Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70840
Title: Tingkat Maturasi dan Fertilisasi Oosit Domba yang Dimaturasi dalam Media yang Ditambahkan Sericin In Vitro
Authors: Karja, Ni Wayan Kurniani
Setiadi, Mohamad Agus
Yasmin, Cut
Issue Date: 2014
Abstract: Produksi embrio in vitro merupakan salah satu teknologi yang diterapkan dalam bidang reproduksi. Teknologi ini memanfaatkan limbah ovarium yang diperoleh dari rumah potong hewan (RPH). Oosit yang dikoleksi dari ovarium tersebut berikutnya dimatangkan secara in vitro pada lingkungan kultur dengan kadar CO2 5% dan O2 ~20%. Kondisi ini berbeda dengan in vivo, dimana dalam saluran reproduksi betina kadar O2 berkisar antara 3-18%. Tingginya kadar O2 memungkinkan terbentuknya reactive oxygen species (ROS) sebagai produk oksidasi dari metabolisme oksigen. Konsentrasi ROS yang tinggi menyebabkan gangguan pada membran sel, disfungsi mitokondria, DNA, RNA, kerusakan protein, lipid dan juga berperan dalam terjadinya apoptosis. Untuk melindungi oosit dari stres oksidatif selama kultur dapat dilakukan penambahan berbagai antioksidan. Sericin merupakan protein yang berasal dari kepompong ulat sutra dan memiliki aktivitas antioksidan. Selain itu, sericin merupakan kelompok protein albuminoid yang diperlukan untuk perkembangan oosit. Selama ini, bovine serum albumin (BSA) merupakan komponen yang umum disuplementasi ke dalam media maturasi. Sericin sebagai albuminoid protein berpotensi digunakan sebagai alternatif lain yang dapat disuplementasi ke dalam media selain BSA. Tujuan penelitian ini adalah mengevaluasi efektifitas sericin sebagai antioksidan dan pengganti BSA terhadap kompetensi perkembangan oosit domba yang dimaturasi dan difertilisasi secara in vitro. Penelitian tahap 1 dilakukan evaluasi tingkat kompetensi meosis oosit yang dikultur pada media dengan penambahan sericin dengan atau tanpa BSA. Kumulus oosit dimaturasi dalam media yang ditambahkan sericin dengan konsentrasi 0%, 0,1%, 0,25%, dan 0,5% dengan atau tanpa BSA. Setelah diinkubasi selama 24 jam oosit difiksasi untuk evaluasi status inti oosit. Pada penelitian tahap 2, dilakukan evaluasi tingkat fertilisasi oosit yang dimaturasi pada media yang ditambahkan sericin dengan atau tanpa BSA. Penelitian tahap 1 menunjukkan terjadi penurunan tingkat maturasi inti pada oosit yang dimaturasi dengan konsentrasi 0,5%, oleh karena itu, pada penelitian tahap 2 konsentrasi tersebut tidak digunakan. Thawing semen beku dilakukan pada suhu 30-32°C selama 30 detik dalam media fertilisasi. Berikutnya semen disentrifugasi dengan kecepatan 1800 rpm selama 5 menit dalam media fertilisasi. Selanjutnya, dilakukan penghitungan konsentrasi serta dilakukan penambahan media fertilisasi untuk mendapatkan konsentrasi 1x106. Kemudian, oosit ditransfer ke dalam 100 μl drop media in vitro fertilization (IVF) yang mengandung spermatozoa dan diinkubasi selama 14 jam dalam inkubator CO2 5% temperatur 39°C. Setelah 14 jam ko-inkubasi, oosit difiksasi untuk dievaluasi tingkat fertilisasinya. Hasil penelitian tahap 1 menunjukkan bahwa suplementasi sericin 0,1% tanpa BSA memiliki persentase tertinggi dari oosit pada tahap germinal vesicle break down (GVBD) dibandingkan dengan kontrol (92,2% ± 2,3 vs 35,0% ± 4,2) (P < 0,05). Namun demikian tidak ada perbedaan yang signifikan antara konsentrasi sericin 0,1% dan 0,25% (92,2% ± 2,3 vs 84,7% ± 3,2) (P > 0,05). Lebih lanjut terjadi penurunan persentase pada konsentrasi 0,5% (67,9% ± 5,4). Tingkat maturasi oosit pada media dengan penambahan sericin pada media dengan BSA tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap persentase oosit pada tahap GVBD. Suplementasi sericin pada media tanpa BSA meningkatkan persentase tingkat maturasi oosit (MII) dibandingkan dengan kontrol tanpa sericin. Persentase oosit pada tahap MII yang dimaturasi dengan sericin 0,1% (83,7% ± 1,8) secara signifikan lebih tinggi (P < 0,05) dibandingkan dengan konsentrasi yang lain ( sericin 0,25%; 63,6% ± 2,9, 0,5%; 39,7% ± 3,4). Penambahan sericin 0,1% (73,0% ± 3,3) ketika oosit yang dimaturasi dengan BSA memiliki persentase oosit tahap MII yang sama dibandingkan dengan tanpa sericin (70,0% ± 4,4). Pada konsentrasi sericin 0,25% dan 0,5% (58,1% ± 3,8 dan 46,0% ± 2,5) persentase oosit menurun secara signifikan dibandingkan dengan kontrol (P < 0,05). Penelitian tahap 2 memperlihatkan suplementasi sericin tanpa BSA hanya terlihat pada hasil evaluasi tingkat fertilisasi total (P < 0,05) tapi tidak pada fertilisasi normal dan polispermi (P > 0,05). Oosit yang dimaturasi sericin 0,1% tanpa BSA dan kemudian difertilisasi dengan spermatozoa memiliki tingkat total fertilisasi yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi 0,25% dan tanpa sericin (84,8% ± 3,5 vs 54,8% ± 6,7 dan 16,6% ± 4,1). Disamping itu, pada penelitian tahap dua suplementasi sericin dengan BSA tidak berpengaruh pada tingkat fertilisasi (total, normal, dan polispermi) dan memiliki kecenderungan menurun pada konsentrasi yang lebih tinggi (P < 0,05). Kesimpulan dari penelitian ialah suplementasi sericin 0,1% tanpa BSA ke dalam media maturasi mampu meningkatkan tingkat perkembangan oosit domba
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70840
Appears in Collections:MT - Veterinary Science

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014cya.pdf
  Restricted Access
Fulltext38.46 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.