Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69905
Title: Pemanfaatan Berkelanjutan Sumberdaya Perikanaan Cakalang (Katsuwonus pelamis) di Laut Banda dan Sekitarnya Provinsi Maluku
Authors: Wiyono, Eko Sri
Wisudo, Sugeng Hari
Purbayanto, Ari
Waileruny, Welem
Issue Date: 2014
Abstract: Laut Banda sebagai daerah penangkapan utama ikan cakalang di Provinsi Maluku diduga telah mengalami tekanan penangkapan. Indikasi ini terlihat dari data terbaru dari instansi terkait dan beberapa hasil penelitian terakhir. Penutupan beberapa perusahan penangkapan ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku juga menjadi indikasi merosotnya sumberdaya ini. Kondisi ini bukan hanya menjadi ancaman kelestarian sumberdaya ikan cakalang, tetapi juga ancaman bagi pertumbuhan ekonomi daerah dan pendapatan nelayan. Untuk mengatasi hal tersebut maka penentuan jumlah upaya optimum secara biologi dan ekonomi penting dilakukan. Sebagai tambahan, Provinsi Maluku yang terkenal karena kaya sumberdaya perikanan, tetapi masih banyak nelayan yang hidup dalam kemiskinanan. Apakah karena rendahnya kemampuan mereka untuk mengeksploitasi sumberdaya perikanan atau ada kebijakan pemerintah yang tidak berpihak. Tujuan penelitian ini adalah 1) Menentukan tingkat pemanfaatan optimum sumberdaya perikanan cakalang secara biologi dan ekonomi; 2) Menentukan ukuran layak tangkap secara biologis serta dinamika spasial dan temporal ikan cakalang di Laut Banda Provinsi Maluku; 3) Memetakan daerah penangkapan ikan cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar berdasarkan musim; 4) Menentukan jenis teknologi penangkapan ikan cakalang yang berkelanjutan; 5) Menentukan tingkat sosial ekonomi nelayan serta kelayakan usaha dan merumuskan bentuk pengupahan yang sesuai bagi nelayan; 6) Membangun model dinamis pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar. Potensi sumberdaya cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar pada tingkat MSY adalah 32.954,98 ton/tahun. Keuntungan maksimum dicapai pada titik MEY dengan jumlah upaya 20.431 trip/tahun dan produksi 32.905,91 ton/tahun. Keseimbangan bioekonmi terjadi pada upaya 40.862 trip (jumlah upaya pada keseimbangan opes access) yang memberikan keuntungan sama dengan nol. Sekalipun demikian, jumlah produksi saat ini sudah melewati tingkat MSY, artinya terjadi pemanfaatan berlebihan yang mengancam keberlanjutan sumberdaya sekaligus industri prikanan cakalang di Maluku. Pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya cakalang dari sisi biologi dan ekonomi adalah pada upaya 20.431 trip/tahun dan produksi 32.905,91 ton/tahun. Potensi sumber daya cakalang yang ada menyebar tidak merata sepanjang tahun, tetapi berfluktuasi mengikuti perubahan musim. Potensi tertinggi pada musim pancaroba dua dan terendah pada musim pancaroba pertama. Potensi pada musim pancaroba dua adalah 41,44% dari total potensi yang tersedia, musim barat 21,52% musim pancaroba pertama 12,46% dan musim timur 24,58%. Di sisi lain, kehadiran ikan cakalang yang layak tangkap setiap musim juga berbeda mengikuti perubahan musim. Kehadiran ikan cakalang layak tangkap terbanyak pada musim timur dan terendah pada musim pancarobah pertama. Ukuran layak tangkap ikan cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar adalah di atas 58 cm. Persentasi kehadiran ikan cakalang layak tangkap di musim pancaroba pertama adalah 21,48%, musim barat 24,22% musim pancaroba dua 30,64% dan musim timur 52,99% dari total populasi setiap musim. Ikan cakalang memijah di wilayah lepas pantai pada musim timur sampai awal musim barat dengan puncak pada musim timur. Anakan ikan cakalang v hasil pemijahan mulai masuk kembali ke wilayah pesisir pada usia sekitar tiga bulan. Ikan-ikan ini hidup dan membesar sampai usia 9-12 bulan saat organ reproduksinya mulai terbentuk dan memijah pertama pada usia dua tahun. Kelimpahan ikan cakalang di Laut Banda dan perairan sekitar dipengaruhi oleh perubahan suhu permukaan laut (SPL) dan memiliki korelasi negatif dengan CPUE. SPL tertinggi berada pada musim pancaroba pertama dan terendah di musim timur, sebaliknya konsentrasi klorofil-a, tertinggi pada musim timur dan terendah pada musim barat. Perubahan ini turut mempengaruhi pembentukan daerah penangkapan ikan pada wilayah tersebut. Daerah penangkapan dengan CPUE tertinggi pada semua musim ada di sebelah barat Pulau Seram, sekitar Pulau-pulau Buano, Kelang dan Manipa atau pada posisi 126,70–1280 BT dan 2,60–3,40 LS. Di sekitar Laut Banda pada posisi 1270–130,30 BT dan 3,20–40 LS. Selain pembatasan jumlah dan ukuran ikan yang boleh ditangkap, salah satu cara yang boleh diambil untuk menjamin keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah membatasi jenis alat tangkap yang digunakan. Alat tangkap yang menjamin keberlanjutan sumberdaya cakalang adalah pole and line. Penggunaan pukat cincin ukuran besar menjadi ancaman bagi keberlanjutan sumberdaya perikanan cakalang. Pembatasan jenis alat tangkap bukan hanya menjamin keberlanjutan sumberdaya cakalang, tetapi juga memberikan keuntungan/ pendapatan bagi pengusaha dan nelayan. Saat ini, pendapatan nelayan pada kapal-kapal pole and line di bawah UMP Provinsi Maluku. Sekitar 60% nelayan mendapatkan upah di bawah UMP selama tujuh bulan dan berfluktuasi. Penyebab utamanya karena upah yang diterima nelayan berdasarkan sistem bagi hasil bukan upah tetap. Selayaknya nelayan mendapatkan upah tetap, karena mereka sudah melakukan kewajibannya sebagai tenaga kerja. Di sisi lain keuntungan usaha kapal-kapal pole and line cukup tinggi, rata-rata sebesar Rp 348.079.291/kapal/tahun dengan NPV positif, IRR > biaya sosialnya dan Net B/C > 1. Kondisi ini dapat dipertahankan jika ada pembatas penggunaan pukat cincin ukuran besar. Pembatasan pukat cincin ukuran besar selain untuk menjaga keberlangsungan industri perikanan tetapi juga keberlanjutan sumberdaya cakalang. Ada tiga pilihan untuk menentukan kebijakan pemanfaatan berkelanjutan sumberdaya cakalang yaitu membatasi jumlah tangkapan sebesar 32.954,98 ton/tahun, membatasi ukuran ikan yang boleh ditangkap yaitu lebih besar dari 58 cm dan membatasi penggunaan teknologi penangkapan dengan menggunakan pole and line sebagai alat tangkap utama. Pembatasan jumlah tangkapan dan ukuran ikan yang boleh ditangkap adalah bentuk pengelolaan dari segi pembatasan output. Bentuk pengelolaan yang menghasilkan keuntungan ekonomi dan memberikan perlindungan yang tinggi terhadap sumberdaya cakalang adalah melalui pembatasan ukuran ikan yang layak tangkap (> 58 cm).
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69905
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014wwa.pdf
  Restricted Access
Fulltext43.38 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.