Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76703
Title: Kajian Usahatani Kedelai : Mengapa Swasembada kedelai Tidak Tercapai?
Authors: Yolynda, Eva
Rachmina, Dwi
Feryanto, Feryanto
Issue Date: 7-May-2015
Publisher: Magister Manajemen Agribisnis, Faperta UGM
Series/Report no.: Prosiding Seminar Nasional Agribisnis Kedelai : Antara Swasembada dan Kesejahteraan Petani;Halaman 44 - 52
Abstract: Swasembada kedelai tahun 2014 tidak tercapai, bahkan gap antara target dan realisasi produksi kedelai tahun 2010-2014 cenderung semakin besar. Namun Pemerintah telah menetapkan kembali kedelai sebagai salah satu komoditas yang harus mencapai swasembada, selain padi dan jagung. Pertanyaannya mengapa swasembada tidak tercapai? Mungkinkah swasembada kedelai dapat tercapai? Untuk menjawab pertanyaan tersebut diperlukan kajian usahatani kedelai. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendiskripsikan pola tanam dan produktivitas kedelai, (2) mengenalisis struktur biaya, keuntungan, dan efisiensi usahatani kedelai menurut ukuran luas lahan. Penelitian dilakukan di tiga kecamatan sentra kedelai di Kabupaten Lamongan yaitu Kecamatan Tikung, Mantup, dan Kembangbahu. Kabupaten Lamongan merupakan sentra produksi kedelai terbesar kedua di Provinsi Jawa Timur. Jumlah sampel sebanyak 123 petani kedelai yang dipilih dengan menggunakan metode random sampling. Sebaran sampel yaitu 50 sampel di Kecamatan Tikung, 54 sampel di Kecamatan Mantup, dan 19 sampel di Kecamatan Kembangbahu. Petani sampel adalah petani kedelai yang sudah panen pada musim tanam 2013. Sampel dikelompokan menjadi tiga berdasarkan luas lahan usahatani kedelai, yaitu lahan sempit ≤ 0,5 hektar (73 sampel atau 59%), dan lahan sedang 0,51-1 hektar (39 sampel atau 32%), dan luas > 1 hektar (11 sampel atau 9%). Rata-rata luas lahan seluruh sampel 0,55 hektar. Penggunaan lahan usahatani di lokasi penelitian sudah intensif dengan IP 300. Tanaman kedelai diusahakan pada lahan sawah dan ditanam satu kali dalam setahun setelah tanaman padi dengan pola tanam yaitu padi-kedelai-kangkung (40,65%), padi-kedelai-jagung (34,15%), padi-padi-kedelai (19,51%), padi-kedelai-tanaman semusim lain (5,69%). Persaingan penggunaan lahan, setelah padi, antara kedelai dan tanaman lain antara kangkung dan jagung sangat kuat. Pada saat harga biji kangkung tinggi, maka petani akan beralih mengusahakan kangkung. Pada saat penelitian harga biji kangkung relatif rendah, sehingga petani mengusahakan kedelai. Produktivitas kedelai di Kabupaten Lamongan hamper sama dengan rata-rata nasional dan cenderung mengingkat dengan semakin luas lahan yaitu 1,45 ton/ha pada usahatani lahan sempit, 1,48 ton/ha pada usahatani lahan sedang, dan 1,61 ton/ha pada usahatani lahan luas. Total biaya produksi per hektar lahan semakin menurun dengan semakin luas lahan, sehingga biaya produksi per kg kedelai yang dihasilkan semakin murah. Komponen biaya yang paling dominan yaitu tenaga kerja dengan proporsi yang semakin besar pada lahan sempit (61% pada lahan sempit dan 60% pada lahan sedang, dan 58% pada lahan luas). Usahatani kedelai menguntungkan, namun keuntungan masih relative kecil, berkisar antara Rp 1,3 juta – 3,6 juta per hektar per musim. Keuntungan usahatani kedelai semakin meningkat dengan semakin luas lahan. Efisiensi usahatani kedelai juga relatif rendah, berkisar 1,14-1,47. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa usahatani kedelai hanya diusahakan satu kali setahun, lahan sempit, produktivitas rendah, biaya produksi tinggi, keuntungan dan efisiensi rendah merupakan jawaban mengapa swasembada kedelai tidk tercapai dan sulit untuk dicapai.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76703
ISSN: 9772460481002
Appears in Collections:Proceedings



Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.