Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71852
Title: Kariotipe Tikus (Rodentia, Muridae) dan Kelelawar Pemakan Buah (Megachiroptera, Pteropodidae) dari Gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan
Authors: Perwitasari, R.R. Dyah
Maryanto, Ibnu
Mubarok, Husni
Issue Date: 2014
Abstract: Mamalia Sulawesi tidak hanya kaya spesies tetapi tingkat endemisitasnya tinggi. Endemisitas tikus (Muridae) dan kelelawar pemakan buah (Pteropodidae) Sulawesi masing-masing mencapai 75.7% dan 10.7%. Studi kromosom maupun data kariotipe untuk spesies tikus dan kelalawar pemakan buah di Indonesia masih sangat kurang. Setidaknya hanya tujuh spesies tikus dan empat spesies kelelawar pemakan buah yang telah dilaporkan status kromosomnya. Hal ini terkait dengan teknik analisis kariotipe yang lebih cocok dilakukan secara laboratorium daripada di lapang. Tikus dan kelelawar telah diperkirakan memiliki laju evolusi kariotipe yang tinggi, sehingga informasi kariotipe baru dan kaitannya dengan filogenetik menjadikan kariotipe sangat penting. Penelitian ini memiliki dua tujuan utama yaitu: (1) untuk menganalisis kariotipe tikus dan kelelawar pemakan buah Sulawesi menggunakan kromosom sumsum tulang dengan teknik G-banding (Giemsa); (2) untuk menganalisis perbedaan teknik kariotipe laboratorium dan lapang. Dua jenis analisis kariotipe dilakukan pada penelitian ini yaitu analisis kariotipe laboratorium dan lapang. Analisis laboratorium digunakan sebagai penelitian uji coba sebelum ke lapang. Analisis kariotipe di laboratorium menggunakan spesimen mencit dengan berbagai perlakuan yang mencakup: (1) perbedaan pengaruh pemberian kolkisin 0.005% dengan waktu 2 dan 3 jam; (2) preservasi sumsum tulang pada larutan Phosphate-Buffered Saline (PBS) selama 2 sampai 15 hari dan (3) preservasi suspensi sel sumsum tulang pada larutan Carnoy selama 2 hari (48 jam) dan 4 hari (96 jam).. Analisis kariotipe di lapang dilakukan pada spesimen yang tertangkap di kawasan gunung Bawakaraeng, Sulawesi Selatan tanpa diikuti perlakuan seperti di laboratorium. Spesimen disuntik menggunakan larutan ragi untuk meningkatkan mitosis dan inhibitor kolkisin untuk menangkap kromosom pada tahap mitosis tersebut. Fiksasi sumsum tulang spesimen dilakukan dengan menggunakan larutan Carnoy. Pewarnaan kromosom menggunakan perwarna Giemsa 4%. Kromosom pada tahap metafase terbaik dipotret dan diketahui jumlah diploid (2n), FN, FNa dan morfologinya. Kualitas kromosom pada perservasi PBS dan Carnoy diamati untuk mengetahui apakah teknik preservasi ini dapat diaplikasikan di lapang. Penelitian ini menunjukkan kualitas kromosom pada analisis kariotipe laboratorium lebih optimal dibandingkan dengan lapang. Mencit memiliki 2n= 40, FN=40, FNa=38 dan bentuk keseluruhan kromosom telosentrik. Satu spesies tikus menunjukkan hasil kariotipe yang paling baik yaitu R. hoffmanni betina (2n= 44, FN = 61, FNa = 59, bentuk kromosom X telosentrik). Dua spesies kelelawar menunjukkan hasil kariotipe yang paling baik yaitu B. bidens jantan (2n = 30, FN = 53, FNa = 50, bentuk kromosom X sub metasentrik dan Y telosentrik) dan T. suhaniahae betina (2n = 38, FN = 64, FNa = 60, bentuk kromosom X metasentrik). T. nigriscens memiliki 2n=38 dan D. viridis 2n=34. Kariotipe empat spesimen lapang merupakan data kariotipe baru. Kualitas kromosom dengan kolkisin 0.005% selama 2 jam menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan waktu 3 jam. Sementara itu, kromosom pada preservasi PBS menunjukkan degradasi selama batas waktu preservasi, sehingga preservasi PBS tidak dapat diaplikasikan di lapang. Hal tersebut berbeda dengan preservasi Carnoy yang menunjukkan tampilan kromosom yang baik. Suspensi sel dengan preservasi Carnoy yang telah dibuat di lapang dapat dianalisis kembali di kondisi laboratorium. Teknik kariotipe merupakan teknik yang rentan terhadap kondisi lingkungan dan waktu. Satu spesies tikus dari delapan spesies dan dua spesies kelelawar dari lima spesies yang menunjukkan hasil preparat yang optimal. Hasil preparat kromosom spesimen lapang yang kebanyakan tidak menunjukkan hasil yang optimal diduga karena suhu lingkungan yang rendah. Kondisi lingkungan di laboratorium terutama suhu dapat secara mudah diatur daripada lapang.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/71852
Appears in Collections:MT - Mathematics and Natural Science

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014hmu.pdf
  Restricted Access
Fulltext31.97 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.