Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80050
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorSetiadi, Mohamad Agus-
dc.contributor.advisorSupriatna, Iman-
dc.contributor.authorNugroho, Aras Prasetiyo-
dc.date.accessioned2016-04-27T03:46:18Z-
dc.date.available2016-04-27T03:46:18Z-
dc.date.issued2016-
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/80050-
dc.description.abstractProduksi embrio in vitro sapi masih mengalami kendala yang ditandai dengan rendahnya capaian tingkat blastosis. Hal tersebut dapat terjadi karena lingkungan kultur yang mempunyai konsentrasi oksigen (O2) yang tinggi. Kondisi ini menyebabkan metabolisme menghasilkan banyak reactive oxygen species (ROS) seperti hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat bereaksi dengan unsur logam menjadi radikal bebas berupa ion hidroksil (OH•−). Radikal bebas OH•− sangat berbahaya karena dapat merusak membran dengan membentuk lipid peroksida (LOOH). Secara alami oosit menghasilkan glutathione (GSH) yang dapat mereduksi H2O2 sebelum sempat bereaksi dengan unsur logam. Sintesis GSH diregulasikan oleh sel kumulus dengan mentransfer cysteine melalui gap junction sebagai prekusor GSH. Pada saat oosit mencapai kematangan inti, gap junction terputus oleh adanya enzim hyaluronidase sehingga suplai cysteine ke dalam oosit terhenti akibatnya sintesis GSH juga terhenti. Konsentrasi GSH yang dicapai selama pematangan inilah yang digunakan dalam pembentukan pronukleus dan blastosis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat fertilisasi dan kompetensi perkembangan awal embrio sapi dengan penambahan GSH pada medium fertilisasi dan kultur. Penelitian I, oosit sapi dimatangkan, kemudian difertilisasi dengan spermatozoa yang telah diseleksi menggunakan teknik swim up. Oosit dan spermatozoa diinkubasi pada medium fertilisasi dengan penambahan 0.25 mM, 0.50 mM, dan 1.00 mM GSH. Penelitian II, oosit sapi dimatangkan pada medium pematangan dan difertilisasi menggunakan prosedur seperti penelitian sebelumnya, kemudian dikultur pada medium kultur dengan perlakuan penambahan GSH: hanya pada medium fertilisasi (T1), hanya pada medium kultur (T2), dan kombinasi pada medium fertilisasi dan kultur (T3). Sementara itu pada kontrol tidak diberikan perlakuan penambahan GSH. Hasil penelitian I menunjukkan bahwa penambahan 1.00 mM GSH pada medium fertilisasi dapat meningkatkan pembentukan pronukleus normal yang lebih tinggi (86.9%) dibandingkan dengan perlakuan yang lain yaitu 0.50 mM (80.3%), 0.25 mM (73.8%), dan kontrol (58.9%) (P<0.05). Penelitian II menujukkan bahwa perkembangan awal embrio sapi pada hari ke-2 kultur yang mencapai pembelahan delapan sel pada perlakukan T1 (56.0%) dan T3 (53.6%) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakuan T2 (26.2%) and T0 (kontrol) (31.3%). Selanjutnya, perkembangan awal embrio sapi pada hari ke-4 kultur yang mencapai pembelahan 16 sel pada perlakuan T1 (26.2%) dan T3 (27.4%) lebih tinggi (P<0.05) dibandingkan dengan perlakukan T2 (11.9%) dan T0 (kontrol) (10.8%). Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penambahan 1.00 mM GSH pada medium fertilisasi lebih efektif dalam mendukung pembentukan pronukleus normal dan perkembangan awal embrio sapi dibandingkan pada medium kultur.id
dc.language.isoidid
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.publisherBogor Agricultural University (IPB)id
dc.subject.ddcAnimal husbandryid
dc.subject.ddcCattleid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baratid
dc.titleEfektivitas Penambahan Glutathione (Gsh) Pada Medium Fertilisasi Dan Kultur Terhadap Kompetensi Perkembangan Awal Embrio Sapi Secara In Vitroid
dc.typeThesisid
dc.subject.keywordoositid
dc.subject.keywordembrioid
dc.subject.keywordsapiid
dc.subject.keywordglutathioneid
dc.subject.keywordperkembanganid
Appears in Collections:MT - Veterinary Science

Files in This Item:
File SizeFormat 
2016apn.pdf
  Restricted Access
10.72 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.