Please use this identifier to cite or link to this item: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69730
Title: Kombinasi Metode Akustik dan Survei Trawl untuk Meningkatkan Akurasi Perhitungan Densitas Ikan Demersal di Perairan Tarakan
Authors: Purbayanto, Ari
Simbolon, Domu
Hestirianoto, Totok
Priatna, Asep
Issue Date: 2014
Abstract: Eksploitasi sumberdaya ikan demersal di perairan Tarakan dengan menggunakan mini trawl (pukat hela) sudah berlangsung sejak lama. Ketersediaan data dan informasi status stok berserta penyebarannya, sangat penting dalam upaya pemanfaatan dan pengelolaannya. Terdapat sumber utama bias pada survei trawl, pertama trawl tidak dapat menangkap semua ikan yang berada pada jalur sapuannya, disebabkan ada ruang yang tidak tersapu oleh jaring trawl. Kedua, kesalahan sampling acak, dimana ikan tidak terdistribusi merata pada area yang diamati sehingga menghasilkan variabilitas hasil tangkapan. Identifikasi distribusi spasial sumberdaya ikan demersal sangat berguna dalam strategi penentuan posisi pengambilan contoh. Penelitian ini bertujuan untuk menghitung densitas ikan hasil survei trawl yang dibandingkan dengan metode akustik, menentukan formula perhitungan densitas pada dead zone trawl, dan menganalisis keterkaitan faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi keberadaan stok ikan demersal. Penelitian yang memadukan antara sampling trawl, akustik, dan lingkungan, telah dilakukan pada bulan Mei, Agustus, dan November 2012 di perairan Tarakan dan sekitarnya. Dari tiga trip tersebut diperoleh 60 stasiun pengambilan contoh, dengan data yang dikumpulkan dari tiap stasiun adalah komposisi jumlah dan jenis ikan demersal hasil tangkapan trawl yang dioperasikan simultan dengan metode akustik, aspek teknis operasional trawl (kedalaman, panjang warp, bukaan mulut jaring, kecepatan dan durasi towing), densitas ikan hasil akustik, tipe substrat dasar laut dan kelimpahan makrozoobentos. Hasil uji-t berpasangan pada selang kepercayaan 95% dalam membandingkan densitas ikan demersal hasil akustik dengan hasil trawl menunjukkan perbedaan yang sangat signifikan, dimana densitas trawl jauh lebih rendah dibanding dengan densitas akustik. Perbedaan hasil kedua metode menunjukkan bahwa pada pengoperasian trawl dasar, ikan demersal yang berada pada jalur sapuan tidak tertangkap semuanya. Disebabkan karena tingkah laku ikan menghindari trawl yang sulit untuk diestimasi, serta faktor-faktor teknis operasional trawl yang menyebabkan munculnya dead zone pada survei trawl. Seberapa besar jumlah ikan yang tidak dapat tertangkap ditentukan oleh daya tangkap dari trawl yang digunakan. Estimasi kemampuan tangkap trawl (catchability) diperoleh berdasarkan korelasi positif antara densitas akustik dan trawl. Dari hubungan linier antar keduanya, diperoleh koefisien catchability sebesar 0,3. Nilai tersebut dapat menjadi acuan faktor koreksi nilai laju tangkap dari trawl yang digunakan dalam estimasi biomassa ikan demersal yang ada di perairan Tarakan. Sejumlah ikan yang tidak tertangkap karena dapat meloloskan diri dari trawl, atau ikan berada pada zona sapuan (catchability area) tapi tidak tertangkap karena adanya dead zone trawl sebagai akibat ketidaksempurnaan dalam pengoperasian trawl. Jumlah ikan yang tidak tertangkap tersebut diperkirakan sebanyak dua kali jumlah ikan yang tertangkap oleh trawl. Analisis komponen utama dilakukan untuk mengidentifikasi variabelvariabel teknis yang diduga dapat mempengaruhi kinerja trawl, yaitu densitas ikan