Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70089
Title: Mekanisme Adaptasi dan Penekanan Akumulasi Fe dan Al untuk Meningkatkan Produktivitas Padi di Lahan Pasang Surut
Authors: Ghulamahdi, Munif
Aziz, Sandra Arifin
Sutandi, Atang
Miftahudin
Harahap, Siti Maryam
Keywords: Agronomy
Rice
2013
Bogor-Jawa Barat
Issue Date: 2014
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: Lahan pasang surut merupakan salah satu lahan yang dapat dimanfaatkan sekarang ini untuk dijadikan sebagai areal pengembangan pertanian, karena lahan ini tersedia cukup luas di Indonesia (20.11 juta ha) tetapi pemanfaatannya belum dilakukan secara maksimal, disamping itu hasil padi masih tergolong rendah (3-4.5 t ha-1). Salah satu penyebab rendahnya hasil padi di lahan ini adalah senyawa pirit yang terdapat di dalam tanah. Senyawa ini jika teroksidasi atau tereduksi dapat menghambat pertumbuhan tanaman padi. Proses oksidasi pirit terjadi dalam beberapa tahapan dan hasil akhir dari oksidasi pirit adalah menghasilkan ferri hidroksida (Fe(OH)3), asam sulfat dan juga ion H+ sehingga nilai pH tanah menjadi sangat rendah (<4). Pada kondisi reduktif, pirit dapat mengakibatkan tingginya kelarutan zat-zat beracun seperti, Fe2+, H2S, CO2 dan asam-asam organik. Oleh karena itu, dalam mengelola lahan pasang surut perlu diperhatikan kondisi pirit supaya tidak teroksidasi atau tereduksi lebih lama. Salah satu kunci keberhasilan budidaya padi di lahan pasang surut adalah kondisi air, selain itu genotipe yang toleran dapat dilakukan untuk meningkatkan hasil padi di lahan pasang surut. Penelitian ini difokuskan pada studi fisiologi dan mekanisme toleransi genotipe padi terhadap cekaman Fe atau Al dengan pendekatan penelitian dari laboratorium ke lapangan (from lab to land). Langkah awal yang dilakukan untuk mengetahui tingkat toleransi genotipe padi terhadap cekaman Fe adalah dengan menggunakan pengujian pada beberapa tingkat cekaman Fe serta pengujian pada dua umur bibit yang berbeda. Setelah diketahui umur bibit yang lebih toleran terhadap Fe kemudian digunakan umur tersebut untuk menguji tingkat ketahanan terhadap Al, selanjutnya aplikasi ke lapangan lahan pasang surut tipe luapan B. Berdasarkan hasil penelitian pada bibit umur dua minggu, diketahui masing-masing genotipe memiliki mekanisme dan respon yang berbeda terhadap tingkat keracunan Fe. Pada konsentrasi 500 ppm genotipe IR64 memiliki kemampuan membentuk plak di permukaan akar, genotipe IRH108 memiliki kemampuan selektivitas membran sel akar terhadap ion Fe, dan Indragiri juga memiliki kemampuan selektivitas membrane sel akar terhadap ion Fe. Mekanisme yang terjadi disini pada ke-tiga genotipe adalah mekanisme ekskluder. Pembentukan plak di permukaan akar berhubungan dengan kemampuan oksidasi Fe2+ di akar. Oksidasi besi dipengaruhi oleh difusi oksigen ke dalam rhizosfer melalui aerenchyma akar. Perkembangan Aerenchyma akar dipengaruhi oleh produksi etilen di akar. Semakin besar ukuran aerenchyma yang terbentuk, difusi udara semakin lancar sehingga oksidasi Fe2+ menjadi Fe3+ semakin cepat dan pembentukan plak besi semakin meningkat. Pada konsentrasi 1000 dan 1500 ppm Fe, genotipe IR64 tidak mampu menahan Fe di permukaan akar, hal ini ditunjukkan dengan menurunnya kadar plak besi di permukaan akar, dan kadar Fe di jaringan akar meningkat, kadar Fe di jaringan tajuk juga meningkat serta persentase bronzing di daun meningkat hingga mencapai 98%. Pada genotipe IRH108 dan Indragiri masih memiliki kemampuan untuk menahan Fe di akar yang ditunjukkan dengan semakin meningkatnya kadar plak besi di