optimis. Arahan pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok disusun dengan menerapkan skenario moderat dan berdasarkan pada empat elemen pengendalian rencana tata ruang yaitu perizinan, insentif dan disinsentif, regulasi dan sanksi. Arahan Pengendalian konversi lahan sawah di Kota Solok antara lain dengan mempercepat penyusunan dan penetapan RDTR dan peraturan zonasi Kota Solok, melaksanakan Undang-Undang nomor 41 tentang Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B), pembatasan pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB) dan tidak mengeluarkan IMB pada lahan sawah produktif, melibatkan tokoh masyarakat dalam menentukan pemberian IMB, penggunaan lahan untuk nonpertanian diarahkan pada lahan kering, memberikan insentif kepada masyarakat yang tidak mengkonversi dan disinsentif kepada yang mengkonversi lahan sawah, serta pemberian sanksi bagi masyarakat yang mengkonversi lahan sawah produktif ke penggunaan nonpertanian.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80151
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016sno.pdf
  Restricted Access
34.56 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.