pada dead zone trawl (selisih antara densitas akustik dengan densitas trawl), kecepatan towing, durasi towing, panjang warp, pembukaan horizontal mulut jaring, bobot/jumlah biota non demersal pada codend, dan kedalaman perairan. Diperoleh bahwa variabel kecepatan dan durasi towing bukan komponen utama, sehingga keduanya tidak digunakan dalam membangun model persamaan untuk mengestimasi densitas ikan demersal pada dead zone trawl. Berdasarkan keeratan hubungan antar komponen, terdapat tiga pengelompokkan yaitu pertama, panjang warp, bukaan horizontal trawl, dan kecepatan towing. Kedua, densitas ikan pada dead zone trawl, volume biota non demersal yang terdapat pada codend, dan durasi towing. Ketiga adalah faktor kedalaman yang bebas dari parameter lainnya. Berdasarkan uji beda nyata dari keempat variabel yaitu kedalaman, panjang warp, bukaan trawl, dan biota non demersal pada cod end, terhadap densitas ikan demersal pada dead zone trawl, diperoleh bahwa hanya panjang warp dan kedalaman yang berpengaruh nyata. Artinya variabel panjang warp dan kedalaman merupakan komponen utama yang menentukan adanya dead zone trawl. Persamaan untuk mengestimasi nilai densitas ikan demersal yang terdapat pada dead zone trawl (DTDZ) adalah Log DTDZ = 1.83 + 1.07*Log Panjang Warp – 3.45*Log Kedalaman + e. Nilai DTDZ yang relatif tinggi cenderung diperoleh saat pengoperasian trawl pada kedalaman antara 10-20 meter. Pada perairan yang bersubstrat lumpur, nilai minimum DTDZ diperoleh pada rasio 3,5 panjang warp terhadap kedalaman, sementara untuk substrat pasir pada rasio 4,5. Hasil analisis komponen utama menunjukkan bahwa semua parameter lingkungan yang diukur yaitu densitas, jenis dan ukuran ikan, kedalaman perairan, tipe substrat dan kelimpahan makrozoobentos memiliki peran di dalam ekosistem ikan demersal di perairan Tarakan. Analisis PCA menunjukkan bahwa faktor tipe substrat dan kelimpahan makrozoobentos memiliki keterkaitan langsung. Sementara keempat faktor lainnya berkorelasi secara parsial terhadap ekosistem. Distribusi spasial ikan demersal di perairan Tarakan menunjukkan bahwa komposisi penyebaran lokasi dengan densitas ikan <50, 50-100, dan >100 ekor/100m3 masing-masing sebesar 67,5%, 10%, dan 22,5%. Analisis diskriminan menunjukkan bahwa, parameter kedalaman dan tipe substrat merupakan variabel diskriminan, yang mampu secara signifikan membedakan ketiga kategori densitas tersebut. Artinya kedua variabel tersebut sudah mampu secara nyata membedakan kondisi densitas sumberdaya ikan demersal di perairan Tarakan. Apakah lokasi tersebut mempunyai densitas ikan demersal yang rendah, sedang atau tinggi. Berdasarkan fungsi klasifikasi yang terbentuk, makin besar nilai variabel kedalaman, maka makin cenderung masuk ke kategori densitas rendah. Sementara untuk variabel tipe substrat, makin besar nilai variabel tipe substrat, makin cenderung masuk ke kategori densitas tinggi. Artinya jika semakin dalam dasar perairan, densitas ikan demersal cenderung makin rendah dan sebaliknya. Sementara semakin berlumpur dasar perairan, maka densitas ikan demersal cenderung makin tinggi. Sebaliknya, semakin berpasir dasar perairan, densitas ikan cenderung berkurang.
URI: http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/69730
Appears in Collections:MT - Fisheries

Files in This Item:
File Description SizeFormat 
2014apr.pdf
  Restricted Access
Fulltext25.54 MBAdobe PDFView/Open


Items in DSpace are protected by copyright, with all rights reserved, unless otherwise indicated.