Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75623
Full metadata record
DC FieldValueLanguage
dc.contributor.advisorRustiadi, Ernan
dc.contributor.advisorHadi, Setia
dc.contributor.authorJumadi
dc.date.accessioned2015-06-24T02:12:14Z
dc.date.available2015-06-24T02:12:14Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75623
dc.description.abstractPembangunan (ekonomi) dalam jangka panjang akan membawa serangkaian perubahan mendasar (struktural) dalam perekonomian suatu negara. Perubahan struktural merupakan masa transisi mengandung ketidakseimbangan jangka panjang yang dapat mengakibatkan disparitas regional. Sebagai hasil dari proses pembangunan, ekonomi Indonesia mengalami pertumbuhan cukup tinggi terutama pada periode 1970-1975 sebesar 6,95 persen, 1975-1980 sebesar 7,92 persen, dan 1990-1995 sebesar 7,13 persen. Pertumbuhan ekonomi tersebut telah mendorong perubahan struktur ekonomi, dimana pada tahun 1960 sektor pertanian masih mendominasi struktur perekonomian Indonesia (kontribusi 53,92 %), diikuti sektor jasa (31,73 %) dan sektor industri pengolahan (8,35 %). Pada 2010, sektor jasa telah mendominasi struktur perekonomian Indonesia (pangsa 46,78 %), diikuti sektor industri (23,88 %) dan sektor pertanian (14,60 %). Penelitian ini bertujuan menganalisis: (i) struktur ekonomi nasional dan struktur output sektor ekonomi regional; (ii) disparitas regional dan pengaruh perubahan kontribusi sektor ekonomi terhadap disparitas regional; dan (iii) karakteristik tipologi wilayah berdasarkan struktur output sektor ekonomi dan disparitas regional di tujuh region selama 2000- 2010. Wilayah studi meliputi tujuh region, yaitu Sumatera, Jawa-Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Metode analisis yang digunakan adalah metode deskriptif, Shift Share Analysis, Indeks Williamson, Indeks Entropi Theil, Regresi Data Panel, dan Analisis Cluster. Selama 2000-2010, kontribusi PDB pertanian yang semakin kecil, namun masih memiliki serapan/pangsa tenaga kerja yang besar, sebaliknya kontribusi PDB industri manufaktur yang cukup besar, namun memiliki serapan tenaga kerja yang kecil. Kondisi ini menunjukkan bahwa transformasi output sektor ekonomi tidak diikuti oleh transformasi tenaga kerja sektoral secara proporsional. Dilihat dari struktur output sektor ekonomi selama 2000-2010, terjadi loncatan (jumping) transformasi ekonomi, kecuali region Jawa-Bali dan nasional. Selanjutnya, dilihat dari perkembangan kontribusi dan indeks differential shift sektor industri manufaktur selama 2000-2010, terdapat indikasi terjadinya gejala de-industrialisasi dalam perekonomian regional dan nasional. Hal ini ditunjukkan oleh kecenderungan penurunan kontribusi sektor industri manufaktur terhadap perekonomian, region Jawa-Bali, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan nasional berkisar -0,57 persen hingga -2,18 persen dan sektor tersebut mengalami perlambatan pertumbuhan di region Jawa-Bali (indeks differential shift -0,007); Kalimantan (-0,381); Maluku (- 0,272), dan nasional (-0,057) selama 2000-2010. Berdasarkan hasil analisis Indeks Williamson, selama 2000-2010 disparitas antar region masih rendah (indeks 0,270 hingga 0,308), namun menunjukkan kecenderungan (trend) yang meningkat. Selama 2000-2010, disparitas antar provinsi di dalam region (intra region) untuk region Kalimantan dan Jawa-Bali paling tinggi, dengan indeks Williamson 0,749 hingga 0,923; region Sumatera 0,432 hingga 0,562; dan region Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan Papua paling rendah rendah (0,004 hingga 0,255). Ketimpangan intra region menunjukkan trend menurun, kecuali region Jawa-Bali dan Nusa Tenggara. Berdasarkan analisis indeks entropi Theil, disparitas intra region memberikan kontribusi paling besar terhadap disparitas regional dibandingkan disparitas antar region. Ketimpangan