Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77000
Title: Pengelolaan Berkelanjutan Perikanan Rajungan (Portunus pelagicus) di Lampung Timur
Authors: Fahrudin, Achmad
Boer, Mennofatria
Wardiatno, Yusli
Zairion
Issue Date: 2015
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Permintaan pasar untuk ekspor daging rajungan (Portunus pelagicus Linnaeus, 1758) yang tinggi dan diiringi dengan harga yang bagus, mengakibatkan tingginya preferensi nelayan untuk menangkapnya di Indonesia. Salah satu perairan pesisir yang potensial untuk perikanan tangkap rajungan adalah di Lampung Timur, yang mana perairan ini termasuk tipe pantai terbuka dan umumnya landai. Kendati demikian, informasi biologi sumberdaya sangat minim di daerah ini. Produktivitas tangkapan per-trip juga cenderung menurun dan ukuran hasil tangkapan semakin kecil. Diduga sebagai penyebab-nya adalah intensitas penangkapan yang tinggi, sehingga perlu dikelola. Penelitian ini bertujuan untuk: (1) menguraikan karakter daur hidup rajungan dari aspek biologi reproduksi; (2) membedakan variasi sebaran spasio-temporal struktur stok; (3) menguraikan parameter dinamika populasi; (4) mengevaluasi pola eksploitasi rajungan; (5) menyusun alternatif pengelolaan untuk keberlanjutan perikanan rajungan di daerah ini. Paramater biologi reproduksi yang komprehensif dikaji dari sampel yang diambil di lokasi pendaratan dan mewakili hasil tangkapan dari perairan pantai ke arah laut, dilakukan setiap bulan dari Juni 2011-Mei 2012. Determinasi spasio-temporal struktur stok melalui pengambilan sampel pada tiga stratifikasi area (S1−S3) setiap bulan dari Maret 2012-Februari 2013. Stratum S1 (kedalaman air <5 m dan berjarak <4 mil dari garis pantai), S2 (kedalam air 5−10 m dengan jarak 4−10 mil) dan S3 (kedalaman air >10 m dengan jarak >10 mil). Ditetapkan pula empat sub-area (A1−A4) di setiap stratifikasi berdasarkan karakteristik pantai dan penutupan lahan daratan pesisir, sehingga unit area sampling adalah S1A1−S3A4. Dari sampel yang diperoleh dianalisis pula parameter dinamika populasi. Pola eksploitasi diungkap melalui wawancara kepada nelayan, dipandu kuisioner, dilaksanakan pada Desember 2012-Februari 2013 dan Juni−September 2013. Karakter daur hidup species di area ini dicirikan oleh: (a) ukuran populasi rajungan jantan dan betina mencapai matang gonad 50% (Lm50) pada lebar karapas (CW) 98 mm dan 103 mm; (b) ukuran populasi betina mencapai matang gonad 75% (Lm75) dan 95% (Lm95) pada 111.6 mm dan 126.0 mm CW serta kematangan reproduktif 115 mm CW; (c) ovari rajungan betina mengerami telur (berried female, BEF) didominasi oleh tingkat kematangan gonad III; (d) rajungan betina (non-berried female, NBF) mempunyai indeks kematangan gonad lebih tinggi daripada BEF setiap bulan, kecuali bulan Agustus, November dan Februari yang mengindikasikan pemijahan berulang dalam setahun; (e) betina memijah dua kali atau lebih setahun dan persentase nilai BEF/NBF >30% terhadap nilai tertinggi pada ukuran >111 mm CW; (f) betina mempunyai potensi tinggi memijah pada ukuran 111.00−170.99 mm CW, tergolong reproduktif berukuran 111.00− 155.99 mm CW. Pola pemijahan secara parsial, pemijahan berlangsung sepanjang tahun dan bersifat kontinyu-musiman dengan dua puncaknya. Puncak pemijahan pertama pada bulan April−Juni dan yang kedua bulan September-Oktober/November. Kedua puncak musim pemijahan bervariasi dalam kelimpahan BEF dan fekunditas. Fekunditas pada tahap awal perkembangan embrio dengan BEF berukuran antara 91.58168.00 mm CW tergolong tinggi, berkisar antara 229,4682,236,355 butir telur (rataan±SE = 926,638 ± 30,975), mempunyai hubungan liner positif dengan lebar karapas dan logaritmik positif dengan bobot tubuh. Fekunditas individu bervariasi tinggi pada ukuran lebar karapas >126 mm dan diduga terkait dengan pemijahan berulang dalam setahun. Rajungan BEF dengan seluruh kategori perkembangan embrio tertangkap pada hampir seluruh unit sampling area, sehingga daerah pemijahan dan bertelur terindikasi kuat mulai dari S1 bersalinitas tinggi dengan tipe substrat pasir berlumpur hingga perairan laut atau lepas pantai. Hal ini didukung oleh warna telur yang dierami dan berada pada tahap akhir perkembangan embrio. Hampir seluruh area distribusi BEF, tumpang tindih dengan daerah tangkapan di dalam wilayah studi. Perairan S1 juga sebagai daerah asuhan