Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70144
Title: Perilaku Komunikasi Guru Responsif Gender
Authors: Hubeis, Aida Vitayala S
Ginting, Basita
Purnaningsih, Ninuk
Saleh, Amiruddin
Arif, Ernita
Issue Date: 2014
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Kualitas sumber daya manusia (SDM) suatu bangsa pada hakekatnya ditentukan oleh kualitas pendidikan yang diperolehnya. Pendidikan yang baik dan berkualitas akan melahirkan individu yang baik dan berkualitas pula. Sebaliknya apabila pendidikan yang diperoleh tidak baik dan tidak berkualitas, maka hal ini akan berdampak terhadap kualitas SDM yang dibangun. Komunikasi merupakan unsur yang sangat penting dalam menentukan keberhasilan proses pendidikan. Untuk itu diperlukan guru yang memiliki kemampuan menerapkan bentuk komunikasi (verbal dan nonverbal) secara baik kepada murid laki dan perempuan. Penelitian bertujuan untuk (1) menganalisis bentuk komunikasi verbal dan nonverbal guru dan variabel yang berhubungan; (2) menganalisis perilaku komunikasi guru responsif gender dan variabel yang berhubungan; dan (3) merancang strategi pengembangan perilaku komunikasi guru responsif gender. Penelitian didesain sebagai survai deskriptif korelasional. Penelitian dilakukan di Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman Provinsi Sumatera Barat yang dilaksanakan dari Bulan Juni-Desember 2013. Populasi penelitian terdiri dari guru laki-laki dan perempuan yang mengajar di SD Kota Padang dan Kabupaten Padang Pariaman. Jumlah sampel sebanyak 100 orang guru di Kota Padang dan 100 orang di Kabupaten Padang Pariaman dengan menggunakan rumus Taro Yamane. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuisioner, wawancara mendalam, dan pengamatan langsung. Analisis data dilakukan secara statistik deskriptif dan statistik inferensial berupa uji koefisien kontingensi, uji rank Spearman dan uji beda (uji t). Proses analisis data menggunakan perangkat lunak SPSS versi 20. Kondisi internal guru yang dilihat dari umur, tingkat pendidikan, pengalaman mengajar, latar belakang keluarga, dan kekosmopolitan menunjukkan bahwa umur guru termasuk rata-rata berusia dewasa, tingkat pendidikan tergolong tinggi, latar belakang dari keluarga petani dengan jumlah saudara kandung rata-rata 5-7 orang (saudara perempuan rata-rata berjumlah 3-5 orang dan saudara laki-laki 0-2 orang) dan status dalam keluarga sebagai anak tengah, pengalaman mengajar dan tingkat kekosmopolitan tergolong rendah. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p˂0,01) antara tingkat pendidikan guru laki-laki dan perempuan, dimana guru laki-laki lebih banyak yang berpendidikan tinggi daripada guru perempuan. Terdapat perbedaan tingkat kekosmopolitan yang sangat signifikan (p˂0,01) antara guru di perkotaan dan guru di perdesaan. Konstruksi gender melalui keluarga dan media massa termasuk kategori rendah, sedangkan konstruksi gender melalui masyarakat dan kelompok tergolong kategori tinggi. Terdapat perbedaan yang sangat signifikan (p˂0,01) antara konstruksi gender dalam masyarakat antara guru laki-laki dan guru perempuan. Terdapat perbedaan yang signifikan (p˂0,05) antara konstruksi gender dalam kelompok dan media massa antara guru di perkotaan dan di perdesaan. Keterlibatan dalam proses belajar dalam aspek mengikuti pelatihan, berpartisipasi dalam kegiatan belajar, dan memanfaatkan sumber belajar umumnya tergolong rendah untuk guru laki-laki dan perempuan baik di perkotaan maupun di perdesaan. Rendahnya keterlibatan guru dalam proses belajar diindikasikan oleh rendahnya minat, motivasi, dan ketertarikan guru terhadap program-program pelatihan. Secara statistik terdapat perbedaan keterlibatan dalam proses belajar yang sangat signifikan (p˂0,01) antara guru di perkotaan dan di perdesaan serta antara guru laki-laki dan guru perempuan. Hal