wilayah sebesar 85,81 persen hingga 89,14 persen disebabkan oleh disparitas intra region (proporsinya meningkat) dan hanya 10,86 persen hingga 14,19 persen disebabkan oleh disparitas antar region (proporsinya menurun). Berdasarkan hasil analisis Regresi Data Panel dengan model Fixed Effect Model (FEM), perubahan disparitas regional (DR) di tujuh region dan tanpa region Jawa-Bali selama 2000- 2010 dipengaruhi oleh perubahan kontribusi/pangsa (share) sektor pertanian (SP); pertambangan dan penggalian (STG); industri manufaktur (SIM); dan perdagangan dan jasa (SPJ) secara negatif (berbanding terbalik), dimana perubahan kontribusi sektor pertanian memberikan pengaruh paling besar, sebaliknya sektor pertambangan dan penggalian paling kecil terhadap disparitas regional. Berdasarkan hasil Analisis Cluster (K-Means Cluster), terdapat empat cluster atau tipologi wilayah didasarkan karakteristik perkembangan struktur output sektor ekonomi dan disparitas regional di tujuh region selama 2000-2010. Keempat tipologi wilayah tersebut selanjutnya diberi nama: Tipologi I: Wilayah Tertinggal (region Papua); Tipologi II: Wilayah Sedang Berkembang (region Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku); Tipologi III: Wilayah Transisi (region Sumatera, Kalimantan), dan Tipologi IV: Wilayah Maju (region Jawa-Bali). Berdasarkan analisis korelasi sederhana pergeseran kontribusi antara sektor pertanian dengan sektor industri manufaktur dan sektor perdagangan dan jasa selama kurun waktu 2000-2010 memiliki pola yang berbeda-beda, yang menunjukkan bahwa transformasi ekonomi antar tipologi wilayah maupun antar region memiliki tahapan, proses, dan kecepatan yang berbeda-beda. Secara umum, arah pergeseran kontribusi sektor industri manufaktur terhadap sektor pertanian tidak sesuai teori tahapan transformasi ekonomi (penurunan kontribusi sektor pertanian tidak diikuti peningkatan kontribusi sektor industri manufaktur), kecuali region Sumatera, Nusa Tenggara, dan Papua, dimana region Sumatera berpotensi mengalami proses industrialisasi pada taraf yang lebih tinggi. Transformasi ekonomi pada Tipologi IV: Wilayah Maju (region Jawa-Bali) diawali dengan proses industrialisasi, sedangkan pada tipologi wilayah lainnya mengalami loncatan pergeseran peranan (kontribusi) sektor pertanian langsung digantikan oleh sektor perdagangan dan jasa. Proses industrialisasi selama 2000-2010 tidak dapat mendukung upaya peningkatan pendapatan per kapita dan penurunan kemiskinan, kecuali di region Sumatera dan Nusa Tenggara. Kondisi ini memperkuat indikasi gejala de-industrialisasi di Indonesia. De-industrialisasi dapat mengarahkan perekonomian regional dan nasional terjebak pendapatan menengah (middle income trap). Pengembangan sektor perdagangan dan jasa dapat meningkatkan pendapatan per kapita dan menurunkan kemiskinan. Implikasi kebijakan: pengembangan sektor industri manufaktur di seluruh tipologi wilayah dan region, kecuali region Jawa-Bali untuk memperkokoh struktur perekonomian, mencegah terjadinya gejala deindustrialisasi, meningkatkan pendapatan per kapita dan menurunkan kemiskinan, serta mewujudkan pertumbuhan dan transformasi ekonomi secara bertahap dan berkelanjutan.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcRegionalen
dc.subject.ddcRegional developmenten
dc.titleKarakteristik Struktur Output Sektor Ekonomi dan Disparitas Regional di Indonesia, Periode 2000-2010en
dc.subject.keywordStruktur output sektor ekonomien
dc.subject.keywordloncatan transformasi ekonomien
dc.subject.keyworddeindustrialisasien
dc.subject.keyworddisparitas regionalen
dc.subject.keywordtipologi wilayahen
Appears in Collections:MT - Economic and Management

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2015jum.pdf
  Restricted Access
Fulltext35.12 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.