permukaan akar dan kadar Fe di akar dan di tajuk lebih rendah dari genotipe IR64. Berdasarkan hasil penelitian diketahui genotipe IR64 merupakan genotipe yang sangat peka terhadap keracunan Fe, genotipe IRH108 termasuk yang toleran dan genotipe Indragiri sangat toleran. Mekanisme pada genotipe IRH108 dan Indragiri adalah mekanisme inkluder. Bibit berumur empat minggu diberi cekaman Fe dengan konsentrasi 500 ppm menyebabkan genotipe IR64 memiliki mekanisme inkluder avoidance dan genotipe IRH108 dan Indragiri juga memiliki mekanisme inkluder avoidance pada konsentrasi 1000 dan 1500 ppm. Persentase bronzing di daun pada genotipe IR64 lebih tinggi dibanding dengan genotipe IRH108 dan Indragiri. Berdasarkan perbedaan umur bibit antara dua dan empat minggu diketahui bahwa bibit berumur empat minggu lebih tahan menghadapi cekaman Fe. Hal ini dapat dilihat antara lain dari kemampuan bertahan hidup sampai mencapai cekaman maksimum (tanaman mati) yang berumur dua minggu hanya bertahan sampai enam hari, sedangkan umur empat minggu bertahan sepuluh sampai dua belas hari. Selain keracunan Fe, keracunan yang disebabkan oleh Al juga dapat mempengaruhi pertumbuhan tanaman padi misalnya perkembangan akar terhambat. Hasil penelitian di kultur hara menunjukkan pada konsentrasi 120 ppm Al dapat menyebabkan terjadinya keracunan Al pada masing-masing genotipe yang diuji, hal ini ditunjukkan dengan semakin tertekannya pertumbuhan akar seiring dengan meningkatnya konsentrasi Al dalam laruta. Gejala klorosis pada daun mulai terlihat pada konsentrasi 240 ppm Al di dalam larutan hara. Pengujian di lapangan dengan menerapkan teknologi pengelolaan air memberikan perbedaan terhadap tingkat keracunan tanaman dan hasil panen. Keracunan Fe yang paling tinggi terdapat pada kondisi air tergenang tanpa drainase dan yang memberikan hasil pada kondisi ini hanya genotipe Indragiri, sedangkan genotipe IR64 mengalami cekaman maksimum (tanaman mati) pada umur 8 minggu setelah tanam dan genotipe IRH108 mati saat umur 9 setelah tanam. Tingginya keracunan Fe yang terjadi pada kondisi tergenang kemungkinan disebabkan karena proses oksidasi ion Fe2+ menjadi Fe3+ menurun, karena pada kondisi tergenang proses difusi udara sangat kecil. Selain itu hasil analisis tanah di lokasi penelitian menunjukkan kandungan Fe dalam tanah tergolong tinggi (316.86 ppm). Pada kondisi jenuh tingkat keracunan Fe lebih rendah, karena pirit berada pada lapisan kurang dari 50 cm di bawah permukaan tanah, sehingga kemungkinan oksidasi Fe dapat terjadi dan menghasilkan Fe(OH)3 yang tidak larut. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan pada musim tanam ke-dua diketahui genotipe IR64 dapat ditanam pada kondisi air jenuh dengan drainase atau tanpa drainase, dan hasil yang diperoleh menunjukkan lebih tinggi dari rata-rata hasil petani setempat (4.4 dan 4.5 t ha-1). Genotipe IRH108 juga dapat ditanam pada kondisi jenuh dengan drainse atau tanpa drainase dan hasil yang diperoleh 4.8 dan 5.5 t ha-1. Genotipe Indragiri yang ditanam pada kondisi jenuh dengan drainase dan kondisi tergenang dengan drainase memberikan hasil yang paling tinggi yaitu 6.23 dan 6.83 t ha-1. Sistem drainase sanngat penting dilakukan di lahan pasang surut pada tipe luapan B dengan interval dua minggu karena dapat meningkatkan hasil padi 55.75 sampai 70.75% dan genotipe yang dapat ditanam adalah Indragiri.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70089
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014smh.pdf
  Restricted Access
Fulltext33.44 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.