ini disebabkan adanya keterbatasan akses terhadap informasi serta kendala transportasi di desa sehingga menyulitkan guru di perdesaan untuk mengikuti pelatihan yang sering diadakan di kota. Rendahnya partisipasi guru perempuan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan pelatihan dibandingkan dengan guru laki-laki disebabkan keterbatasan waktu yang dimiliki oleh guru perempuan karena adanya beban kerja ganda (di sekolah dan di rumah). Lingkungan kerja yang dilihat dari aspek ketersediaan sarana dan prasarana, budaya sekolah, suasana kerja, dukungan masyarakat, kebijakan pemerintah umumnya dipersepsikan rendah terutama di perdesaan. Hal ini mengindikasikan bahwa pendidikan masih belum merata antara di perkotaan dengan di perdesaan. Secara statistik terdapat perbedaan persepsi guru mengenai lingkungan kerja yang signifikan (p˂0,05) antara di perkotaan dan di perdesaan serta antara guru laki-laki dan guru perempuan. Hal ini disebabkan belum meratanya sarana dan prasarana, budaya masyarakat perdesaan yang masih kuat, dan kurangnya dukungan masyarakat membuat pendidikan di perdesaan tertinggal dari perkotaan. Guru menggunakan beragam bentuk komunikasi verbal dan nonverbal dalam proses pembelajaran. Secara umum bentuk komunikasi verbal dan nonverbal yang dilakukan guru sudah baik, akan tetapi masih ada guru yang menggunakan kata-kata negatif, kata-kata yang merendahkan, dan belum baiknya penggunaan eufimisme oleh guru di perdesaan. Pada aspek nonverbal juga masih ada guru yang belum mengoptimalkan nada suara dalam proses pembelajaran serta guru belum mampu menjalin kedekatan dengan murid terutama untuk guru di perdesaan. Secara umum terdapat perbedaan yang signifikan bentuk komunikasi verbal dan nonverbal antara guru di perkotaan dan guru di perdesaan, serta antara guru laki-laki dan perempuan. Hal ini disebabkan guru belum memiliki standar baku dalam berkomunikasi secara verbal maupun nonvebal. Harapannya dimanapun seorang guru berada, baik guru laki-laki maupun guru perempuan, harus memiliki standar kompetensi komunikasi yang sama kepada murid laki-laki maupun murid perempuan. Guru masih memiliki pandangan stereotipi terhadap murid laki-laki dan murid perempuan serta masih membedakan murid laki-laki dan perempuan dalam hal pemberian tugas piket, kepengurusan kelas, dan petugas upacara bendera. Di samping itu guru masih menggunakan bentuk-bentuk kekerasan yang ditujukan untuk perubahan perilaku murid, seperti memarahi murid, menggunakan kata-kata yang kurang baik bahkan sampai menggunakan kekerasan secara fisik. Secara umum dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan yang signifikan pada perilaku komunikasi guru responsif gender di perkotaan dan di perdesaan serta antara guru laki-laki dan guru perempuan. Hal ini mengindikasikan masih terdapat ketidakadilan dan ketidaksetaraan gender dalam pendidikan serta kurang tersosialisasinya pengarusutamaan gender (PUG) terutama kepada guru di perdesaan. Variabel-variabel yang berhubungan signifikan dengan bentuk komunikasi adalah kekosmopolitan, konstruksi gender, dan lingkungan kerja, sedangkan variabel-variabel yang berhubungan signifikan dengan perilaku komunikasi guru responsif gender adalah latar belakang pekerjaan orang tua, status dalam keluarga, kekosmopolitan, konstruksi gender, keterlibatan dalam proses belajar dan lingkungan kerja. Strategi yang digunakan dalam mengembangkan perilaku komunikasi guru responsif gender perlu dilakukan penguatan faktor internal dan faktor eksternal melalui dukungan pemerintah, perguruan tinggi, pihak swasta dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70144
Appears in Collections:DT - Human Ecology

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014ear.pdf
  Restricted Access
Fulltext53.91 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.