Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75218
Title: Pemanfaatan Hidrolisat Lignoselulosa sebagai Bioherbisida untuk Pengendalian Gulma pada Padi Sawah dan Kelapa Sawit
Authors: Guntoro, Dwi
Syakir, Muhammad
Arifin, Bustanil
Issue Date: 2015
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui potensi hidrolisat lignoselulosa sebagai bioherbisida dalam mengendalikan gulma pada padi sawah dan kelapa sawit. Penelitian dilaksanakan di Green House Cikabayan dan Laboratorium Ecotoxicology Waste and Bioagent, IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan Juni 2013 sampai Juli 2014. Penelitian ini terdiri dari 2 percobaan. Percobaan pertama disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor dengan 6 perlakuan. Perlakuan yang digunakan: kontrol (air), hidrolisat jerami padi 200 g l-1, hidrolisat sekam padi 133 g l-1 + gas SO2, hidrolisat sekam padi 150 g l-1, hidrolisat cangkang sawit 133 g l-1 + gas SO2, dan hidrolisat bagase tebu 200 g l-1. Perlakuan diujikan ke gulma tanaman padi sawah pada 3 fase yaitu fase preemergence dengan 4 ulangan, sedangkan early post emergence dan post emergence dengan 3 ulangan. Pengujian juga dilakukan terhadap padi varietas Ciherang pada fase preemergence dan early post emergence dengan 3 ulangan. Percobaan kedua juga disusun dalam rancangan acak kelompok satu faktor dengan 6 perlakuan. Perlakuan yang digunakan: kontrol (air), hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2, hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, hidrolisat cangkang sawit 171 g l-1, hidrolisat sekam padi 200 g l-1 dan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1. Perlakuan diujikan ke gulma tanaman kelapa sawit pada 3 fase yaitu: fase preemergence dengan 4 ulangan, early post emergence dan post emergence dengan 3 ulangan. Peubah yang diamati pada fase preemergence adalah jumlah total gulma yang berkecambah, persen penekanan, dan jumlah spesies gulma yang berkecambah. Peubah yang diamati pada fase early post emergence adalah tinggi gulma, daun normal, daun rusak, dan persen kerusakan. Peubah yang diamati pada fase post emergence adalah tinggi gulma, daun normal, daun rusak, kerusakan visual, bobot kering dan persen penekanan. Hasil percobaan pertama menunjukkan bahwa semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa berpotensi sebagai bioherbisida preemergence yang ditunjukkan dengan adanya penghambatan perkecambahan individu gulma total dan tingginya persen penekanan perkecambahan gulma. Hidrolisat bagase tebu 200 g l-1 menunjukkan persen penekanan tertinggi sebesar 70% pada 1 minggu setelah aplikasi (msa) terhadap perkecambahan gulma Fimbristylis miliacea (L) Vahl., sedangkan hidrolisat sekam padi 150 g l-1 pada 2 dan 3 msa menunjukkan persen penekanan sebesar 44% dan 31% terhadap perkecambahan gulma total. Hidrolisat sekam padi 133 g l-1 + gas SO2 mempunyai kemampuan penekanan perkecambahan gulma total yang tidak berbeda nyata dengan hidrolisat lain namun memberikan pengaruh penekanan perkecambahan terkecil pada benih padi var. Ciherang fase preemergence. Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa juga berpotensi sebagai bioherbisida fase early post emergence. Hidrolisat jerami padi 200 g l-1 menimbulkan kerusakan daun gulma F. miliacea 21%, Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven 100%, dan Leptochloa chinensis (L.) Nees 50%, sedangkan hidrolisat sekam padi 150 g l-1 menimbulkan kerusakan daun gulma Echinochloa crus-galli (L.) Beauv 70%. Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa tidak memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan bibit padi var. Ciherang fase early post emergence. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa juga berpotensi sebagai bioherbisida post emergence terhadap gulma F. miliacea, L. octovalvis dan L. chinensis berdasarkan kerusakan pada daun gulma dan skor kerusakan namun tidak mempengaruhi bobot kering gulma. Kerusakan yang ditimbulkan menyerupai kerusakan akibat herbisida kontak yang ditandai dengan gejala kelayuan dan bercak terbakar pada daun dalam waktu yang cepat setelah aplikasi. Hasil percobaan kedua menunjukkan hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2, hidrolisat cangkang sawit 171 g l-1, hidrolisat sekam padi 200 g l-1 dan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 berpotensi sebagai bioherbisida preemergence dengan menghambat perkecambahan gulma Axonopus compressus, Paspalum conjugatum dan Borreria alata kecuali hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2. Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan persen penekanan tertinggi dari perlakuan yang lain pada minggu pertama 78%, minggu kedua 47% dan minggu ketiga 44% setelah aplikasi. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa juga berpotensi sebagai bioherbisida fase early post emergence berdasarkan peubah tinggi gulma, daun rusak dan persen kerusakan pada gulma A. compressus, Eleusine indica, Cyperus kyllingia dan B. alata kecuali perlakuan hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2. Hidrolisat tongkol jagung 100 g l-1 + gas SO2 memperlihatkan persen kerusakan tertinggi untuk gulma A. compressus 98% dan E. indica 100%. Hidrolisat sekam padi 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi pada gulma C. kyllingia 81% dan hidrolisat serbuk kayu 200 g l-1 menyebabkan kerusakan tertinggi terhadap gulma B. alata 100%. Perlakuan hidrolisat lignoselulosa berpotensi sebagai bioherbisida post emergence berdasarkan kerusakan pada daun gulma dan skor kerusakan pada gulma A. compressus, C. kyllingia, A. intrusa dan B. alata. Hidrolisat gambut saprik 100 g l-1 + gas SO2 tidak berpotensi sebagai bioherbisida terhadap gulma A. compressus, A. intrusa dan B. alata. Semua perlakuan hidrolisat lignoselulosa tidak berpengaruh terhadap bobot kering gulma uji. Kerusakan yang ditimbulkan menyerupai kerusakan akibat herbisida kontak.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/75218
Appears in Collections:MT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2015bar.pdf
  Restricted Access
Fulltext21.19 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.