utama rajungan hampir sepanjang tahun dan tumpang tindih dengan habitat pra-dewasa dan dewasa kelamin. Proporsi jumlah individu dan bobot total rajungan dewasa kelamin di S1 masing-masing ~66.5% dan ~78.7%, sehingga bagian S1 ke arah laut masih potensial untuk penangkapan. Kelimpahan dan biomass sangat variatif secara spasio-temporal di S1−S3 dan tinggi pada bulan Desember-Mei (musim barat/penghujan), sedangkan biomass tertinggi pada bulan Maret. Sub-area A1 dan A2 mempunyai kelimpahan dan biomass yang tinggi pada bulan Februari-Mei. Berdasarkan kelimpahan dan biomass, perairan S2 potensial untuk penangkapan sepanjang tahun, sedangkan di S3 adalah 8 bulan. Rajungan jantan dan betina mempunyai lebar karapas asimtotik 189.50 mm dan 191.50 mm serta laju pertumbuhannya tergolong cepat, sehingga berumur pendek (<3 tahun). Estimasi umur rajungan jantan dan betina mencapai Lm50 adalah ~7.32 bulan dan ~8.4 bulan serta Lr50 betina adalah ~10.0 bulan. Jangka waktu rajungan betina berpotensi tinggi untuk memijah ~16.0 bulan. Pola rekrutmen tampak seiring dengan pola pemijahan dan berlangsung hampir sepanjang tahun, mempunyai dua musim puncak (April-Mei dan Agustus-September). Keduanya tumpang tindih satu sama lain, sehingga puncak rekrutmen yang tinggi terindikasi satu kali dalam setahun (Agustus-September). Pola tersebut hampir sama dengan pola musim kelimpahan dan penangkapan. Rasio eksploitasi (E = 0.76) dan status sumberdaya dalam keadaan lebih tangkap. Hal ini berkaitan pula dengan ukuran rata-rata pertama kali tertangkap (Lc50) kecil dari Lm50. Proporsi rajungan berukuran <Lm50 yang tertangkap masing-masing ~17.1% dan ~7.4% dari jumlah individu dan volume tangkapan serta proporsi BEF/NBF dan BEF/total individu masing-masing ~16.2% dan ~6.4% di S1−S3. Dengan laju eksploitasi saat ini, seyogyanya Lc50 pada ukuran lebar karapas 115 mm. Untuk mendapatkan hasil dan biomass per-penambahan baru relatif (Y’/R dan B’/R) optimum, Lc50 pada lebar karapas antara 115−135 mm CW. Penangkapan didominasi oleh alat jaring insang dasar. Pola musim penangkapan terdiri atas musim puncak, sedang dan paceklik. Musim puncak penangkapan di S1−S2 berlangsung dari bulan Desember/Januari-April/Mei, musim sedang pada bulan Juni/Juli dan November-awal Desember serta musim paceklik dari bulan Juli/Agustus- Oktober. Musim puncak penangkapan di stratum S3 dari bulan Februari−Mei, musim sedang pada bulan Juni−Juli dan November-Januari serta musim paceklik dari bulan Agustus- Oktober/November. Penangkapan oleh sekitar 20−30 armada berlangsung di bagian S1−S2 pada musim paceklik. Usaha penangkapan rajungan bernilai ekonomi tinggi. Penangkapan di S1 sangat layak dan efisien pada musim puncak penangkapan dibanding di S2 dan S3. Namun, hasil tangkapan di S1 terdiri atas rajungan berukuran <Lm50 sebesar ~33.6% dan ~21.3% dari jumlah individu dan volume tangkapan. Usaha penangkapan rajungan selama tiga musim tangkapan mempunyai keuntungan rata-rata tergolong tinggi setiap bulannya, namun terdapat keuntungan minus yang tinggi pada musim paceklik, sehingga menambah terhutangnya nelayan kepada Pembina/pengepul dan atau supplier. Pengelolaan berkelanjutan perikanan rajungan dengan strategi pengendalian penangkapan adalah melalui upaya taktis secara terintegrasi, yaitu: (a) memberlakukan ukuran minimum yang boleh ditangkap (minimum legal size, MLS) menurut kondisi ekonomi nelayan saat ini pada ukuran lebar kaparas 105 mm dan ditingkatkan secara gradual untuk mencapai Y’/R dan B’/R optimum berdasarkan kondisi stok; (b) penerapan MLS diikuti dengan perlindungan nursery habitat dan penggunaan alat tangkap bubu yang dilengkapi lubang pelarian (escape vent); (c) pentupan penangkapan dari bulan Agustus- Oktober; (d) standarisasi alat tangkap dan pengaturan daerah tangkapan; (e) melepaskan kembali rajungan BEF yang tertangkap dalam kondisi hidup. Implementasi upaya pengelolaan di atas diiringi dengan pendataan hasil tangkapan per-unit upaya (trip), pengembangan mata pencaharian alternatif pada periode penutupan musim penangkapan, peningkatan kohesi dan kapasitas nelayan serta perbaikan kebijakan pengelolaan.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77000
Appears in Collections:DT - Fisheries

Files in This Item:
File SizeFormat 
2015zai.pdf
  Restricted Access
81.54 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.