Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70058
Title: Optimalisasi Penggunaan Lahan Untuk Pengembangan Sumber Daya Air DAS Mahat Hulu di Kabupaten Lima Puluh Kota Sumatera Barat
Authors: Sinukaban, Naik
Murtilaksono, Kukuh
Hutagaol, M Parulian
Hidayat, Firman
Issue Date: 2014
Publisher: IPB (Bogor Agricultural University)
Abstract: DAS Mahat Hulu (28 535.49 ha) merupakan 1 (satu) dari 108 (seratus delapan) DAS prioritas berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor SK. 328/Menhut-II/2000 Tahun 2000 tanggal 12 Juni 2000 tentang “Penetapan DAS Prioritas Dalam Rangka Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Tahun 2010-2014. Dasar pertimbangan SK tersebut adalah kawasan DAS sudah bermasalah dari aspek hidrologi, vegetasi, serta adanya fasilitas publik/asset negara yang harus diselamatkan. SK juga berperan sebagai arahan/acuan bagi instansi/dinas terkait dalam upaya penetapan skala prioritas kegiatan rehabilitasi hutan dan lahan, termasuk di dalamnya penyelenggaraan reboisasi, penghijauan, konservasi tanah dan air, baik vegetatif, agronomis, struktural, maupun manajemen. Dalam kawasan DAS Mahat Hulu berbagai aktivitas ekonomi masyarakat terjadi yaitu perambahan hutan, pertanian lahan basah, perkebunan, perikanan serta adanya asset negara yaitu PLTA Koto Panjang. Kebutuhan lahan usaha baru menyebabkan hutan mendapat tekanan. Deforestrasi dan degradasi lahan yang terjadi di DAS Mahat Hulu telah meningkatkan erosi tanah dan aliran permukaan yang pada gilirannya meningkatkan fluktuasi aliran sungai, sedimentasi di hilir, banjir di musim hujan dan kekeringan di musim kemarau. Berlatar belakang permasalahan hidrologi dan pengelolaan lahan tersebut, maka dilakukan penelitian yang bertujuan untuk: a) Mengkaji pengaruh perubahan penggunaan lahan DAS Mahat Hulu terhadap karakteristik hidrologi dan erosi b) Menganalisis alternatif penggunaan lahan yang optimal dan agroteknologi untuk pengembangan sumber daya air, dan c) Mengkaji nilai ekonomi dan kontribusi pemanfaatan jasa lingkungan untuk pengembangan sumber daya air. Hasil interpretasi citra dan dianalisis secara periodik setiap empat tahun sejak 1999 sampai 2010, hutan berkurang sebesar 23% atau 2 752.6 ha (183.51 ha/th) sementara kebun campuran meningkat sebesar 27% atau 3 532.7 ha (294.39 ha/th). Perubahan penggunaan lahan terutama hutan menjadi areal penggunaan lain terhadap aspek hidrologi koefisien aliran permukaan terlihat meningkat dari 40.5% menjadi 55.8% yang mengindikasikan daya resapan air semakin berkurang. Koefisien regim sungai yang diperoleh dengan perbandingan antara debit maksimum (Q max) dengan debit minimum (Q min) meningkat dari 33.7% (1999- 2002) menjadi 71.2% (2007-2010). Menggunakan metode USLE diperoleh prediksi erosi yang membuktikan telah terjadi deforestasi dan degradasi lahan. Tahun 1995 erosi diprediksi sebesar 97.36 ton/ha/th meningkat terus menjadi 142.68 ton/ha/th tahun 2010. Kajian penggunaan lahan yang berpengaruh terhadap koefisien aliran permukaan dianalisis menggunakan regresi berganda. Persamaan yang terbentuk yaitu C (%) = 181 – 2.41 htn – 0.64 kbn cpr – 0.43 smk blkr – 3.66 tgln dan R-Sq = 97.1%. Persamaan memperlihatkan masing masing penggunaan lahan saling mempengaruhi koefisien aliran permukaan. Analisis dilanjutkan dengan regressi bertahap (Stepwise Regression) dan mendapatkan persamaan C (%) = 107.9 – 1.96 htn dan R-Sq = 95.7%. Persamaan tersebut membuktikan bahwa aliran permukaan berkurang seiring meningkatnya hutan yang berperan sebagai pendukung penyerapan air kedalam tanah. Lahan harus direhabilitasi untuk memperbaiki kondisi fisik dan lingkungan agar mampu menyediakan sumber daya air yang berkelanjutan. Melalui model simulasi dengan empat (4) skenario yaitu 1) Kondisi eksisting, 2) Hutan di kawasan DAS minimal 30 % sesuai dengan UU no 41 tahun 1999, 3) Sama dengan skenario 2, namun agroteknologi melalui strip cropping dan mulsa dilakukan pada kebun campuran, 4) Penggunaan lahan disesuaikan dengan penataan ruang dalam UU no 26 tahun 2007. Hasil analisis memperlihatkan skenario ke tiga (3) dianggap baik untuk diimplementasikan dalam kawasan DAS Mahat Hulu dengan alasan Koefisiean regim sungai relatif kecil yaitu 42.50 dan erosi 32.82 ton/ha/th di bawah erosi yang ditoleransi 39.59 ton/ha/th. Untuk mengembalikan fungsi hutan membutuhkan biaya tidak sedikit. Pemerintah sebagai fasilitator pembangunan sudah berupaya untuk itu, akan tetapi belum berhasil disebabkan salah satunya oleh keterbatasan dana. Melalui konsep ekonomi jasa lingkungan dihitung nilai ekonomi total (NET) dan kemauan untuk membayar (KUM). Hasil NET sebesar Rp.51 617 000 000 diperoleh dari lima (lima) kategori pengguna yaitu : a) Petani lahan basah, b) petani keramba jala apung, c) Wisatawan waduk, d) Pengguna listrik rumah tangga (> 450 Watt) dan e) Pengguna listrik rumah tangga (<450 Watt). Partisipasi masyarakat pengguna untuk membayar lebih, sangat tinggi yaitu sekitar 90%. NET dan KUM membuktikan kawasan bernilai ekonomi tinggi bagi masyarakat, untuk itu perlu dikelola dengan baik. Nilai NET dan KUM juga melebihi dana reboisasi (DR) yang dialokasikan pemerintah. Secara teori dengan model yang dibangun, perencanaan penggunaan lahan kawasan DAS Mahat Hulu optimis dapat dilakukan
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70058
Appears in Collections:DT - Agriculture

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014fhi.pdf
  Restricted Access
Fulltext82.9 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.